Assiry gombal mukiyo, 31 Desember 2016
Jumat malam 31 Desember 2016 saya bersama Ustadz Toha Putra asli Medan dan Ustadz.Fandi Kepulauan Riau ngariung dan "Kopdar bareng" di goebok coffe Jogya.
Tepat pukul 00.00 WIB kami bertiga berkumpul sambil menikmati kopi Medan yang aduhai mantap. Pertemuan tersebut bukan untuk membahas para demit, jin atau bangsa gaib lainnya. Lagian meeting kok tengah malam ini kan asumsinya bahwa waktu tersebut adalah waktu demit dan jin yang baru sibuk -sibuknya beraktifitas.
Anggap saja kami bertiga adalah teman dan karibnya para jin atau demit karena jarang tidur malam. Bagi saya sendiri tidur hanya urusan merebahkan badan biar otot dan persendian tidak terlalalu penat, maka saya bisa "ngglosor" dan tidur dimana saja entah dua atau maksimal 3 jam sudah cukup setiap hari.
Tetapi bagi kami bertiga pertemuan tersebut adalam momentum dan menjadi tonggak sejarah dilahirkannya Pesantren Kaligrafi dan Multimedia ( PKM ) di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Menurut C.D Hardie dalam buku monografnya Truth and Fallacy in Educational Theory (1941), menyatakan bahwa pendidikan itu mendidik seseorang dengan alami (nature), bahwa seorang guru harus bertindak sebagai tukang kebun yang membina tumbuhan secara alami dan tidak melakukan hal hal yang tidak alamiah.
Saya meyakini betul bahwa langkah Ustaz Toha Putra untuk mendirikan Pesantren Kaligrafi digabung dengan konsep Multimedia adalah pilihan tepat. Ia bisa menjadikan kader -kader binaan dan murid- muridnya sebagai tanaman di kebun yang mulai proses pembibitan hingga berbuah menjadi cita dan harapan yang mulia.
Apalagi jogya tidak lepas dari image kota pendidikan yang menjadi gudangnya para pelukis kaligrafi kenamaan seperti Syaiful Adnan, Amri Yahra, Robert Nasrullah, Hendra Buana, Yudi dll. Jogya juga sangat berpotensi melahirkan kaligrafer dan Seniman -Seniman Muslim yang memilki talenta Kaligrafi juga menguasai teknologi dengan dihuni jutaan mahasiswa yang berasal dari hampir seluruh propinsi di Indonesia dan manca negara.
Apalagi beberapa bulan terakhir ini wacana Kaligrafi Digital sudah ramai digagas untuk dimasukkan kedalam cabang Lomba Kaligrafi MTQ Nasional oleh para Tokoh Kaligrafi Indonesia yang diprakarsai oleh Dr. KH. Didin Sirajuddin AR, M.Ag. Maka pendirian pesantren yang saya kompori tersebut semoga menjadi awal kebangkitan para Seniman Kaligrafi Jogya yang tentu bisa meluas ke propinsi lainnya agar terus berbenah dalam proses pengembangan kaligrafi di Indonesia.
Saya selalu memposisikan sebagai "kompor" yang terus mengobarkan api semangat untuk siapa saja agar terus menaburkan cahaya kaligrafi Al Quran dimanapun berada. Sudah 1 tahun berlalu Workshop Kaligrafi UIN Kalijaga yang bekerjasama dengan PSKQ Modern berjalan sehingga terus meracuni sàraf dan mindset para peserta Workshop Kaligrafi. Saya terus menekankan prinsip agar terus menebarkan virus -virus keindahan kaligrafi kepada siapa saja, terus belajar dan mengajarkannya. Mengajar kaligrafi itu tidak perlu menunggu bagus dan dapat ijazah kaligrafi baru mengajar. Karena dengan mengajarpun sebenarnya kita juga belajar. Lambat laun asal kita rajin belajar dengan telaten insyaallah semua kita akan kuasai setiap ragam gaya kaligrafi tersebut.
Saya bersyukur dipertemukan dengan sahabat -sahabat di UIN Kalijaga. Bersama Workshop Kaligrafi yang diselenggarakan Al Mizan bekerja sama dengan PSKQ Modern akhirnya terus melahirkan kader -kader yang terus benderang berkilauàan cahayanya. Sejak saat itulah sebut saja Ustaz Toha telah berhasil mendirikan Sanggar Kursus Kaligrafi dan Jasa Kaligrafi Al Jamahir Art yang ia dirikan pada hari Senin tgl 10 Oktober 2016, dengan membuka pelatihan kaligrafi perdana secara formal.
Sebelum mendirikan Al Jamahir Art Bang Toha panggilan akrabnya yang baru selesai wisuda di UIN Kalijaga beberapa bulan yang lalu adalah Koordinator kaligrafi UIN Kalijaga AL Mizan 2012-2013. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua 1 Al Mizan 2013-2014.
Semoga Kaligrafi semakin meriah dan membumi di bumi pertiwi, Amiiin.
Jumat malam 31 Desember 2016 saya bersama Ustadz Toha Putra asli Medan dan Ustadz.Fandi Kepulauan Riau ngariung dan "Kopdar bareng" di goebok coffe Jogya.
Tepat pukul 00.00 WIB kami bertiga berkumpul sambil menikmati kopi Medan yang aduhai mantap. Pertemuan tersebut bukan untuk membahas para demit, jin atau bangsa gaib lainnya. Lagian meeting kok tengah malam ini kan asumsinya bahwa waktu tersebut adalah waktu demit dan jin yang baru sibuk -sibuknya beraktifitas.
Anggap saja kami bertiga adalah teman dan karibnya para jin atau demit karena jarang tidur malam. Bagi saya sendiri tidur hanya urusan merebahkan badan biar otot dan persendian tidak terlalalu penat, maka saya bisa "ngglosor" dan tidur dimana saja entah dua atau maksimal 3 jam sudah cukup setiap hari.
Tetapi bagi kami bertiga pertemuan tersebut adalam momentum dan menjadi tonggak sejarah dilahirkannya Pesantren Kaligrafi dan Multimedia ( PKM ) di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Menurut C.D Hardie dalam buku monografnya Truth and Fallacy in Educational Theory (1941), menyatakan bahwa pendidikan itu mendidik seseorang dengan alami (nature), bahwa seorang guru harus bertindak sebagai tukang kebun yang membina tumbuhan secara alami dan tidak melakukan hal hal yang tidak alamiah.
Saya meyakini betul bahwa langkah Ustaz Toha Putra untuk mendirikan Pesantren Kaligrafi digabung dengan konsep Multimedia adalah pilihan tepat. Ia bisa menjadikan kader -kader binaan dan murid- muridnya sebagai tanaman di kebun yang mulai proses pembibitan hingga berbuah menjadi cita dan harapan yang mulia.
Apalagi jogya tidak lepas dari image kota pendidikan yang menjadi gudangnya para pelukis kaligrafi kenamaan seperti Syaiful Adnan, Amri Yahra, Robert Nasrullah, Hendra Buana, Yudi dll. Jogya juga sangat berpotensi melahirkan kaligrafer dan Seniman -Seniman Muslim yang memilki talenta Kaligrafi juga menguasai teknologi dengan dihuni jutaan mahasiswa yang berasal dari hampir seluruh propinsi di Indonesia dan manca negara.
Apalagi beberapa bulan terakhir ini wacana Kaligrafi Digital sudah ramai digagas untuk dimasukkan kedalam cabang Lomba Kaligrafi MTQ Nasional oleh para Tokoh Kaligrafi Indonesia yang diprakarsai oleh Dr. KH. Didin Sirajuddin AR, M.Ag. Maka pendirian pesantren yang saya kompori tersebut semoga menjadi awal kebangkitan para Seniman Kaligrafi Jogya yang tentu bisa meluas ke propinsi lainnya agar terus berbenah dalam proses pengembangan kaligrafi di Indonesia.
Saya selalu memposisikan sebagai "kompor" yang terus mengobarkan api semangat untuk siapa saja agar terus menaburkan cahaya kaligrafi Al Quran dimanapun berada. Sudah 1 tahun berlalu Workshop Kaligrafi UIN Kalijaga yang bekerjasama dengan PSKQ Modern berjalan sehingga terus meracuni sàraf dan mindset para peserta Workshop Kaligrafi. Saya terus menekankan prinsip agar terus menebarkan virus -virus keindahan kaligrafi kepada siapa saja, terus belajar dan mengajarkannya. Mengajar kaligrafi itu tidak perlu menunggu bagus dan dapat ijazah kaligrafi baru mengajar. Karena dengan mengajarpun sebenarnya kita juga belajar. Lambat laun asal kita rajin belajar dengan telaten insyaallah semua kita akan kuasai setiap ragam gaya kaligrafi tersebut.
Saya bersyukur dipertemukan dengan sahabat -sahabat di UIN Kalijaga. Bersama Workshop Kaligrafi yang diselenggarakan Al Mizan bekerja sama dengan PSKQ Modern akhirnya terus melahirkan kader -kader yang terus benderang berkilauàan cahayanya. Sejak saat itulah sebut saja Ustaz Toha telah berhasil mendirikan Sanggar Kursus Kaligrafi dan Jasa Kaligrafi Al Jamahir Art yang ia dirikan pada hari Senin tgl 10 Oktober 2016, dengan membuka pelatihan kaligrafi perdana secara formal.
Sebelum mendirikan Al Jamahir Art Bang Toha panggilan akrabnya yang baru selesai wisuda di UIN Kalijaga beberapa bulan yang lalu adalah Koordinator kaligrafi UIN Kalijaga AL Mizan 2012-2013. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua 1 Al Mizan 2013-2014.
Semoga Kaligrafi semakin meriah dan membumi di bumi pertiwi, Amiiin.
No comments: