Assiry Gombal Mukiyo, 2 Juli 2016
Untuk Bapak -Bapak Dewan Hakim Kaligrafi MTQ Nasional di NTB Mataram
dan juga seluruh pecinta Kaligrafi di tanah air saya ucapkan salam kasih
dan saya tebarkan salam cinta "Assalam Alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh".
Mohon maaf atas kelancangan saya manusia "ndeso"
yang terkutuk ini. Jika ada doa yang berbunyi
Audzubillahiminasyaithanirrajim, boleh juga diganti audzubillahi min
assiry arrajim.
Bagaimana tidak, lha wong saya tidak punya tugas
apa-apa untuk menentukan apakah Si Anu atau Si Ana masuk final atau
tidak seperti tugas yang Mulia para Hakim Kaligrafi ko berani
-beraninya, ko bisa-bisanya ikut campur urusan intern privasi Para Hakim
yang terhormat.
Saya disini betul-betul tidak memilki kapasitas
apapun sebagai Khatthatth atau Kaligrafer bahkan sebagai manusia saja
saya tidak memilki kapasitas apa -apa dalam hidup ini. Jika ada apapun
yang saya bisa omongkan tentu karena saya punya kehendak untuk berbicara
atau sekadar menulis. Mohon maaf sebelumnya jika ada kata-kata kotor
atau kurang sopan dari tulisan saya ini. Mohon dibukakan pintu maaf
selebar-lebarnya kepada Para Hakim Kaligrafi dan kawan -kawan semua.
Bapak Hakim yang terhormat, mohon maaf saya tidak menyebut Ibu Hakim
karena sepertinya tidak ada Ibu Hakim yang ikut bertugas memberikan
penilaian pada Lomba kaligrafi Nasional di NTB kali ini. Yah semoga
tahun -tahun berikutnya ada dimasukkan juga Ibu Hakim bukan "Ibu Tiri"
Sehingga saya bisa lebih lengkap memanggil Bapak dan Ibu Hakim.
MTQ Nasional tahun ini sangat luar binasa. Maaf jika saya salah menilai.
Bagaimana tidak binasa, para Kaligrafer yang bersaing dalam perhelatan
yang akbar ini banyak yang binasa, artinya mereka terkena sanksi berat
atau coretan karya dari Bapak Hakim. Entah apakah coretan dari Bapak
Hakim itu karena betul -betul salah sesuai dengan Panduan Buku Kaligrafi
Master yang mu'tabarah sehingga perlu dicoret atau karena memang
menurut asumsi pribadi dari Bapak-Bapak Hakim sendiri.
Jika saya
salah. Saya ikhlas jika dijewer secara berjamaah oleh kawan -kawan semua
tapi dengan catatan jewernya dengan cara dielus-elus saja. Saya juga
siap disumpah model apapun atau sumpah- sumpah yang lainnya misalnya
disuruh baca "Sumpah Pemuda" 100 kali juga ngga ada masalah.
Mohon
Bapak -Bapak Hakim yang mulia supaya meneliti kembali, ada beberapa
bukti Contoh foto karya peserta Lomba yang menurut saya fatal tetapi
bisa masuk final. Seolah -olah tidak ada karya lainnya yang lebih mulus
dari kesalahan penulisan atau jali dan semacamnya.
Bukti pertama
karya Kaligrafi Mushaf Putra dan Putri, maaf saya tidak sebut nama.
Coba perhatikan kembali ada lafadz "MINHUMA" yang salah penulisan
kaidah sehingga ketambahan nibrah tetapi lewat dari coretan Bapak Hakim
sekalian. Bahkan tidak tanggung -tanggung Peserta tersebut masuk finalis
dengan urutan pertama Mushaf Putra dan peringkat kedua Mushaf Putri.
Membedakan nibrah saja ngga betul-betul faham ko juara. Puji Tuhan mereka berdua kegirangan dan bahkan loncat -loncat sambil splite 10 kali karena masuk Final. Kalimat terakhir ini ngga betul, heheehee ......Jangan serius banget deh bacanya.
Membedakan nibrah saja ngga betul-betul faham ko juara. Puji Tuhan mereka berdua kegirangan dan bahkan loncat -loncat sambil splite 10 kali karena masuk Final. Kalimat terakhir ini ngga betul, heheehee ......Jangan serius banget deh bacanya.
Mohon maaf Bapak Hakim saya tidak bermaksud menggurui, saya mencoba memberikan contoh goresan yang benar seperti dalam gambar 1 yang saya foto bagaimana penulisan lafadz " MINHUMA" yang benar. Saya juga sertakan penulisan lafadz minhuma yang ditulis oleh Peserta finalis tersebut saya silang berarti itu salah fatal dalam penulisan Kaidah Khatthiyyah dan imlaiyyahnya.
Bukti kedua, dalam Kaidah Diwani ada lafad "GHAIRU"
yang huruf Ghinnya dipanjangkan, sehingga menjadikan huruf ghin itu ada
kandungan hurun lain yakni huruf Sin. Karena kaidahnya adalah apabila
ada huruf tunggal yang bersambung dan dipanjangkan kepada huruf
sesudahnya maka disitu terdapat huruf sin. Ini berbeda dengan Kaidah
Khath Diwani Jali. Mohon Dewan Hakim buka kembali referensi bukunya.
Selama bertahun -tahun saya tidak menemukan dalam karya -karya rujukan
para Maestro Kaligrafi Internasional seperti Madzhab Gaya Diwani Izzati,
Ghazlani atau Hasyimi.
Maka pertanyaan saya adalah Bapak-Bapak
Dewan Hakim mengambil rujukan tersebut dari mana mohon saya diberikan
rujukan itu untuk saya pelajari kembali. Faktanya ketika ada peserta
yang membuat karya dengan penulisan huruf Ghin pada lafadz " Ghairu",
atau Ba pada lafaz " YUBAYYINU" yang dipanjangkan tetap saja lolos dan
"cengengesan" karena masuk final. Puji Tuhan mereka juga bernasib dan
bernasab sangat baik. Mungkin karena tergantung dari amal dan ibadahnya
yang sangat baik juga.
Bukti yang ketiga, ada satu peserta yang
menulis lafadz" LILKHABIITSIINA" peserta tersebut memanjangkan pada
huruf nun. Tiba-tiba peserta tersebut Shok karena ternyata tidak masuk
final sebab penulisan nun yang dianggap jali kaidah sehingga juga
terkena coretan Bapak Hakim. Padahal 15 tahun lamanya selama saya
mengikuti MTQ Kaligrafi mulai tingkat Kabupaten dan Juara 1 Nasional hal
tersebut tidak disalahkan.
Hati
-hati menggunakan pensil untuk corat-coret, bolehlah corat -coret asal
jangan corat- coret sembarangan. Bapak-Bapak Hakim yang saya hormati
padahal menurut hemat saya huruf " NUN" dalam beberapa karya Khath
Riq'ah sesuai dengan rujukan
kaligrafer Mesir pada tulisan dan karya Majalah-Majalah Arab, banyak
sekali penggunaan huruf nun tunggal maupun nun akhir yang dipanjangkan
tersebut, bisa juga huruf "YA" atau huruf "QAF" yang dipanjangkan. Mohon
dihat kembali salah satu referensi karya Mukhtar Alim Mufidurrahman Al
Khatthath dan lainnya.
Pertanyaan saya simple jika Ghin pada kata
"Ghairu" yang dipanjangkan Ghin-nya saja anda tidak coret atau Lafadz "
Yubayyinu" yang memanjangkan ba' itu juga tidak dicoret padahal juga
tidak ada referensinya pada 3 Madzhab Gaya yang saya sebut tadi, kenapa
huruf "nun" Khat Riqah yang dipanjangkan itu dicoret dan disalahkan
meskipun tidak mu' tabarah atau tidak lazim dalam perlombaan. Kalau
memang tidak pakem, tidak lazim coret saja sekalian semuanya. Jangan
pilah -pilih !!....
Jangan mngada -ada sesuatu yang tidak ada dalam kitab kaligrfi master tersebut. Selama ini yang ada di indonesia itu banyak kaidah Khatthiyyah yang dipaksakan atau dilazimkn sehingga dianggap "benar" karena sudah biasa dipakai padahal itu salah. Ayo mari kita belajar lagi kaidah kaligrafi Khath Diwani secara pakem.
Bapak -Bapak Hakim yang mulia, Tolong diperjelas kembali Standar
penilaian yang dipakai dalam penjurian Lomba Kaligrafi tingkat Nasional
ini menggunakan Standar apa? Apakah Standar Internasional, Standar
Nasional atau standar selera Pribadi ?.
Banyak sekali yang ingin
saya tulis tetapi saya ngga enak sendiri, meskipun saya sudah enak
-enakin. Sekali lagi saya cuma " anjing" maaf, kalau hanya bisa
menggonggong. Anggap saja apa yang saya tulis ini adalah suara
gonggongan yang tidak perlu didengar, tidak juga perlu balasan dan
tanggapan dari Bapak -Bapak Hakim Kaligrafi. Kalaupun ada surat balasan
itu yang saya harapkan. Mohon jika ada surat balasan balaslah dengan
bukti dan referensi juga.
Mohon tetaplah berlalu, tetaplah menjadi Juri karena tugas anda adalah menilai karya Kaligrafi para peserta Lomba kaligrafi tingkat Nasional yang sungguh sangat bergengsi ini. Bahkan Malaikat menjadi teman setia yang terus memantau hingga terakhir penilaian usai.
Tetaplah teguh seperti peribahasa "Biarkan anjing menggonggong kafilah tetap berlalu". Meskipun melihat dan membuktikan fakta karya Finalis yang ada saya menolak dengan tegas keputusan Penilaian dan hasil Final Dewan Hakim Nasional di Mataram 2016.
Cukup dari saya Salam cinta, salam damai, salam sejahtera untuk Bapak Hakim dan seluruh pecinta Kaligrafi dimanapun berada.
Sebelum saya akhiri pesan saya untuk Para peserta Lomba Kaligrafi saya mohon bagi yang kalah dalam perlombaan ini teruslah berjuang dan tetaplah semangat jangan pernah putus asa untuk terus belajar memperbaiki diri.
Toh sesungguhnya yang disebut juara, atau eksistensi sebuah kemenangan itu hakekatnya tidak berlaku begitu sebuah pertandingan berakhir dan tanda kejuaraan disematkan kepada sang juara. Karena tidak ada satupun di dunia ini yang sejati yang perlu kita kejar mati-matian.
Wassalam alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Validasi kompetensi para dewan hakim memang sudah selayaknya segera dilakukan, selaras dengan tuntutan transparansi yang masih setengah hati.
ReplyDeleteini juga banyak terjadi di MTQ tingkat daerah (kabupaten/kotamadya, provinsi). Berharap para juri kita memiliki wawasan luas sehingga kedepannya tidak terjadi lagi. Wassalamu'alaikum
ReplyDeleteAssalamu'alaikum, WR. WB. Wallohu a'lam. Selain kompetensi dan wawasan dewan hakam, indefendensi dan sportifitas dewan hakam juga perlu diuji, jangan sampai ashobiyah menyelimuti dewan hakam. karena pesertanya berasal dari daerah dan wilayah mereka, maka mereka bela-belain biar menang, al-hasil ketika ikut kompetisi ke tingkat yang lebih tinggi, si juara ga' pernah dilirik dewan hakam, karena sebenarnya di tingkat yang lebih rendah udah ga layak menang... Wallohu a'lam
ReplyDeleteAssalamu Alaikum Wr
ReplyDeleteSebelumnya saya mohon maaf.setelah membaca postingan tersebut saya juga mau komentar. Dewan Hakim juga manusia biasa tidak luput dari khilaf.sehingga boleh jadi penilaian dewan hakim ada yang keliru. tapi kita perlu pertimbangkan kembali bahwa dewan hakim yang menilai itu bukan hanya 1 atau 2 orang saja mereka pun diskusi untuk menentukan karya terbaik. jadi menurut saya kita serahkan saja semuanya kepada dewan hakim apapun keputusannya kita harus terima. Puas dan tidak puas itu sangat sering didapatkan. komentar tentang karya karya yang lomba sudah sangat sering diperdebatkan. menurut saya sudahlah karena saat kita pun diberi amanah untuk ini saya pun tidak bisa jamin akan puas dengan penilaian kita. Demikian tanggapan saya. saya berharap suatu ketika pun antum diberi amanah menjadi dewan hakim saya yakin kasus seperti ini bisa juga terjadi ke anda. Wassala