Oleh : Muh Nur
Beliau lahir di Mausil, Irak pada tahun 1932.
Sejak kecil, beliau tertarik pada bidang
kerajinan, seperti tenun, pertukangan dan arsitektur. Sebelum
akhirnya beliau terjun dan mendalami dunia akademis, sebuah bidang
yang tidak banyak dilirik oleh masyarakat Mausil kala itu.
Pendidikan formal beliau lalui pada Akademi Pendidikan dengan spesialisasi
bidang pendidikan seni yang kelak mengantarkannya menjadi seorang
guru dan konsultan seni kaligrafi, dan juga konsultan umum di kantor
pendidikan kota Ninawa. Di sela-sela kesibukan tersebut, beliau masih
menyempatkan diri untuk menciptakan karya-karya baru dalam
bidang kaligrafi yang mengantarkannya menjadi seorang kaligrafer besar,
sekaligus peneliti ulung dan pakar dalam dunia arsitek dan seni Islam dalam
kurun waktu lebih dari tiga puluh tahun. Setelah masa itu, semenjak tahun 1981
beliau lebih memfokuskan diri untuk mendalami Seni Islam secara umum dan
Kaligrafi Arab secara khusus.
Jika ditelusuri, riwayat belajar Yusuf Dzannun dalam kaligrafi tidak
berawal dari belajar kepada seorang guru sebagaimana lazimnya para kaligrafer.
Tetapi beliau memulainya dengan belajar secara otodidak dari buku Muhammad
Izzat, kaligrafer Usmani terkenal yang wafat tahun 1886. Buku Muhammad Izzat
yang dikenal dengan Atsar Muhammad Izzat adalah buku langka
yang memuat kaidah beberapa jenis kaligrafi beserta contohnya yang dalam metode
penyusunannya banyak ditiru oleh para kaligrafer setelahnya.
Pada tahun 1957 Yusuf Dzannun berkunjung ke Istanbul pertama
kalinya untuk mengunjungi tempat-tempat eksotis yang penuh dengan keindahan
seni-seni Islam. Tahun ini merupakan tahun di mana pandangan beliau terhadap
Seni Islam secara umum berubah, terlebih dalam bidang kaligrafi. Karena
kunjungan tersebut, akhirnya beliau menjadikan Turki sebagai kiblat seni yang
tidak pernah bosan untuk selalu beliau kunjungi.
Selain mengunjungi museum, masjid, serta komplek pemakaman serta
tempat bersejarah lainnya, beliau juga selalu menyempatkan diri untuk
bersilaturahmi dengan khattath Usmani terakhir, al-Khattath Hamid
al-Amidi, serta berkunjung ke kantor IRICICA di Istanbul. IRCICA adalah lembaga yang memelihara dan menjaga seni
kaligrafi, yang dengannya kaligrafi mengalami perkembangan pesat dalam kurun
terahir ini. Usaha nyata IRCICA di antaranya adalah pengadaan perlombaan
kaligrafi internasional setiap 3 tahun sekali, serta pameran dan seminar-seminar
tentang kaligrafi dan seni Islam lainnya.
Ustadz Yusuf Dzannun pernah mendapatkan Ijazah tabarruk-taqdir
(ijazah pengakuan dan penghargaan) dari Khattath Hamid Aytac al-Amidi
sebanyak dua kali. Masing-masing pada tahun 1966 dan 1969. Ijazah
jenis ini terbilang langka dalam dunia kaligrafi. Oleh karena itu, sebagian
kaligrafer menganggap ijazah jenis ini lebih tinggi nilainya daripada
ijazah masyq (ijazah yang melalui proses belajar rutin-reguler).
Pendapat ini wajar saja, mengingat hanya dua orang kaligrafer yang
mendapatkannya dari Khattath Hamid Aytac, yaitu Ustadz Yusuf Dzannun dan Ustadz
Hasyim Muhammad al-Baghdadi (meninggal 1973).
Ustadz Yusuf Dzannun banyak menulis buku-buku ajar dalam beberapa
khot. Di antaranya adalah buku Durus Wa Qowaid Khot Riq’ah yang pada awalnya
beliau susun untuk diktat kursus khot pada tahun 1962 di Madrasah Mu’allimin
yang memasukkan khot Naskhi dan Riq’ah ke dalam kurikulum resminya. Metode
pembelajaran riq’ah yang sebelumnya dipakai di madrasah ini adalah metode
klasik yang bersandarkan pada pembelajaran semua bentuk huruf mufradah
lalu bentuk huruf ketika bersambung dengan huruf lainnya. Berlanjut kepada
bentuk kalimat dalam sebuah susunan sederhana, dan diselesaikan dengan
penggalan panjang yang terdiri dari banyak kalimat. Tentu saja cara klasik ini
memerlukan waktu yang lama bertahun-tahun dan cenderung kurang efektif
diterapkan di sebuah sekolah.
Karena kenyataan tersebut, dan tuntutan jam belajar yang terbatas, maka
Ustadz Yusuf Dzannun lantas membuat diktat khot riq’ah yang menyederhanakan
cara mengajar dengan menyesuaikan dengan jam belajar yang tersedia. Setelah
melalui proses penelitian dan percobaan, maka beliau sampai kepada kesimpulan
bahwa huruf-huruf dalam khot riq’ah bisa disederhanakan menjadi delapan huruf
dasar saja. Untuk menguasai bentuk huruf-huruf lainnya, maka huruf dasar (asasiyah)
tersebut hanya perlu sedikit sentuhan seperti ditambah, dihapus sebagian, atau
digabung dengan bagian huruf yang lain. Dengan metode ini, maka beban seorang
pelajar pemula yang baru mengenal khot menjadi ringan karena hanya menghafalkan
delapan bentuk huruf saja. Metode ini telah diterapkan oleh Ustadz Yusuf
Dzannun selama bertahun-tahun mengisi pelatihan di berbagai perguruan tinggi
dan sekolah di Irak, dan nyata membuahkan hasil yang menggembirakan.
Metode ini lah yang selanjutnya dipegang teguh, dilestarikan, serta
dikembangkan, oleh Ustadz Belaid
Hamidi al-Maghribi, salah seorang murid Ustadz Yusuf Dzannun. Even “al-Mihrajan
Maghribi al-‘Arabi al-awwal lil Khatthi wa az-Zakhrafah al-Islamiyah” yang
diadakan di Rabat, tahun 1990 adalah momen penting yang mempertemukan Ustadz Belaid Hamidi
dengan guru khat pertamanya Ustad Yusuf Dzannun. Metode ini lah yang dipakai
oleh Ustadz Belaid Hamidi sebagai pondasi (asaas) dalam mengajarkan khot
kepada para muridnya, baik itu di Maroko maupun ketika mengajar di Kairo.
Metode belajar khot riq’ah yang sederhana ini nyata berbukti mampu mengantarkan
puluhan pelajar khot pemula untuk memahami khat lebih komprehensif dan matang,
hingga di antara mereka saat ini -dengan modal riq’ah- telah memperoleh ijazah
di empat, lima, enam, bahkan tujuh jenis khot. Bahkan denga metode ini pula,
telah terbuka cakrawala baru dalam pembelajaran khot di banyak negara,
termasuk Indonesia. Tidak berlebihan jika mengatakan bahwa metode khot riq’ah
yang digagas oleh Ustadz Yusuf Dzannun merupakan metode brillian yang fenomenal
dan tentu saja itu semua berkat taufiq dan bantuan Allah swt.
Saat ini, Ustadz Yusuf Dzannun terhitung sebagai salah seorang kaligrafer
dan tokoh seniman besar yang dimiliki oleh dunia Islam. Beliau juga merupakan
seorang peneliti dan penulis dalam bidang seni budaya dan ilmu pengetahuan
dalam bidang kaligrafi khususnya dan dalam bidang seni umumnya. Dr. Abdullah
bajuri, seorang pakar filologi Arab terkemuka mengatakan “Yusuf Dzannun adalah
seorang pakar dalam filologi dan dunia kaligrafi yang dimiliki oleh dunia arab”.
Bahkan beliau mengatakan bahwa Yusuf Dzannun adalah satu-satunya pakar saat ini
di bidang tersebut dan sangat sedikit pakar yang setara dengannya. Lebih dari
itu Yusuf Dzannun adalah tokoh yang masih tersisa dalam bidang kaligrafi,
tulisan arab, dan peninggalan-peninggalan sejarah arab yang nyaris tiada
tandingannya. Semoga Allah senantiasa memberikan beliau kesehatan dan berkah
umurnya, amiin.
* Sumber: Huruf Arabiyyah, edisi ke-14, tahun ke-5, Dzul Hijjah 1435 H
(Januari 2005), disunting dari tulisan afanin crew, pada 8 April 2009. [muh
nur/hamidionline.net]
No comments: