Oleh: Didin Sirojuddin AR
Profesi adalah “bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Kaligrafer profesional adalah orang hebat yang telah memilih kaligrafi sebagai bidang profesinya. Kaligrafi baginya adalah way of life atau jalan hidup yang menjadi alat da’wah bil qolam, aktivitas harian, hiburan, hingga sumber usaha yang menghasilkan uang. Dengan profesinya yang bernuansa rekreatif ini, sesungguhnya seorang kaligrafer bisa menjadi seorang enterpreneur atau pengusaha sukses dengan mengolah kaligrafi atau pekerjaan-pekerjaan yang terkait dengannya menjadi “pabrik uang” atau “pundi-pundi” yang bernilai ekonomis tinggi.
Konsekuensi dari “penyulapan kaligrafi jadi profesi”, bukan semata kesenangan atau pengisi waktu senggang, adalah berpadu dan berkumpulnya segala unsur dan komunitas dalam satu “tong kaligrafi”, yaitu khattat/kaligrafer atau pelukis yang memproduksi karya kaligrafi, penikmat seperti penonton atau kolektor, pelaku kegiatan seperti event organizer dan peserta lomba, dan pengusaha. Lebih dahsyat lagi bila kaligrafer sendiri terjun menjadi pengusaha kaligrafi.
Ibnu Al-Muqaffa mengatakan:
اخلط لألمـريمجـال، وللغـىن كمـال، وللفقـريمال
“Kaligrafi bagi Sang Pangeran adalah keindahan, bagi hartawan adalah kesempurnaan, dan bagi si fakir adalah uang.”
Memulai dari Latihan
Langkah pertama menuju professional adalah dengan memantapkan tulisan, tidak hanya menguasai gaya-gaya huruf (seperti Naskhi, Tsulus, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Riq’ah, dan Kufi ditambah gaya-gaya kaligrafi kontemporer), tetapi sanggup menatanya jadi karya yang indah melalui belajar, latihan, dan eksperimen yang terus-menerus seperti dikatakan penyair ini:
داوم على الدرس التفارقه، العلم ابلدرس قام وارتفع
“Teruuuuuuslah belajar, jangan tinggalkan pelajaran. Sebab dengan belajar, ilmu meningkat dan berkembang.”
Kontinuitas latihan ini merupakan syarat fundamental untuk memperindah tulisan ,
( إن ادلداومة على التمارين اليومية شرط أساسى ىف اإلجاد ة ) sedangkan menyusunnya dalam lukisan menuntut usaha yang berkali-kali dengan memilih tata letak yang pas untuk mencapai keseimbangan ( اإلنسجام ) yang logis. Ini, tentu saja, memerlukan waktu panjang, kesabaran luarbiasa, dan ketekunan mencontoh karya-karya master supaya sampai kepada rahasiarahasia kehebatan mereka. Dalam hal ini, seperti disebut-sebut oleh Prof. Arseven, “menciptakan seorang kaligrafer ternyata jauh lebih sulit daripada menciptakan seorang pelukis" ( إن تكوين اخلطاط أصعب من تكوين الرسام )
Muhammad ibn Said Syarifi mengukuhkan klaim tersebut dalam tulisannya:
إن فن اخلط اليـدوى احلر، الذى اليعـتمدعلى ادلسـطرة والدوار، حيتاج إىل
جتارب مضـنية، ومتارين عديدة، لرسم احلرف على أحسن أوضاعها، والكلمات على أوفق
سطورها، فتـتمكن منهااألانمل، ويرضى عنهااخلطاط، ويقدرها الشاهد، ويراتح
إليهاالراؤون.
Sesungguhnya, seni tulis tangan bebas yang tidak tergantung kepada penggaris dan jangka, butuh eksperimen yang kontinyu dan banyak training untuk melukis huruf-huruf yang indah tataletaknya dan kalimat yang akurat garis-garisnya. Dengan demikian jemari menjadi kukuh, kaligrafernya ikut puas, para impressario dapat mengapresiasi, dan seluruh penonton bisa relaksasi.”
Demi mengejar “level professional” dengan seberapa lama waktu yang diperlukan untuk berlatih dan uji coba, bisa dilihat dari kebiasaan yang diamalkan seorang kaligrafer professional Tunisia Naja Al-Mahdawi ini:
قدأصـل ىف اليوم الواحدأكثرمن ساعة. أعمل بصورة مستمرة. مكدة ورلدة. أانأحبث
دائما: قدأصل إىل نقطة خاطئة، أوإىل كشف موفق. قدأتقدم أوأتراجع. ً صورة عملى الفىن
الأعرفهامسبقا، بل أتوصـل إليها.
“Adakalanya sehari saya bekerja lebih 13 jam. Saya bekerja secara kontinyu, gigih, dan sungguh-sungguh. Saya menggali terus: kadang-kadang sampai ke titik yang salah atau ke penemuan yang cocok. Terkadang saya maju atau adakalanya surut lagi ke belakang. Gambaran kerja seni saya tidak kuketahui sebelumnya, tapi saya berusaha sampai ke sana.”
Pengamat seni Charbal Dagir mengomentari kegigihan Naja AlMahdawi dengan kata-kata “gila” yang maksudnya gila latihan:
جناادلهداوى الينتظر"احلالة" مثلماننتظر "اإلذلام".... عبثا. بل يبادرها، يناوشها، ينازذلا.
اللعبة اجملنونة. جناادلهداوى حياوذلايوميا. دون ملل. دون تردد. مثل الصـياد.
“Naja Al-Mahdawi tidak menunggu kasus, seperti halnya kita menunggu ilham, karena hal itu sia-sia. Justeru dia mengejarnya, mengeruknya, menuruninya. Permainan gila! Naja Al-Mahdawi mengolahnya saban hari, tanpa jemu, tanpa ragu, persis pemburu.”
Usaha-usaha ke arah kerja profesional ditempuh pula oleh para kaligrafer besar dengan bentuk yang variatif. Seperti Sami Afandi yang menghabiskan waktu enam bulan untuk menulis dua kata dengan khat Tsulus Jali di kanvas sebesar jendela terbuka. Sami juga pernah beberapa tahun hanya untuk mengoreksi lukisan-lukisannya sebelum dipamerkan. Muhammad Rasim yang karyanya dibeli dengan batu-batu mulia mengurung diri selama 10 tahun di padepokannya untuk menulis siang malam hingga kaligrafinya mencapai puncak place of assembly. Semua ini menunjukkan pada perhatian serius terhadap huruf dan kegigihan untuk mempercantiknya secara profesional. Bahkan dengan tekad “tidak berhenti sebelum merasa capek” demi untuk mengejar “puncak keelokan kaligrafi”
Hasil dari belajar, latihan, dan uji coba terus-menerus tersebut harus dipelihara dengan disalurkan ke dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Mengajar kaligrafi di sekolah, sanggar, keluarga atau komunitas lain seperti remaja mesjid dan lingkungan tetangga terdekat. (Kegiatan mengajar menuntut guru membuat persiapan-persiapan yang memaksanya untuk belajar dan berlatih lagi).
2. Aktif mengikuti lomba-lomba kaligrafi dalam berbagai kesempatan, baik di dalam maupun luar negeri. (Setiap perhelatan lomba seperti MKQ biasanya diikuti kegiatan pelatihan atau training centre (TC) sehingga mendorongnya berlatih dalam jadwal waktu yang terstruktur).
3. Terlibat kegiatan pameran sebagai latihan apresiasi dan untuk memperbandingkan karyanya dengan karya khattat/pelukis lain. Pameran adalah tempat ujian dan ajang evaluasi.
4. Memasarkan karyanya langsung kepada peminat/pembeli atau melalui toko dan badan-badan pemasaran seperti Dekranas (Dewan Kerajinan Nasional) dan Dekranasda.
5. Mengikuti diskusi-diskusi seni untuk menambah wawasan. Pengetahuan yang bertambah akan menambah profesionalismenya semakin meningkat. Serangkaian kegiatan tersebut memungkinkan seorang kaligrafer profesional menerapkan dan mengolah kaligrafi sesuai dengan seluruh tujuan dan fungsinya, yaitu tujuan dan fungsi pengajaran ( التعليمية األهداف ), tujuan dan fungsi pendidikan ( التربوية األهداف ),tujuan dan fungsi estetis ( الفنية األهداف ), tujuan dan fungsi praktis ( العملية األهداف ), dan tujuan dan fungsi ekonomis .(األهداف النفعية)
Membuka Ladang Usaha Kaligrafi
Kaligrafi dengan tujuan dan fungsi ekonomis sangat menarik dan menggoda. Semakin banyak saja kalangan yang mengangkat kaligrafi sebagai sarana dan sumber usaha untuk mencari uang. Seperti para kaligrafer umum dan terlebih para peserta Musabaqah Khat Al-Qur’an (MKQ) yang membuat lukisan kaligrafi, dekorasi dan arsitektur masjid, iklan, teks buku dan mushaf, atau bisnis bingkai, kanvas, tinta, cat, dan pena kaligrafi hingga pedagang kaligrafi dari kalangan pengusaha yang bukan kaligrafer. Karena itu, kaligrafi dipelajari juga oleh pihak-pihak non-kaligrafer yang memahami adanya keuntungan ekonomis di dalamnya untuk mendapatkan trik-trik yang membawa sukses dalam bisnis produk dan industri kaligrafi.
Ali bin Abi Thalib yang dianggap sebagai guru kaligrafi dan banyak berkomentar tentang huruf meyakinkan bahwa kaligrafi memiliki nilai ekonomi yang tinggi dengan statusnya sebagai miftah ar-rizq (kunci rezeki) setelah diolah menjadi karya seni yang indah menarik. Ia mendorong agar tulisan dibuat indah untuk meraih tujuan tersebut:
عليكم حبسن اخلط فإنه من مفاتيح الرزق
“Hendaknya engkau memperelok kaligrafimu, karena dia termasuk kunci-kunci rezeki.”
Usaha tersebut harus dimulai dari pelajaran paling mendasar menyangkut pelajaran kaidah huruf, menyusunnya jadi komposisi dan lukisan yang indah, dan trik-trik lain termasuk organisasi pemasarannya sehingga kaligrafi benar-benar menjadi sumber usaha yang menguntungkan secara ekonomis:
تعلم قوام اخلط ايذاالتأدب * فمااخلط إالزينة ادلتأدب
وإن كنت ذامال فخطك زينة * وإن كنت زلتاجافأفضل مكسب
“Pelajarilah trik-trik kaligrafi
Wahai orang yang berpendidikan,
Karena kaligrafi itu tiada lain daripada hiasan bagi orang yang terdidik.
Apabila engkau punya uang, maka kaligrafimu aalah aksesoris.
Namun, bila engkau butuh uang,
Maka kaligrafi adalah sebaik-baik sumber usaha.”
Selain sumber uang yang mengalir dari usaha-usaha kegiatan kaligrafi, kaligrafi sendiri sebagai sebuah materia bisnis harus jadi industri yang dikembangkan sehingga menjadi lebih produktif dan menghasilkan uang lebih banyak lagi. Di sini kegiatan ekonomi kaligrafi harus mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi dengan uraian sebagai berikut:
PRODUKSI ialah setiap tindakan yang menambah faedah atau kegunaan ( اخلري اخلريعلى زايدة ) suatu benda agar lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Tujuan akhir dari semua proses produksi adalah menciptakan barang-barang dan jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhan konsumen seperti lukisan kaligrafi 2 dan 3 dimensi, souvenir, dekorasi mesjid, dan penulisan mushaf raksasa atau perabotan yang berhubungan dengan kaligrafi seperti pena, kanvas, kertas, dan cat. Proses produksi karya-karya ini, bila ingin profesional, harus disokong secara tertib oleh faktor-faktor produksi yang terdiri dari:
a) Modal produksi berupa peralatan tulis dan lukis yaitu pena, kuas, cat, spidol, pensil, penggaris, jangka, alat cetak desain ornamen atau mal, dan media (kertas, tripleks, kanvas) hingga peralatan tukang dan bahan-bahan bangunan seperti pasir, batu, batu pualam, semen, gypsum, dan GRC bila diperlukan.
b) Tenaga kerja yaitu para kaligrafer (atau dengan bantuan tukang dan pekerja kasar) yang menggunakan modal produksi untuk membuat karya.
c) Keahlian (skill) menulis dan melukis dalam mengelola dan memadukan faktor-faktor produksi peralatan, tenaga kerja, dan modal untuk menghasilkan karya bagus sesuai dengan pesanan.
DISTRIBUSI yaitu pekerjaan atau kegiatan menyalurkan barang ( تفويض
األمتعة ) dari produsen sampai kepada pengguna atau konsumen (untuk dijadikan pemuas kebutuhan mereka) apabila karya tulis atau lukis kaligrafi sudah jadi dibuat dalam arti barang sudah diproduksi. Tugas distribusi umumnya dilakukan oleh pedagang yang membeli dagangannya dari sentra produksi kemudian menjualnya kepada pabrik atau konsumen. Distribusi bisa dilakukan secara langsung atau tidak langsung, namun perlu adanya kerjasama dengan biro-biro pengiriman barang seperti Kantor Pos, JNE, Tiki, dan lain-lain.
KONSUMSI berarti “pemakaian barang hasil produksi atau barang barang yang langsung memenuhi keperluan hidup kita” ( ابدلنتجات اإلستفادة ). Dalam kegiatan sehari-hari, konsumsi sering dikaitkan dengan makanan dan minuman. Sedangkan dalam pengertian ekonomi, konsumsi adalah suatu “kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan guna atau manfaat suatu benda”. Karya kaligrafi tentulah tidak ternilai dengan benda-benda dimaksud, namun dapat dihubungkan dengan kegiatan ekonomi karena diterima oleh konsumen yang dapat menggunakan atau mengkonsumsinya sebagai pemuas kebutuhan apresiasi mereka. Mengapresiasi (dengan segala tingkatannya) adalah cara pemuas dari dahaga batiniah yang sama dengan makan dan minum sebagai cara pemuas dari dahaga lahiriah, yaitu lapar dan haus.
Bagi kaligrafer profesional, suatu karya kaligrafi didisain dan diciptakan untuk memenuhi dahaga batiniah tersebut. Kaligrafer profesional dan pengusaha kaligrafi yang sukses, agaknya, harus menempuh tangga-tangga yang tidak mudah dan menyusuri waktu yang tidak bisa diburu-buru. Namun, semuanya bisa diraih dengan tekad bulat dan kesungguhan belajar, berlatih, bereksperimen, dan selalu berusaha.
· Disampaikan pada Workshop Menjadi Kaligrafer Profesional & Enterpreneur Sukses,
Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, 4 Agustus 2018
No comments: