Assiry gombal mukiyo, 26 Juni 2017
Bagi saya berlebaran itu mudah tetapi yang sulit adalah beridul fitri. Karena saya memaknai Idul Fitri lebih mendalam, substansial, dan filosofis.
Idul Fitri artinya adalah kembali kepada fitrah atau kembali ke asal muasal. Ibarat manusia, lahir menjadi bayi kembali.
Selama Ramadan, manusia diminta untuk tidak makan, tidak minum, tidak mengumbar hawa nafsu dan hal-hal yang melanggar dosa lainnya. Artinya, manusia diminta untuk mengikis diri yang serba material dan itu bisa apa saja: Makanan lezat, minuman, Seks, dan lainnya.
Dengan mengikis diri, manusia diajak untuk melakukan dematerialisasi atau ruhanisasi yang pada akhirnya bisa kembali kepada Tuhan yang Maha Esa. Setelah proses menuju Allah tercapai, maka diri ini adalah sebenar -benarnya fitri kembali.
Idul Fitri mestinya tidak ada. Sebab, setelah proses puasa Ramadan berhasil mencapai Tuhan dari hasil pengikisan diri, maka secara otomatis manusia akan fitri, fitrah, kembali ke asal muasal, yaitu Tuhan itu sendiri.
Namun, manusia diakui punya dua sisi fitrah, yaitu wadag (material) dan ruh (imaterial). Dengan demikian, idul fitri yang artinya hari pesta atau yaumul haflah diperlukan untuk merayakan hari kemenangan pada sisi wadag. Tetapi pada sisi ruh kita mengupayakan terus-menerus menggerakkan hati, fikiran dan seluruh gerak badan menuju kepada yang diridhaiNya. Ini yang susah.
Lagipula, Nabi Muhammad Saw sudah menetapkan Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 1 Syawal sebagai hari raya umat Islam sedunia. Semoga, kita bisa mencapai fitrah dalam merayakan Idul Fitri dan maaf memaafkan agar secara horizontal pun hubungan kita kepada sesama manusia memperoleh ridhanya. Inilah satu maqam dimana kita menuju kepada idul fitri secara ruh yang hakiki.
Semoga segala jerih payah beribadah kita pada ramadhan ini diterima oleh Allah, Amiiin.
Selama Ramadan, manusia diminta untuk tidak makan, tidak minum, tidak mengumbar hawa nafsu dan hal-hal yang melanggar dosa lainnya. Artinya, manusia diminta untuk mengikis diri yang serba material dan itu bisa apa saja: Makanan lezat, minuman, Seks, dan lainnya.
Dengan mengikis diri, manusia diajak untuk melakukan dematerialisasi atau ruhanisasi yang pada akhirnya bisa kembali kepada Tuhan yang Maha Esa. Setelah proses menuju Allah tercapai, maka diri ini adalah sebenar -benarnya fitri kembali.
Idul Fitri mestinya tidak ada. Sebab, setelah proses puasa Ramadan berhasil mencapai Tuhan dari hasil pengikisan diri, maka secara otomatis manusia akan fitri, fitrah, kembali ke asal muasal, yaitu Tuhan itu sendiri.
Namun, manusia diakui punya dua sisi fitrah, yaitu wadag (material) dan ruh (imaterial). Dengan demikian, idul fitri yang artinya hari pesta atau yaumul haflah diperlukan untuk merayakan hari kemenangan pada sisi wadag. Tetapi pada sisi ruh kita mengupayakan terus-menerus menggerakkan hati, fikiran dan seluruh gerak badan menuju kepada yang diridhaiNya. Ini yang susah.
Lagipula, Nabi Muhammad Saw sudah menetapkan Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 1 Syawal sebagai hari raya umat Islam sedunia. Semoga, kita bisa mencapai fitrah dalam merayakan Idul Fitri dan maaf memaafkan agar secara horizontal pun hubungan kita kepada sesama manusia memperoleh ridhanya. Inilah satu maqam dimana kita menuju kepada idul fitri secara ruh yang hakiki.
Semoga segala jerih payah beribadah kita pada ramadhan ini diterima oleh Allah, Amiiin.
No comments: