Slider[Style1]

PSKQ dalam Liputan

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5

Style6

Style7

Style8

Style9

SUARA MERDEKA, 15 Juni 2015


JEMARI Nukman Al Farisi terlihat terlihat tegas menggoreskan kuas. Sorot matanya tak pernah beralih dari rentetan mal huruf arab yang membentuk seni kaligrafi. Nukman dan dua santri Pesantren Seni Rupa dan Kaligrafi Alquran (PSKQ) di Desa Undaan Lor, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Rabu (17/6) sibuk merampungkan kaligrafi di kubah bagian depan ponpes.

Ayat-ayat Surat Al Fatihah tergores indah di kubah. Di atasnya tergambar pola bunga warna-warni yang semakin mempercantik tampilan kubah tersebut.

Nukman dan dua santripesantren, Hasan Basri (19) dan Fauzul Kasir (19), kini tengah merampungkan tulisan mengutip hadist terkait seni kaligrafi. ”Ini sebagai bentuk kenang-kenangan santri. Setiap santri yang hendak lulus biasanya meninggalkan karya kaligrafi di pondok. Untuk santri tahun ini ingin memberi kenang-kenangan kaligrafi di kubah tepat di depan bangunan pesantren,” kata Nukman.

Pesantren yang dimaksud tak lain sebuah bangunan rumah setengah jadi di pinggir Jalan Purwodadi Km 13 RT3 RW1 Desa Undaan Lor, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus. Pesantren itu dirintis seniman kaligrafi Kudus Muhammad Assiry Jasiri, pada 2007. Sejak berdiri, sebagian besar santri justru berasal dari luar Jawa.

Nukman yang mulai mondok 2009 berasal dari Lhokseumawe, Nangro Aceh Darussalam. Sementara Hasan dan Fauzul berasal dari Palembang. Nukman semula merantau untuk seni kaligrafi di Lemka, Sukabumi, Jawa Barat. Niatnya berubah ketika mendengar ada ponpes seni kaligrafi di Kudus yang didirikan Assiry. Ia pun memantapkan diri datang jauh-jauh ke Kudus. Pengakuan Usaha kerasnya belajar kaligrafi mulai mendapat pengakuan dunia internasional.

Pada 2014 lalu, ia menyabet peringkat enam lomba kaligrafi tingkat internasional (TIAFF) yang digelar di Malaysia. Dua tahun sebelumnya menyabet peringkat tujuh tingkat Asia Tenggara (2012) dan peringkat 12 tingkat internasional (2012), keduanya digelar di Malaysia. Karena keahliannya dalam kaligrafi, Assiry kemudian meminta Nukman tinggal lebih lama untuk menjadi salah satu guru pembimbing di PSKQ. Pendiri PSKQ Assiry Jasiri membenarkan jika sebagian besar santrinya berasal dari luar Jawa.

”Sejak berdiri, banyak santri justru berasal dari luar Jawa seperti Sumatra, Kalimantan, bahkan Papua. Memang ada beberapa santri yang berasal dari Kabupaten Kudus,” katanya. Prestasi Assiry sebagai seniman kaligrafi tak kalah mentereng. Bapak empat anak ini menyabet juara pertama nasional (2003), Juara pertama ASEAN (2002).

Suami Anik Ardiani itu bahkan menyabet juara pertama ASEAN tiga kali berturut-turut hingga tahun 2006. Assiry juga terlibat proyek pembuatan kaligrafi di kubah atau dinding masjid di Jawa hingga Sumatera. Karena reputasinya sebagai seniman kaligrafi, gaung PSKQ pun bergema hingga luar Jawa.

Sebelum mendirikan PSQK, Assiry lebih dulu mendirikan Komunitas Seni Kudus (Kuass) pada 2004. Setelah menikah setahun berikutnya, Assiry bertekad mendirikan pesantren khusus seni kaligrafi. Gagasan itu mulai terwujud pada 2007. Yang menarik, santri hanya dibebani uang pangkal saat mendaftar sebesar Rp 4,5 juta. Setelah itu, santri tak dipungut biaya hingga lulus.

”Uang pendaftaran itu dikembalikan lagi ke santri dalam bentuk peralatan hingga makan sehari-hari,” katanya. Santri yang mendaftar tak melulu mereka yang sudah memiliki bakat kaligrafi. Banyak pendaftar justru tak memiliki bakat seni tersebut. Jumlah pendaftar pun hanya dibatasi maksimal sebanyak 30 santri setiap tahun.

Selain pesantren untuk putra, PSKQ juga memiliki pesantren khusus putri. Selama setahun, mereka diajari khat-khat kaligrafi sesuai standar internasional. Santri yang dinyatakan belum lulus, boleh mengulang ditahun berikutnya hingga dinyatakan memenuhi kualifikasi standar internasional.

Uniknya, tes kelulusan tidak ditentukan seberapa bagus tulisan kaligrafi santri di atas keras. Mereka diwajibkan praktik pesantren lapangan (PPL). Santri diminta mencari mushala atau masjid desa yang ingin dihias dengan kaligrafi. Umumnya mushala atau masjid menerima dengan tangan terbuka. Terlebih semua biaya ditanggung PSKQ.

”Dari hasil membuat kaligrafi di mushola atau masjid itu akan dilihat sejauh mana kemampuan setiap santri,” katanya. Assiry menuturkan, metode pembelajaran di PSKQ memang bagaimana untuk membentuk santri menjadi seorang kaligrafer profesional. Mereka tak hanya menjadi kuli ketika lulus, namun sudah mampu menangani sebuah proyek pembuatan kaligrafi di kubah atau dekorasi dinding dan mihrab masjid.

Santri juga diajari teknik membuat ornamen timbul (GRC), patung, miniatur tiga dimensi, kaligrafi ukir kayu, hingga teknik air brush. Banyak santri senior yang kemudian diterjunkan mengerjakan proyekproyek yang ditangani Assiry. Karya santri PSKQ sudah tersebar di masjid-masjid di Pulau Jawa, hingga Sumatra. (Saiful Annas-45)

About Elsya Vera Indraswari

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Post a Comment

Terimakasih telah berkunjung di Pesantren Seni Kaligrafi Al Quran, silahkan meninggalkan pesan, terima kasih


Top