Assiry gombal mukiyo, 3 Oktober 2014
Ilmu wacana teori, terminologi, metodologi atau apapun saja mengenai keseimbangan hidup ini tak terbatas jumlahnya . bisa kita ambil dari ilmu sehari-hari, ilmu filsafat, khasanah adat istiadat, kitab suci, tukang becak, tukang sayur, atau pelacur sekalipun, intinya bisa kita ambil dari siapapun saja.
Dulu walisongo bersama-sama
mendirikan masjid Demak, yang datang terlambat itu adalah yang paling
muda yaitu Raden Syahid, sekarang kita kenal dengan Sunan Kalijogo .
Semua tiang sudah berdiri kecuali tiangnya Sunan Kalijogo dan kayu sudah
habis. Kemudian Sunan Kalijogo mengumpulkan tatal kayu, dengan
menggunakan parang, tersebut akan ditumpuk-tumpuk untuk dijadikan tiang
disalah satu masjid itu.
Konon, ditengah-tengah megumpulkan kayu itu, parangnya mengenai seekor orong-orong dan terputus kepalanya dari badannya. Kemudian ia merasa bersalah dan memohon maaf kepada Allah, ia mengambil badan dan kepala orong-orong tersebut lalu dia sambungkan dengan satu serpihan kayu jati. Sehingga tersambung kembali leher dan badannya dan hidup kembali.
Ini adalah ajaran sunan kalijogo, dia tentu tidak melakukannya. Ini adalah simbolik, Kalau dalam bahasa jawa itu adalah sanepan, atau dalam Al-Qur an disebut amtsal.
Jadi. kalau ingin menemukan kesejatian hidup, itulah akar keseimbangan hidup, kayu untuk menyambungkan antara badan dan kepala adalah kayu jati, kayu jati bukan kayu lainnya, kayu sejati. Ini adalah simbol mencari sesuatu yang sejati, the real truth, not just the truth.
Jadi keseimbangan hidup adalah badanmu sering terputus dengan kepalamu. Kepala sering memikir begini dan hati berfikir begitu. Ada konflik yang luar biasa antara keharusan-keharusan akal dan dengan nafsu didalam hati dan syahwat, maka selalu disambung dengan kesejatian, antara fikir dan dzikir, antara intelektual dengan spiritual, antara nurani dengan kecerdasan. Itu selalu dikawinkan, dinikahkan terus-menerus, nurutin kecerdasan bisa menghancurkan kehidupan orang lain, nurutin hati aja itu juga lemah. Jadi harus ada manajement interrelatif akal dengan perasaan, antara hati dan pikiran,antara kecerdasan dengan kelembutan.
Kita hanya akan melangkahkan kaki jika sudah ada kesepakatan antara kepala dengan badan kita. Kalau tidak, kita akan terkena parangnya sunan kalijogo, terputuslah leher kita dan tergeletaklah kepala dan badan kita.
Konon, ditengah-tengah megumpulkan kayu itu, parangnya mengenai seekor orong-orong dan terputus kepalanya dari badannya. Kemudian ia merasa bersalah dan memohon maaf kepada Allah, ia mengambil badan dan kepala orong-orong tersebut lalu dia sambungkan dengan satu serpihan kayu jati. Sehingga tersambung kembali leher dan badannya dan hidup kembali.
Ini adalah ajaran sunan kalijogo, dia tentu tidak melakukannya. Ini adalah simbolik, Kalau dalam bahasa jawa itu adalah sanepan, atau dalam Al-Qur an disebut amtsal.
Jadi. kalau ingin menemukan kesejatian hidup, itulah akar keseimbangan hidup, kayu untuk menyambungkan antara badan dan kepala adalah kayu jati, kayu jati bukan kayu lainnya, kayu sejati. Ini adalah simbol mencari sesuatu yang sejati, the real truth, not just the truth.
Jadi keseimbangan hidup adalah badanmu sering terputus dengan kepalamu. Kepala sering memikir begini dan hati berfikir begitu. Ada konflik yang luar biasa antara keharusan-keharusan akal dan dengan nafsu didalam hati dan syahwat, maka selalu disambung dengan kesejatian, antara fikir dan dzikir, antara intelektual dengan spiritual, antara nurani dengan kecerdasan. Itu selalu dikawinkan, dinikahkan terus-menerus, nurutin kecerdasan bisa menghancurkan kehidupan orang lain, nurutin hati aja itu juga lemah. Jadi harus ada manajement interrelatif akal dengan perasaan, antara hati dan pikiran,antara kecerdasan dengan kelembutan.
Kita hanya akan melangkahkan kaki jika sudah ada kesepakatan antara kepala dengan badan kita. Kalau tidak, kita akan terkena parangnya sunan kalijogo, terputuslah leher kita dan tergeletaklah kepala dan badan kita.
No comments: