Cilacap, 23 September 2017
Saya mengisi
motivasi dan pengarahan lomba lukis kaligrafi SD, SMP, SMA sekabupaten
Cilacap yang diselenggarakan oleh PERTAMINA.
Sebelum memaparkan tentang aturan dan tata cara penilaian lomba tersebut saya mengajak adik- adik peserta lomba untuk mengucapkan salam virus kaligrafi yang
meneduhkan jiwa, kemudian mengangkat telunjuk tangan ke atas.
Anda bisa mengartikan apa saja tentang salam dan kode ini. Filosofi
salam jari telunjuk ini adalah sebagai simbol semoga kita terus bisa "
ngaceng". Eeit jangan parno dulu karena ngaceng itu artinya (ngaji
kaligrafinya yang kenceng). Selain itu kita terus berupaya untuk terus
berlatih dan berkarya hingga menuju puncak angka 1 atau ahad sebagai
puncak ma'rifatullah (qul huwallahu ahad).
Bagaimana kita menelusuri di ruang - ruang dimensi kaligrafi hingga bisa ber-Tauhid dan bisa men-Tauhid, tergantung konteks dan posisinya. Dalam Bahasa Negara Indonesia itu disebut Penyatuan. Sampai tercapai Wahid, yakni Persatuan. Akhirnya akan Ahad, kita meng-Ahad. Tinggal Satu Subjek Tunggal. Yang selain Allah sirna menjadi Ahad. Kaligrafi menjadi washilah kita menyatu pada ahadNya.
“Katakanlah Ia adalah Allah yang Ahad. Ia tempat bergantung” [1] (Al-Ikhlas: 1-2).
Semua orang mengasosiasikan bergantung kepada Allah hal nafkah penghidupan, rezeki, dan karier. Tak apa. Tapi ada hakiki wujud dinamis yang lebih inti: Ahad menciptakan gantungan Wahid, para makhluk menelusuri dan mengarungi Tauhid di rentang Wahid, menuju Ahad. Sangkannya Ahad, parannya Ahad, pusat gantungannya Ahad”.
Ayo teruslah menebar virus-virus kaligrafi yang meneduhkan jiwa dimanapun berada.
Menebarkan kengacengan kaligrafi yang positif agar terus lestari dan membumi Kalam Ilahi.
Nikmat Tuhamu yang manakah yang engkau dustakan jika kengacengan kaligrafi ini semakin menggila dimana- mana.
Bagaimana kita menelusuri di ruang - ruang dimensi kaligrafi hingga bisa ber-Tauhid dan bisa men-Tauhid, tergantung konteks dan posisinya. Dalam Bahasa Negara Indonesia itu disebut Penyatuan. Sampai tercapai Wahid, yakni Persatuan. Akhirnya akan Ahad, kita meng-Ahad. Tinggal Satu Subjek Tunggal. Yang selain Allah sirna menjadi Ahad. Kaligrafi menjadi washilah kita menyatu pada ahadNya.
“Katakanlah Ia adalah Allah yang Ahad. Ia tempat bergantung” [1] (Al-Ikhlas: 1-2).
Semua orang mengasosiasikan bergantung kepada Allah hal nafkah penghidupan, rezeki, dan karier. Tak apa. Tapi ada hakiki wujud dinamis yang lebih inti: Ahad menciptakan gantungan Wahid, para makhluk menelusuri dan mengarungi Tauhid di rentang Wahid, menuju Ahad. Sangkannya Ahad, parannya Ahad, pusat gantungannya Ahad”.
Ayo teruslah menebar virus-virus kaligrafi yang meneduhkan jiwa dimanapun berada.
Menebarkan kengacengan kaligrafi yang positif agar terus lestari dan membumi Kalam Ilahi.
Nikmat Tuhamu yang manakah yang engkau dustakan jika kengacengan kaligrafi ini semakin menggila dimana- mana.
No comments: