Slider[Style1]

PSKQ dalam Liputan

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5

Style6

Style7

Style8

Style9

Assiry gombal mukiyo, 15 Agustus 2015

Agama Islam masuk ke Indonesia abad VII Masehi yang dibawa oleh para saudagar Arab yang datang pertama kali di Indonesia lewat pesisir utara Sumatera. Dari sinilah terbentuk cikal bakal komunitas muslim yang ditengarai dengan pendirian Kerajaan Islam pertama di Aceh. Selanjutnya hampir semua corak seni budaya masyarakat Arab mempengaruhi budaya Indonesia, yang mencakup semua aspek bentuk kesenian, seni suara, musik, sastra, lukis, arca, tari, drama, arsitektur dan lain-lain.

Kaligrafi digunakan sebagai hiasan dinding masjid, batu nisan, gapura masjid dan gapura pemakaman. Batu nisan pertama yang ditemukan di Indonesia adalah batu nisan pada makam Fatimah binti Maimun di Leran, Surabaya. Sedangkan kaligrafi pada gapura terdapat di gapura makam Sunan Bonang di Tuban, gapura makam raja-raja Mataram, Demak, dan Gowa.

Seni kaligrafi menduduki posisi yang amat penting. Seni kaligrafi merupakan bentuk seni / budaya Islam yang menjadi aset budaya Islam terdepan hingga kini. Kaligrafi Islam berkembang pesat dan ini dibuktikan dengan lahirlah beberapa sanggar dan pesantren kaligrafi di Indonesia yang kemudian melahirkan kaligrafer murni yang berkutat pada karya -karya tulisan yang mengikuti pakem gaya kaligrafi "aqlam assittah".

Kemudian disusul pula gebrakan pemberontakan pada kaidah baku tersebut yang dikerjakan oleh seniman akademik yang sekarang ini bisa kita sebut sebagai kaligrafi kontemporer nusantara artinya mengolah huruf -huruf arab yang mengadopsi karakter khas indonesia. Aneka bentuk lukisan kaligrafi mengandung dua elemen, fisioplastis dan ideoplastis. Elemen fisioplastis berupa penerapan estetis menyangkut unsur-unsur rupa, bentuk, garis, warna, ruang, cahaya dan volume.

Elemen ideoplastis meliputi semua masalah langsung/tidak yang berhubungan erat dengan isi atau cita perbahasaan bentuk.

Diangkatnya kaligrafi sebagai tema sentral dalam melukis, menjadi sejarah penting terbentuknya lukisan kaligrafi kontemporer Nusantara.

Lukisan kaligrafi sangat diperhitungkan dalam kancah seni rupa Indonesia ketika muncul pendalaman-pendalaman spiritual, penghayatan, perenungan yang mengarah ke kedalaman kemanusiaan dan keTuhanan.
Sadali dan AD. Pirous layak dicatat sebagai pelopor lukisan kaligrafi Islam kontemporer Nusantara dengan gayanya yang khas sekitar tahun 1960-an.

Selanjutnya seni lukis kaligrafi kontemporer tersebut berkembang pesat dengan tokoh seni Amri Yahya di Yogya, yang menggunakan medium batik nusantara, di Surabaya Amang Rahman menciptakan surealisme dengan mengambil kekuatan teks ayat yang menyatu dengan warna gelap terang yang penuh cahaya.

Momentum penting pameran seni rupa (seni lukis kaligrafi kontemporer Nusantara) mulai marak di dalam maupun di luar negeri, antara lain pada tahun 1975 pameran lukisan kaligrafi pertama pada MTQ Nasional XI di Semarang, pameran pada Muktamar pertama media masa Islam sedunia tahun 1980 di senayan Jakarta, pada MTQ Nasional XII di Banda Aceh tahun 1981, kemudian pada pameran kaligrafi Islam Balai Budaya Jakarta tahun Hijriyah 1405 (1984), disusul pada MTQ XVI di Yogyakarta tahun 1991.

Sambutan masyarakat yang mayoritas Islam terhadap pameran-pameran itu tidak diragukan lagi. Momentum penting lainnya ketika diselenggarakan festifal Istiglal I (1991) dan II (1995) dengan tema utama seni lukis kaligrafi Islam, yang melibatkan para perupa di antaranya AD. Pirous, Amri Yahya, Hendra Buana, Salamun Kaulam, Said akram, Hendra Buana, dan Syaiful Adnan. Mereka menampilkan aneka bentuk, gaya dan ragamnya dari tulisan hingga lukisan, dari ekspresi hingga transendensi illahi.

Sejak Kaligrafi kontemporer menjadi salah satu cabang yang dilombakan dalam MTQ Th.2012, kaligrafi kontemporer menjadi primadona baru yang semakin dikejar. Karena seniman kaligrafi bisa bebas berekspresi dalam menentukan gayanya sendiri dan menemukan kekayaan imajinasinya dalam ruang rasa dalam benaknya masing-masing.

Gaya-gaya baru bermunculan dalam seni kaligrafi kontemporer, Gaya Pak Didin Sirajuddin yang menggabungkan kaidah kaligrafi baku yang cenderung dibebaskan , Gaya Poniman yang mengolah unsur surealis modern, Gaya saya sendiri yang mengolah media sampah menjadi karya kaligrafi kontemporer dan abstrak dll. Kaligrafer indonesia harus terus menerus mengolah dan menciptakan madzhab gaya baru dalam menentukan khasanah kaligrafi kontemporer nusantara yang kian hari kian semerbak di Dunia. Ini bukanlah pemberontakan terhadap kaligrafi klasik atau kaligrafi baku yang sudah ada melainkan sebagai langkah konkret bahwa kaligrafi adalah sesuatu yang bisa terus menerus diolah dan dimasak sesuai dengan karakter siapa saja yang mengolahnya.

Soal indah atau tidak itu tergantung anda bisa mengolahnya apa tidak.

About Elsya Vera Indraswari

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Post a Comment

Terimakasih telah berkunjung di Pesantren Seni Kaligrafi Al Quran, silahkan meninggalkan pesan, terima kasih


Top