SUARA MERDEKA, 09 Juli 2015
SOSOK Muhammad Assiry Jasiri (36) memandang bulan Ramadan tak sekadar menjadi bulan penuh rahmat dan ampunan.
Bulan suci ini bagi pendiri Pondok Pesantren Seni Rupa dan Kaligrafi Al Quran (PSKQ) Kudus, adalah bulan penuh kreativitas.Assiry yang juga seniman kaligrafi ini mengaku lebih kreatif selama Ramadan. Banyak karya yang mampu dihasilkan, bersama para santrinya.
Ramadan tahun ini misalnya. Pemilik Assiry Art Galery Kudus ini tengah khusyuk bereksperimen dengan sampah. Berbagai sampah seperti ijuk tali, daun atau pelepah pisang, bambu, kantong sak, kertas, digunakan untuk membuat karya kaligrafi.
Di tangannya, berbagai sampah tersebut disulap menjadi karya kaligrafi nan indah. Tak disangka, peminat kaligrafi berbahan sampah ternyata cukup banyak. ‘’Sejak kami pajang karya di situs kami, banyak pesanan dari luar Jawa seperti Sumatera, Kalimantan, dan juga dari sejumlah daerah di Jawa melalui situs online yang kami kelola,’’ katanya, Rabu (8/7). Seni dan kaligrafi menjadi dunia tak terpisahkan bagi Assiry.
Kaligrafi pula lah yang membesarkan namanya, sekaligus menghidupi keluarga dan ratusan santri. Masih lekat dalam ingatannya ketika salah seorang pembeli mengincar salah satu karyanya, sekitar 2005 lalu. Calon pembeli asal Pati itu mengaku memiliki bangunan yang juga difungsikan sebagai sarang burung walet. Namun bertahun-tahun sarangnya sepi dari burung walet.
Pria itu mengaku tertarik dengan karya kaligrafi surat Al Waqiah karya Assiry dan berencana memasangnya di bangunan rumah waletnya. ‘’Tak berselang lama pembeli itu mengabarkan jika rumah walet yang sebelumnya sepi, berubah menjadi banyak burungnya. Usahanya pun berkembang.
Mungkin ini yang dinamakan berkah ayat suci Alquran,’’ katanya. Prestasi Assiry sebagai seniman kaligrafi memang cukup mentereng. Bapak empat anak ini menyabet juara ASEAN (2002) dan juara nasional (2003). Suami Anik Ardiani itu bahkan menyabet juara pertama ASEAN tiga kali berturut-turut hingga tahun 2006.
Proyek Kaligrafi
Assiry juga terlibat proyek pembuatan kaligrafi di kubah atau dinding masjid di Jawa hingga Sumatera. Sebelum mendirikan PSQK, Assiry lebih dulu membentuk Kuass (Komunitas Seni Kudus) tahun 2004. Setelah menikah setahun berikutnya, Assiry bertekad mendirikan pesantren khusus seni kaligrafi.
Tahun 2007, PSKQ didirikan di rumahnya di RT 3 RW 1, Desa Undaan Lor, Kecamatan Undaan. Sejak berdiri, PSKQ telah meluluskan ratusan santri dari berbagai daerah di Indonesia. Uniknya, para santri tidak dipungut biaya bulanan. Para santri hanya dikenai biaya uang pangkal, yang dikembalikan lagi untuk akomodasi selama di pondok. Program pembelajaran seni kaligrafi menggunakan standar internasional.
Bahasa Arab dan Inggris menjadi bahasa pengantar selama pembelajaran. Pembelajaran didesain rampung selama satu tahun. Santri yang dinilai belum layak lulus, diperbolehkan mengulang di tahun berikutnya. Para santri senior pun dilibatkan dalam proyekproyek yang dikerjakan Assiry. Hasil dari proyek dan unit usaha lain yang dikelola Assiry itu lah yang sebagian diputar untuk operasional PSKQ.
Meski memiliki banyak tanggungan, Assiry mengaku hidupnya banyak diberi kemudahan. Ia mencontohkan, awalnya ragu usaha restoran yang belum lama ini dibukanya bisa tetap bertahan selama Ramadan. Ia pun nekat buka usaha pukul 14.00. ‘’Niatnya iseng memancing orang mukah (membatalkan puasa). Ternyata benar banyak yang datang ke restoran.
Banyak yang pesan tempat atau membungkus makanan untuk berbuka di rumah. Allah memang maha adil,’’ katanya. Assiry mengaku banyak membuka cabang usaha karena terinspirasi kiai kuno yang tidak pernah membebani santrinya.
Bahkan para kiai kuno rela menggadaikan barang-barangnya untuk keberlangsungan pondok pesantren, maupun membantu para santrinya. Ia bersyukur diberi kemudahan jalan untuk mendalami seni kaligrafi, sehingga mampu memberi lapangan pekerjaan bagi orang lain. Belajar seni kaligrafi tak melulu menyangkut bakat seseorang. ‘’Bakat itu hanya satu persen, sisanya adalah usaha,’’ katanya. (Saiful Annas-90)
No comments: