Muhammad Assiry, 27 Agustus 2017
Beberapa temen bertanya kepada saya tentang bagaimana hukumnya kita
ikut suatu perlombaan semisal olahraga yang hadiahnya itu berasal dari
uang pendaftaran, dan uang pendaftaran tersebut jumlahnya lumayan besar,
sehingga peserta berambisi untuk mendapatkan hadiahnya.
Maka
saya memberikan beberapa uraian bahwa perlombaan apapun untuk
mendapatkan sebuah hadiah yang ditawarkan hukumnya boleh. Asalkan hadiah
yang ditawarkan berasal dari satu pihak, misalnya panitia
penyelenggara. Di mana dananya bukan berasal dari 'uang saweran' dari
para peserta lomba.
Apabila dana untuk hadiah diambilkan dari
pungutan uang pendaftaran, ini yang kita sebut 'uang saweran', maka
hukumnya tidak berbeda dengan hukum judi. Sebab di dalam sebuah
perjudian, para peserta memang mengeluarkan uang untuk 'memasang' atau
untuk taruhan. Lalu permainan judi akan menetapkan bahwa pemenangnya
berhak atas uang taruhan itu.
Bila diperhatikan dengan seksama,
trasaksi perjudian adalah pada adanya dua belah pihak atau lebih yang
masing-masing menyetorkan uang dan dikumpulkan sebagai hadiah.
Lalu
jika ada sekelompok orang yang mereka itu mengadakan permainan tertentu,
baik dengan kartu, adu ketangkasan, jalan santai, sepeda santai, atau
media lainnya. Siapa yang menang, dia berhak atas hadiah yang dananya
dikumpulkan dari kontribusi para pesertanya. Itulah hakikat sebuah
perjudian.
Biasanya jenis permaiannnya memang khas permainan judi
seperti main remi/ kartu, melempar dadu, memutar rolet, main pokker,
sabung ayam, adu domba, menebak pacuan kuda, menebak skor pertandingan
sepak bola dan seterusnya.
Namun adakalanya permainan itu sendiri
sama sekali tidak ada hubungannya dengan perjudian. Misalnya menebak
sederet pertanyaan tentang ilmu pengetahuan umum atau pertanyaan
lainnya.
Namun jenis permainan apa pun bentuknya, tidak berpengaruh
pada hakikat perjudiannya. Sebab yang menentukan bukan jenis
permainannya, melainkan perjanjian atau ketentuan permainannya diawal.
Allah SWT telah mengharamkan perjudian di dalam Al-Quran Al-Kariem dalam firman-Nya.
يسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ
وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: 'Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa'at bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa'atnya'. Dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ' Yang lebih dari
keperluan.' Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya
kamu berfikir, (QS. Al-Baqarah: 219)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأْنْصَابُ وَالأْزْلاَمُ
رِجْسٌ مِنْ عَمَل الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.(QS.
Al-Maidah: 90)
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran khamar dan
berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang;
maka berhentilah kamu .(QS. Al-Maidah: 91)
Sudah menjadi tradisi
bangsa Indonesia secara merata setiap merayakan hari proklamasi
kemerdekaan negara, untuk diadakan aneka macam lomba. Ada banyak lomba
yang sering digelar, mulai dari olah raga, panjat pinang, tusuk jarum,
tarik tambang, memasak, sepeda santai, jalan santai dan seterusnya.
Tujuannya tentu mulia, yaitu untuk mendapatkan kemeriahan, selain juga
untuk menjadi sarana keakraban antar warga, baik yang ikutan lomba atau
pun sekedar menjadi penonton.
Namun terkadang masuk juga unsur
judi dalam lomba-lomba rakyat itu. Misalnya apabila dari 11.500 peserta
lomba ditarik uang administrasi masing-masing sebesar 40 ribu, maka
akan terkumpul dari uang sebesar 460 juta rupiah. Apabila hadiah yang
diperebutkan peserta dibeli dari uang adminstrasi itu, maka uang itu
menjadi uang taruhan dan ini haram hukumnya. Tinggal kita tanyakan
apakah panitia lomba yang diselenggarakan oleh PEMKAB Kudus demikian apa
tidak, jika demikian sistem dan tata aturannya berarti ini bisa
dikategorikan sebagai judi berjamaah.
Pada hakikatnya praktek
seperti ini adalah jelas sebagai bentuk perjudian. Namun bila hadiah
yang dijanjikan buat peserta yang menang tidak diambilkan dari uang
administrasi para peserta, misalnya dari sumbangan para sponsor, atau
seluruh hadiah langsung sumbangan dari Bupati yang sangat dermawan itu,
maka prinsip judi menjadi hilang.
Kita bisa telusuri apakah model
dan aturan lomba jalan santai yang sudah diselenggarakan oleh Pemkab
Kudus ini judi apa bukan? Maka jawabannya hanya Allah dan Panitia lomba
yang tau yang sudah meraup keuntungan 460 jt dari sekitar 11.500 peserta
yang ikut dalam perhelatan perlombaan olah raga berbalut politik akbar
tersebut.
Kita berhusnudzhon saja semoga seluruh total keuntungan
administrasi 40 rb yang terkumpul itu seluruhnya dibagikan kepada anak
yatim piatu dan dhuafa di Kota Kudus. Jadi hukum perjudian sudah
terlepas dari acara tersebut.