Assiry gombal mukiyo,19 Juli 2013
Pada bulan Ramadhan ini, kita dilatih untuk mengembangkan kepribadian kita. Kita meninggalkan tingkat oral, anal dan
genital untuk mi’raj ke tingkat ruhaniah yang lebih tinggi. Pada siang
hari, kita dilatih untuk meninggalkan masa kanak-kanak kita. Periode
oral kita dikekang dengan tidak boleh makan dan minum, periode genital
kita juga dikendalikan dengan mengekang nafsu seks kita.
Di bulan
Ramadhan kita berupaya memenuhi kebutuhan ruhaniah. Kita berupaya
meninggalkan keterikatan terhadap tubuh dan memperhatikan kebutuhan
ruhaniah kita. Pada titik
inilah saya ingin menjelaskan bahwa “Koruptor Ramadhan” adalah orang
yang berpuasa namun masih sangat dikendalikan oleh keterikatan terhadap
tubuh.Koruptor Ramadhan adalah orang yang mengalami fiksasi perkembangan kepribadian. Koruptor Ramadhan adalah mereka yang masih berkutat pada periode oral, anal dan genital. Koruptor Ramadhan adalah mereka yang berpuasa namun tema-tema perbincangan puasa mereka hanya seputar menu buka puasa dan sahur, atau sekadar menjadikan momentum shalat taraweh dan shalat subuh untuk “ngedate”.
Puasa Ramadhan
mnjadi komoditi surplus perekonomian yang semakin meningkat ,semua
mnjadi serba boros dari mulai makan ,minum kebutuhan pakaian ,kebutuhan
-kebutuhan syahwat lainnya justru mengalami ledakan yang dasyat. Kita
sibuk menyiapkan menu makanan ,sibuk ngurusi pakaian lebaran yang serba
baru ,sibuk ngurusi Rumah yang harus didekorasi,sibuk menyiapkan resepsi
pernikahan,sibuk merencanakan beli motor baru untuk mudik,dan
kesibukan -kesibukan yang justru menjadi bahan lelucon OVJ para setan di
negeri antah brantah .
Mari kita mencoba mencari makna yang lebih dalam dari Ramadhan. Bukan sekadar mengubah jadwal makan; apalagi dengan semangat “balas dendam”. Melalui Ramadhan kita tidak hanya berlatih menahan diri dari nafsu makan dan minum. Tetapi menelisik gejolak nafsu yang lebih tinggi untuk melawannya atau mengendalikannya.
Mari kita mencoba mencari makna yang lebih dalam dari Ramadhan. Bukan sekadar mengubah jadwal makan; apalagi dengan semangat “balas dendam”. Melalui Ramadhan kita tidak hanya berlatih menahan diri dari nafsu makan dan minum. Tetapi menelisik gejolak nafsu yang lebih tinggi untuk melawannya atau mengendalikannya.
No comments: