Assiry gombal mukiyo, 20 Juli 2015
Temen -temen boleh mengucapkan saya apatis, picik atau mungkin kerdil dalam beragama, tapi dengan jujur saya tidak menikmati idul fitri. Saya justru menikmati hari yg biasa, saat manusia tidak lupa diri dengan sibuk "ber haha hihi" penuh topeng dan dusta, dan plesir sana sini sebagian terjebak pada pesta zina.
Sebagai catatan rutin pertahun, peristiwa idul fitri membuat manusia indonesia banyak yang gila belanja, momen yg seharusnya berhemat karena di mulai dr puasa, dengan kecanggihan budaya, justru malah menjadi bulan yang yang paling boros.
Dan satu lagi yg tak terlewat, peristiwa idul fitri menjadi peristiwa kuburan masal, entah berapa ratus nyawa
lagi tahun ini yg meregang, karena kecelakaan mudik dan berlalu lintas di jalan.
Saya sering bertanya, seharusnya peristiwa ini menjadi barokah, kok manusia malah menjadikannya sebagai bencana. Bencana anggaran, bencana mental, dan bencana bagi badan.
Betapa tidak, saat Ramadan justru inflasi tambah naik, karena nafsu belanja yang tak terkendali, beli apa saja, meskipun harus utang. Lantas, apakah orang-orang seperti ini layak untuk merayakan Idul Fitri ? Ya, mereka ingin dan harus merayakan dengan segala gemerlap dunia, bak baru saja memenangkan trofi Liga Champions, tak peduli dari mana uang yang dipakai. Jangan heran bila usai Lebaran banyak yang jatuh pailit terlilit utang, karena pengeluaran lebih besar dari pendapatan.
Tapi bagaimanapun, demi menghormati kegenitan zaman, saya tetap harus mengucapkan, selamat ditipu oleh lebaran 1436 H, semoga kita tidak menjadi korban bencana tahunan ini, kecuali cuma nyicip2 sedikit, biar ndak dikira menjadi pengikut aliran sesat oleh orang-orang yang merasa dirinya paling suci dan paling benar.
Keberhasilan puasa menjadi "insan muttaqin" yang akan menjadi bekal untuk berperang melawan hawa nafsu pada 11 bulan berikutnya. Puasa selama sebulan itu ibarat "pandawa" yang masuk kawah Candradimuka untuk menghadapi Baratayudha yang sangat berat. Idul Fitri bukan kemenangan, karena baru starting point menuju pertempuran yang sesungguhnya yang jauh lebih berat. Menundukkan hawa nafsu di bulan Ramadan praktis lebih mudah – meskipun sangat banyak jatuh korban – karena situasinya sangat mendukung. Mau puasa lebih mudah karena banyak temannya, mau qiyamullail gampang karena tiap malam digelar di masjid, mau tadarus enak karena ada yang nemani lengkap dengan camilannya, salat jamaah di masjid tidak sulit karena banyak pengikutnya.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, tanpa harus menunggu lebaran, Engkau tetap yang Maha Akbar Rabb, maafkan kekerdilan hamba, tidak lihai mengikuti arus ketaqwaan masal ini.
No comments: