Assiry gombal mukiyo, 21 Mei 2015
Burma merupakan negara besar multi etnis dan multiagama. Sejak merdeka tahun 1948 sudah ada konflik dimana etnis minoritas menginginkan merdeka atau otonomi. Ketika tahun 1962 rejim diktator militer berkuasa, konflik ini semakin membesar karena rejim juga semakin keras ingin memadamkan pemberontakan.
Ada banyak etnis yang menginginkan kemerdekaan atau otonomi, diantaranya :
1. 800 ribu Rohingya yang beragama Islam
2. 1,5 juta Kachin yang memeluk animisme
3. 3,5 juta Karen yang beragama Buddha dan Kristen
4. 800 ribu Wa yang memeluk animisme.
Rejim militer Burma telah membunuh tidak kurang dari 700 ribu warganya selama berkuasa termasuk puluhan ribu bhiku Buddha yang menentang pemerintah.
Minoritas Muslim Rohingya memang terdiskriminasi, tapi juga minoritas Kachin, Karen, Wa, dsb yang jumlahnya jauh lebih banyak. Walaupun konflik terakhir membuat Rohingya menjadi pemberitaan, tapi korbannya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pembunuhan rejim atas orang Buddha sendiri.
Dilema terbesar Rohingya justru datang dari kalangan umat Islam sendiri, Negara Muslim Bangladesh yang juga punya 300 ribu warga Rohingya tidak mau mengakui mereka sebagai warga negara Bangladesh bahkan mengirimkan kembali mereka ke Burma yang berakibat fatal karena mereka semakin dieksploitasi oleh rejim militer.
Ditambah dengan keengganan Malaysia dan Indonesia untuk membantu orang Rohingya, maka lengkap sudah penderitaan orang Rohingya. Tidak ada satu negarapun mengakui mereka bahkan yang negara Islam dan nasib mereka akan selalu menjadi pengungsi dimanapun mereka berada.
Padahal solusi masalah Rohingya cukup sederhana, mengharapkan rejim militer untuk mengakui minoritas Muslim adalah mimpi di siang bolong karena siapapun yang menentang akan mereka bantai bahkan yang beragama Buddha sekalipun. Solusi terbaik adalah absorbsi 800 ribu orang Rohingya ke negara muslim Bangladesh dan Asia Tenggara.
Saatnya dibuktikan solidaritas Islam yang selama ini digembar gemborkan, di 'belakang rumah' ada saudara Muslim yang tidak punya 'rumah' dan jadi 'budak' , maukah umat Islam membantunya?
Minoritas Muslim Rohingya itu sangat kasihan, tapi jangan dikasihani karena agamanya, tapi karena keadaannya. Negeri Islam Bangladesh menolak mereka, dan menganggap mereka sebagai pendatang illegal, padahal saudara seagama. Oleh junta Myanmar mereka dianggap pendatang ilegal juga, jangankan muslim minoritas, ribuan bhiku Buddha saja dibantai oleh rejim militer Myanmar. Konflik antar masyarakat terjadi karena Bangladesh dan Myanmar sama-sama tidak mau mengakui Rohingya sehingga mereka seperti gelandangan yang tidak diterima dimana-mana.
Solusi terbaiknya adalah memberikan daerah otonomi untuk Rohingya oleh Bangladesh dan Myanmar sekaligus, dan tentunya jangan membawa agama, karena justru yang paling tega menelantarkan Rohingya adalah saudara seagamanya sendiri para yakni Muslim Bangladesh.
Kemanusiaan itu lebih penting daripada ke-Tuhan-an. Tiada berguna membahagiakan Tuhan tanpa membahagiakan manusia. Tuhan tidak butuh kita dan segala ibadah kita. Manusialah yang membutuhkan amal baik kita. Satu-satunya tolok ukur hablumminallah adalah seberapa baik hablumminannasnya. Satu-satunya penegak hubungan vertikal adalah hubungan horizontalnya.
Burma merupakan negara besar multi etnis dan multiagama. Sejak merdeka tahun 1948 sudah ada konflik dimana etnis minoritas menginginkan merdeka atau otonomi. Ketika tahun 1962 rejim diktator militer berkuasa, konflik ini semakin membesar karena rejim juga semakin keras ingin memadamkan pemberontakan.
Ada banyak etnis yang menginginkan kemerdekaan atau otonomi, diantaranya :
1. 800 ribu Rohingya yang beragama Islam
2. 1,5 juta Kachin yang memeluk animisme
3. 3,5 juta Karen yang beragama Buddha dan Kristen
4. 800 ribu Wa yang memeluk animisme.
Rejim militer Burma telah membunuh tidak kurang dari 700 ribu warganya selama berkuasa termasuk puluhan ribu bhiku Buddha yang menentang pemerintah.
Minoritas Muslim Rohingya memang terdiskriminasi, tapi juga minoritas Kachin, Karen, Wa, dsb yang jumlahnya jauh lebih banyak. Walaupun konflik terakhir membuat Rohingya menjadi pemberitaan, tapi korbannya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pembunuhan rejim atas orang Buddha sendiri.
Dilema terbesar Rohingya justru datang dari kalangan umat Islam sendiri, Negara Muslim Bangladesh yang juga punya 300 ribu warga Rohingya tidak mau mengakui mereka sebagai warga negara Bangladesh bahkan mengirimkan kembali mereka ke Burma yang berakibat fatal karena mereka semakin dieksploitasi oleh rejim militer.
Ditambah dengan keengganan Malaysia dan Indonesia untuk membantu orang Rohingya, maka lengkap sudah penderitaan orang Rohingya. Tidak ada satu negarapun mengakui mereka bahkan yang negara Islam dan nasib mereka akan selalu menjadi pengungsi dimanapun mereka berada.
Padahal solusi masalah Rohingya cukup sederhana, mengharapkan rejim militer untuk mengakui minoritas Muslim adalah mimpi di siang bolong karena siapapun yang menentang akan mereka bantai bahkan yang beragama Buddha sekalipun. Solusi terbaik adalah absorbsi 800 ribu orang Rohingya ke negara muslim Bangladesh dan Asia Tenggara.
Saatnya dibuktikan solidaritas Islam yang selama ini digembar gemborkan, di 'belakang rumah' ada saudara Muslim yang tidak punya 'rumah' dan jadi 'budak' , maukah umat Islam membantunya?
Minoritas Muslim Rohingya itu sangat kasihan, tapi jangan dikasihani karena agamanya, tapi karena keadaannya. Negeri Islam Bangladesh menolak mereka, dan menganggap mereka sebagai pendatang illegal, padahal saudara seagama. Oleh junta Myanmar mereka dianggap pendatang ilegal juga, jangankan muslim minoritas, ribuan bhiku Buddha saja dibantai oleh rejim militer Myanmar. Konflik antar masyarakat terjadi karena Bangladesh dan Myanmar sama-sama tidak mau mengakui Rohingya sehingga mereka seperti gelandangan yang tidak diterima dimana-mana.
Solusi terbaiknya adalah memberikan daerah otonomi untuk Rohingya oleh Bangladesh dan Myanmar sekaligus, dan tentunya jangan membawa agama, karena justru yang paling tega menelantarkan Rohingya adalah saudara seagamanya sendiri para yakni Muslim Bangladesh.
Kemanusiaan itu lebih penting daripada ke-Tuhan-an. Tiada berguna membahagiakan Tuhan tanpa membahagiakan manusia. Tuhan tidak butuh kita dan segala ibadah kita. Manusialah yang membutuhkan amal baik kita. Satu-satunya tolok ukur hablumminallah adalah seberapa baik hablumminannasnya. Satu-satunya penegak hubungan vertikal adalah hubungan horizontalnya.
No comments: