Oleh : Muh Nur
Istilah mikroskop khot yang disematkan kepada Ustadz
Dawud Bektasy kami dengar dari Ustadz Belaid Hamidi. Tidak berlebihan jika
beliau menjuluki Dawud Bektasy dan Muhammad Ozcay sebagai mikroskop khot.Mungkin
karena sensitif tingkat tinggi terhadap bentuk huruf lah, yang membuat
julukan tersebut cocok beliau sandang.
Ustadz Dawud Bektasy lahir tahun 1963 di salah satu daerah bagian selatan
Turki. Menyelesaikan pendidikan dasar di desanya. Jenjang menengah dan atas dia
tempuh di Ma’ahid Aimmah wa al-Khuthaba. Lalu mendapat gelar Sarjana Hukum dari
Fakultas Hukum salah satu universitas di Istanbul tahun 1992.
Mulai tertarik pada dunia kaligrafi sejak duduk di bangku sekolah menengah.
Belajar khot tsulus pertama kali kepada Yusuf al-Arzanjali. Dan sejak 1982
beliau belajar kepada khattath Hassan Celebi (murid Hamid Aytac al-Amidi).
Dawud belajar khot Tsulus, Naskh, dan Riq’ah kepada Hasan Celebi hingga
mendapat ijazah pada tahun 1994.
Disamping belajar kepada Khattath Hassan Celebi, Ustadz Dawud juga belajar
dari tulisan-tulisan para khattath besar terdahulu, khususnya Sami Affandi dan
Hamid Aytac al-Amidi. Karena itulah Ustadz Dawud bektasy mempunyai huruf-huruf
yang sangat kuat dalam tulisan Jaly Tsulus.
Pembentukan pribadi dan kekuatan tulisan beliau, juga tidak lepas dari
peran Dr. Ugur Derman, seorang khattath dan juga peneliti dan ahli sejarah. Dr
Ugur Derman mendukung bakat Ustadz Dawud Bektasy dengan literatur-literatur
kaligrafi koleksi pribadinya. Seperti tulisan asli dari Sami Affandi serta
Qashidah al-Alfiyah tulisan Muhammad Syauqi Affandi, dan koleksi dari tulisan
asli para kaligrafer besar Turki yang lain.
Pada tahun 2002, Ustadz Dawud Bektasy memulai belajar khot Nasta’liq dan
Diwani dari Prof. Dr. Ali Alparsalan (yang juga guru Ustadz Belaid Hamidi)
hingga wafatnya sang guru tahun 2005. Ustadz Dawud juga aktif mengikuti
pameran2 kaligrafi yang diadakan baik di Turki, negara2 Eropa maupun di negara2
Timur Tengah. Telah banyak karya-karya beliau yang diincar dan menjadi buruan
para kolektor kaligrafi.
Diceritakan bahwa karena ketekunan Ustadz Dawud dalam membuat karya yang
maksimal hingga memakan waktu yang lumayan panjang, beberapa rekan beliau
menganggap beliau ‘pelit’. Julukan yang sebenarnya bisa mengandung unsur
positif. Karena Ustadz Dawud bisa saja membuat karya yang banyak dalam waktu
singkat. Tetapi karena beliau memilih untuk itqan (teliti dan maksimal) dalam
berkarya, maka beliau membutuhkan waktu yang lama. Namun begitu karya tersebut
jadi, maka nyaris tidak ada yang bisa berkomentar untuk memberikan alternatif
lebih baik dari tarkib yang telah beliau buat.
Saat ini, Ustadz Dawud Bektasy memfokuskan diri untuk mengajar khot kepada
murid2 yang datang kepadanya di sela-sela kesibukannya sebagai dosen serta
kesibukan melahirkan karya-karya kaligrafi yang fenomenal. Beliau dikenal
ketawadhu’an dan rendah hati. Meskipun tulisan dan karyanya nyaris tidak ada
yang menandingi, kaligrafer yang dijuluki “muhandisul huruf” ini tetap dan
selalu meminta tashih (pembetulan) kepada sang guru -Syaikh Hassan Celebi-
setiap kali dia membuat karya. Inilah aklak mulia seorang kaligrafer yang
pantas dijadikan contoh. Meskipun seorang kaligrafer sudah mendapatkan ijazah,
pengakuan serta prestasi dalam lomba-lomba, tetapi tetap memintakan tashih atas
tulisannya kepada sang Guru. Sikap rendah hati dan memuliakan sang Guru inilah
yang mungkin menjadi salah satu kunci kesuksesannya.
Untuk menekuni dunia kailgrafi, Ustadz Dawud pun meninggalkan pekerjaan dan
latar belakang pendidikannya sebagai seorang ahli hukum. Pekerjaan sebagai
seorang pengacara dia tinggalkan demi menekuni dunia kaligrafi. Sempat
diceritakan bahwa dia lebih suka menjadi pengacara huruf2 al-Qur’an yang kini
dia geluti. Jadilah dia pengacara bagi setiap huruf dalam sebuah susunan kata,
dan membagi untuk setiap kalimat bagiannya masing2, sehingga tarkib (susunan)
kata yang dia tuangkan dalam lauhah (karya) mencapa keindahan yang sangat
menakjubkan.
Pada tahun 1986, pertama kali IRCICA mengadakan lomba kaligrafi
internasional, Ustadz Dawud mendapatkan juara pertama pada kategori Tsulus
Jali, dan juara harapan pada khot Nasta’liq. Sedangkan pada lomba tahun 1993,
beliau kembali mendapat juara pertama kategori Tsulus ‘Adi (Tsulus biasa). Dan
pada Olimpiade Kaligrafi di Teheran (Iran) yang diadakan pada tahun 1997,
beliau mengokohkan diri dengan menempati posisi pertama.
Dan sejak tahun 2009 hingga saat ini, kaligrafer kita yang dijuluki
Sami-nya zaman ini, mendapat kepercayaan untuk masuk dalam jajaran dewan juri
pada lomba kaligrafi internasional yang diadakan oleh IRCICA. [muhd nur/hamidionline.net]
No comments: