PSKQ Modern, 10 Desember 2018
Ma’rifat adalah “mengerti dan mengenal”. Mengerti belum tentu mengenal, tapi kalau mengenal sudah pasti mengerti. Jadi ma’rifat
di sini adalah mengenal Allah Swt., seperti halnya kita mengetahui
sifat-sifatNya, baik yang wajib, mustahil dan jaiz. Tapi pengenalan itu
baru pondasi. Untuk mengenal lebih jauh kita harus sering-sering
mendekati Allah Swt. agar Allah juga mendekat dengan kita.
Makhluk Allah banyak yang mengerti tapi tidak mengenal Allah. Dengan
ilmu ma’rifat ini, kita belajar mengenal Allah dan Allah pun akan
mengenali kita. Tapi tidak semudah yang kita bayangkan, diperlukan
ritual-ritual khusus untuk bisa lebih dekat dengan Allah dan agar kita
juga tidak lalai dengan Allah.
Bila dalam mengenal Allah kita
sudah dapat saling mengenal, berarti kita sudah semakin dekat dengan
Allah. Tapi pasti pengenalan seseorang dengan Allah berbeda-beda,
tergantung dengan tahapan-tahapannya. Itulah pentingnya wirid untuk
mencapai tingkatan kema’rifatan yang tinggi.
Sebenarnya dalam
thariqah yang dikhususkan adalah cara membersihkan hati,
tashfiyatulqulub atau tazkiyatunnufus. Sedangkan bacaan-bacaannya
(wiridan) adalah sebagai nilai tambahan untuk pendekatan kepada Allah
Swt.
Thariqah sebagian besar adalah mengamalkan kalimat “La
ilaha illallah” atau kalimat “Allah” sebanyak-banyaknya sesuai ketentuan
oleh thariqah itu sendiri. Ada yang mewiridkan secara sirr (dalam hati
atau pelan) dan ada pula yang mewiridkannya secara jahr (keras).
Wirid yang paling baik sebenarnya adalah membaca al-Quran, karena dalam
hadits dijelaskan bahwa “Barangsiapa ingin berdialog dengan Allah, maka
bacalah al-Quran”. Dialog dengan Tuhan adalah wirid yang paling indah.
Kemudian membaca kalimat thayibah seperti lafadz “La ilaha illallah”,
maka Allah akan menjamin surga bagi para pembaca kalimat tersebut.
Kemudian lafadz-lafadz yang lainya seperti istighfar, shalawat, tahmid,
tasbih, asmaul husna, karena itu semua juga adalah kalimat-kalimat yang
sering dibaca oleh Rasulullah Saw. dan kalimat-kalimat tersebut adalah
kalimat yang biasa dibaca oleh para jamaah thariqah.
Memang tidak
dapat kita pungkiri bahwa, thariqah juga amalan yang tidak gampang
untuk dijalani. Karena apabila terjadi kelalaian dalam pengerjaannya
kita akan berdosa, sebab amalan dalam thariqah adalah suatu keharusan
(kewajiban) untuk dikerjakan. Tapi kalau dilihat dari segi positifnya
memang thariqah tersebut adalah proses kita untuk lebih mengenali Allah.
Disamping itu, thariqah dapat melepaskan kedua penyakit hati
yang ada pada diri kita; untuk mengatasi kealpaan dalam hati dan
menghilangkan noktah atau kotoran yang ada. Sebab amalan dalam thariqah
adalah kewajiban maka orang akan berhutang apabila tidak mengerjakan
amalan tersebut, dan akan mengerjakannya walaupun dalam keadaan apapun.
Dan thariqah juga dapat menghapus hijab pembatas yang terdapat dalam
dirinya yang mengakibatkan sifat lalai serta banyak lupa kepada Allah
Swt.
Kalau seseorang ingin hatinya bersih dan membersihkan hati
setidaknya orang tersebut mempunyai ketertarikan terhadap thariqah
tersebut, karena kalau dilihat dari fungsi thariqah adalah menghapuskan
kotoran dalam hati dengan selalu mengamalkan dzikirnya. Karena dari
dzikir tersebut orang akan selalu tenang dan sabar dalam menghadapi
setiap masalah yang ia hadapi, karena orang tersebut akan selalu merasa
dekat dengan Allah.
Kaitan Thariqah dan Syariat
Kalau kita
pahami lebih lanjut, thariqah dan syariat sebenarnya memang tidak dapat
dipisahkan, karena tujuan keduanya sama yaitu mendekatkan diri kepada
Allah Swt. Karena ketika seseorang berthariqah tetapi ia meninggalkan
syariat, maka itu juga salah karena ia telah meninggalkan kewajibannya.
Thariqah adalah buah dari syariat. Jadi kalau berthariqah tidak boleh
lepas dari pintunya dahulu yaitu syariat. Karena syariatlah yang
mengatur tentang kehidupan kita, dengan menggunakan hukum, dari mulai
aqidah, keimanan, keislaman, sehingga kita beriman kepada Allah,
malaikat, kitab Allah, para rasul, hari akhir, takdir yang baik dan
buruk. Dan dengan syariat pula kita mengetahui rukun Islam, yaitu dua
kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji.
Setelah kita
dapat menjalankan syariat dengan baik, dan kita sudah memgetahui
hukum-hukum dalam syariat maka kita baru menuju pada tingkatan yang
lebih tinggi, yaitu menuju thariqah dan belajar untuk mengenal Allah.
Maksudnya bahwa thariqah adalah tingkatan bagi orang yang sudah cukup
ilmunya, terutama yang sudah diwajibkan syariat. Karena tidak semua
orang langsung dapat menuju pada tingkat thariqah.
Orang yang
menuju thariqah haruslah mengetahui Allah, seperti mengetahui tentang
sifat wajib dan mustahil Allah, dan juga mengetahui sifat mumkin (jaiz)
Allah. Orang tersebut juga mengetahui tentang hukum-hukum dalam
beribadah, seperti rukun wudhu, rukun iman, hal-hal yang membatalkan
wudhu, rukun shalat serta hal-hal yang membatalkan dalam shalat. Dan
juga orang tersebut dapat membedakan mana yang halal dan yang haram.
Bilamana hal-hal tersebut sudah dapat terpenuhi maka tidak ada salahnya
apabila orang tersebut masuk ke dalam thariqah.
Antisipasi dalam Berthariqah
Perlu diketahui juga bahwa sufisme itu sudah tidak asing lagi di
kalangan kita, dan telah menjadi warna di kota-kota besar di beberapa
negara. Jika kita tertarik pada thariqah atau perkumpulan dzikir
tertentu, kita juga harus mengetahui tentang perkumpulan tersebut.
Karena di jaman sekarang banyak organisasi-organisasi yang
mengatasnamakan Islam untuk kepentingan mereka dan menyelewengkan
tentang hukum-hukum yang telah ditetapkan.
Maka untuk
mengantisipasi hal tersebut, yang perlu kita lakukan adalah seperti
apakah thariqah tersebut dan siapakah yang memimpin thariqah tersebut.
Meskipun dalam dzikir yang dibaca itu memang dari Rasulullah Saw., namun
terkadang ada kelompok yang menyelewengkannya atau menyimpang dari
ajaran sehingga keluar dari jalan yang benar dan menyesatkan.
Pada thariqah yang kita perlu ketahui dahulu adalah alirannya, semissal
thariqah Qadiriyah, Syadziliyah, Syatariyah dan lain sebagainya. Menurut
data yang ada pada Jam’iyyah Ahlit Thariqah al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah
(JATMAN), jumlah thariqah yang diakui itu ada sekitar 70 thariqah.
Penegasan muktabar atau tidaknya sebuah thariqah tentu harus melalui
suatu penelitian. Pertama dari ajarannya, kemudian dari ketentuan
wiridnya tergolong ma’tsur atau tidak, dan yang ketiga memiliki silsilah
atau mata rantai dengan guru yang jelas hingga pada pendiri thariqah
tersebut.
Guru thariqah yang merupakan guru ruhani itu haruslah
orang yang mengerti tentang agama. Jika tidak mengerti maka bisa
diragukan kapasitas keguruannya. Sebab bagaimana ia bisa memimpin suatu
organisasi ritual dan keruhanian sementara ia tidak mengerti tentang
agama? Sebab orang yang telah menapak jalur thariqah haruslah sudah
sempurna syariatnya dan guru tersebut juga telah menjalankan semua
kewajiban agama bahkan termasuk shalat sunnahnya. Hal ini juga terkait
dengan akhlak sang guru. Seseorang dianggap mengerti tentang ilmu agama
minimal bisa dilihat dari bacaan al-Qurannya. Sebab seorang ulama diukur
pertama kalinya dari pemenuhan syarat menjadi imam shalat antara lain
dari kefasihannya membaca ayat-ayat al-Quran.
Memang dalam
kenyataannya, terkadang banyak orang yang bingung tentang thariqah, ada
yang ingin masuk tetapi belum sampai pada tingkatan tersebut dan juga
belum mengetahui tentang pentingnya berthariqah. Perlu kita ketahui,
jika kita masuk pada thariqah maka keimanan kita akan terbimbing.
Disitulah peran para guru mursyid, sehingga tingkatan tauhid kita,
ma’rifat kita tidak salah dan tidak sembarangan menempatkan diri sebab
ada bimbingan dari mursyid tersebut.
Antara Berthariqah dan Tidak
Bagaimana dengan orang yang tidak berthariqah? Syarat berthariqah itu
harus mengetahui syariatnya dahulu, artinya kewajiban-kewajiban yang
harus dimengerti oleh setiap individu sudah dapat dipahami. Diantaranya
hak Allah Swt., lalu hak para rasulNya. Setelah kita mengenal Allah dan
RasulNya kita perlu meyakini apa yang telah disampaikannya, seperti
rukun Islam, yaitu membaca syahadat, mengerjakan shalat, melaksanakan
puasa, berzakat bagi yang cukup syaratnya, serta naik haji bagi yang
mampu. Begitu juga mengetahui rukun iman, serta beberapa tuntunan Islam
seperti shalat, wudhu dan lain-lain.
Orang yang menempuh jalan
kepada Allah dengan sendirinya, tentu tidak sama dengan orang yang
menempuh jalan kepada Allah secara bersama-sama yaitu melalui seorang
mursyid. Sebagai contoh kalau kita ingin ke Mekkah dan kita belum pernah
ke Mekkah dan belum mengenal Mekkah, tentu berbeda dengan orang yang
datang ke tempat tersebut dengan disertai pembimbing atau mursyid.
Orang yang tidak mengenal sama sekali tempat tersebut, karena meyakini
berdasarkan informasi dan kemampuannya maka itu sah-sah saja. Namun bagi
orang yang disertai mursyid akan lebih runtut dan sempurna, karena
pembimbing tadi sudah berpengalaman dan akan mengantar ke rukun yamani,
sumur zamzam, makam Ibrahim, dan lain-lain. Meski orang tersebut sudah
sampai ke Ka’bah namun apabila tidak tahu rukun yamani, dia tidak akan
mampu untuk thawaf karena tidak tahu bagaimana memulainya.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa seseorang yang ingin berthariqah haruslah
melalui para guru atau mursyid, agar jalan yang ditempuh dapat berjalan
dengan baik dan bisa mendekatkan diri kepada Allah sedekat mungkin.
Agama Islam adalah agama yang fleksibel, yaitu maksudnya bahwa agama
Islam tidak memberatkan kepada umatnya tentang suatu ibadah. Dalam arti
orang Islam melakukan suatu ibadah itu menurut kemampuannya
masing-masing, karena kemampuan seseorang dengan orang yang lain tentu
berbeda-beda. Itulah sebabnya mengapa tingkatan-tingkatan seseorang
dalam beribadah kepada Allah pun berbeda-beda pula. Memang tujuannya
sama, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah, akan tetapi tentu
hasilnya akan berbeda menurut dengan usaha yang dilakukan.
Dalam
beribadah tentu sekelompok orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam
mencapai kesempurnaan untuk dapat mengerti Allah dan dekat dengan Allah
Swt. Cara-cara tersebut sah-sah saja asal tidak keluar dari jalur yang
telah ditentukan oleh syariat, dan tidak menyesatkan.
Kaitan Thariqah dan Tasawuf
Tasawuf adalah salah satu usaha peniadaan diri, yaitu menyerahkan
seluruh jiwa dan raga hanya untuk mengabdi kepada Allah Swt. Itulah cara
yang kebanyakan ditempuh oleh seorang sufi, melalui ritual-ritual
khusus dan amalan-amalan yang berbeda-beda pula. Amalan-amalan tersebut
ditunjukan untuk menyanjung Allah dan mengakui kebesaran Allah Swt.
Allah adalah Dzat yang Mahapengasih dan penyayang. Barangsiapa yang
ingin berusaha dengan sungguh-sungguh pasti Allah akan mengabulkannya.
Thariqah itu min ahli la ilaha illallah, dimana ajarannya mencermikan
setelah kita iman dan Islam lalu ihsan. Makna ihsan dalam hal ini adalah
menyembahlah kepada Allah seolah-olah kita melihat Allah. Kalau tidak
mampu, kita harus yakin bahwa kita sedang dilihat Allah Swt. Dengan
merasa didengar dan dilihat oleh Yang Maha Kuasa, itu akan mengurangi
perbuatan-perbuatan yang merugikan dirinya sendiri apalagi kepada orang
lain. Karena kita malu, takut kepada Yang Maha Kuasa.
Tasawuf itu
sendiri berfungsi untuk menjernihkan hati dan membersihkan hawa nafsu
dari berbagai sifat yang dimiliki manusia, utamanya sifat kesombongan
yang disebabkan oleh banyak hal. Jika ajaran tasawuf itu diamalkan,
tidak ada yang namanya saling dengki dan saling iri, justeru yang muncul
adalah saling mengisi.
Tasawuf itu buah dari thariqah. Pakaian
thariqah adalah tasawuf yang bersumberkan dari akhlak dan tatakrama
(adab). Contohnya, orang masuk kamar mandi dengan kaki kiri terlebih
dahulu, masuk masjd mendahulukan kaki kanan, dll. Itu semua ajaran
tasawuf. Contoh lain, sebelum makan baca Basmalah dan setelah selesai
baca Hamdalah. Apa yang diajarkan dalam tasawuf sebagai bentuk rasa
terimakasih kepada yang memberi rejeki. Kita ambil satu butir nasi yang
terjatuh, karena kita sadar bahwa kita tidak bisa membuat butir nasi,
lalu kita bersyukur. Itu semua ajaran tasawuf.
Nah, kalau syariat
itu terbatas. Maka jika syariat yang diberlakukan, orang mabuk tidak
boleh berdekatan dengan orang Muslim. Kalau tasawuf tidak demikian,
mereka harus diajak bicara, mengapa mereka mabuk. Kita tidak boleh
tunduk dengan pejabat karena ada alasan tertentu, akan tetapi kita wajib
menjaga wibawa pejabat di hadapan umum, sekalipun dengan pribadi kita
ada ketidakcocokan. Akan tetapi jangan asal tabrak. Ini semua juga
ajaran tasawuf.
Berthariqah dan Batasan Usia
Jika belajar
dzikir kepada Allah Swt. menunggu sudah tua, iya kalau umurnya sampai
tua. Bagaimana kalau masih muda meninggal? Yang terpenting adalah mereka
mengerti tata urutan berthariqah, mengerti syarat dan rukunnya dulu
seperti masalah wudhu dan shalat, mengerti sifat wajib, jaiz dan
mustahil Allah, mengetahui halal dan haram.
Kalau menertibkan
hati menunggu tua, nanti terlanjur hati berkarat tebal. Maka sejak usia
muda seyogyanya mereka mulai mengamalkan ajaran thariqah, seperti MATAN
(Mahasiswa Ahlit Thariqah An-Nahdliyyah).
Apakah boleh mengikuti
baiat thariqah, padahal masih belajar ilmu syariat? Setiap Muslim tentu
boleh, bahkan harus, berusaha menjaga serta meningkatkan kualitas iman
dan Islam di hatinya dengan berbagai cara. Salah satunya dengan
berthariqah. Namun berthariqah sendiri bukan hal yang sangat mudah.
Karena, sebelum memasukinya, seseorang harus terlebih dulu mengetahui
ilmu syariat. Tapi juga bukan hal yang sangat sulit, seperti harus
menguasai seluruh cabang ilmu syariat secara mumpuni.
Yang
diprasyaratkan untuk masuk thariqah hanya pengetahuan tentang hal-hal
yang paling mendasar dalam ilmu syariat. Dalam aqidah, misalnya, ia
harus sudah mengenal sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah. Dalam
fiqih, ia sudah mengetahui tata cara bersuci dan shalat, lengkap dengan
syarat, rukun, dan hal-hal yang membatalkannya, serta hal-hal yang
dihalalkan atau diharamkan oleh agama.
Jika dasar-dasar ilmu
syariat sudah dimiliki, ia sudah boleh berthariqah. Tentu saja ia tetap
mempunyai kewajiban melengkapi pengetahuan ilmu syariatnya yang bisa
dikaji sambil jalan. Syariat lainnya adalah umur yang cukup (minimal 8
tahun), dan khusus bagi wanita yang berumah tangga harus mendapat izin
dari suami. Jika semuanya sudah terpenuhi, saya mengimbau segeralah ikut
thariqah.
Semua thariqah, asalkan mu’tabarah, ajarannya murni
dan silsilahnya bersambung sampai Rasulullah Saw., sama baiknya. Karena
semua mengajarkan penjagaan hati dengan memperbanyak dzikrullah,
istighfar dan shalawat. Yang terpenting, masuklah thariqah dengan niat
agar kita bisa menjalankan ihsan. Jangan masuk thariqah karena
khasiatnya atau karena cerita kehebatan guru-guru mursyidnya.
(*Ibj, dikompilasi dari ceramah-ceramah Maulana Habib Luthfi bin Yahya)
Sumber: fanpage fb Habib Muhammad Luthfi bin Yahya
No comments: