Slider[Style1]

PSKQ dalam Liputan

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5

Style6

Style7

Style8

Style9

Tokoh seni lukis Indonesia bernama lengkap Sindudarsono Sudjojono, lahir di Kisaran, Sumatera Timur, 1913 dan meninggal di Jakarta 25 Maret 1986. Pelukis terkemuka, salah seorang pendiri Persagi (1937). Pendidikannya di tempuh di Kweekschool Goenoengsari Bandung dan Sekolah Guru Taman Siswa. Belajar melukis pada pelukis Mooi Indie, seperti Mas Pringadie; kemudian pada seorang pelukis Jepang Chioyi Yasaki, yang singgah di Jakarta dalam perjalanannya mengelilingi dunia awal 1930-an, untuk melukis pemandangan kota-kota besar seluruh dunia dalam media pastel. Bahkan ketika dekat dengan Bataviasche Kunstkring (lembaga lingkaran seni milik seniman-seniman Belanda) ia sempat belajar dengan Jan Frank. Banyak berdiskusi dengan kritikus (dan pelukis) Henry van Velthuysen serta penulis-peneliti Nyonya De Loos-Haaxman. Dalam sejumlah pengakuan, ia sangat dipengaruhi oleh lukisan- lukisan cantik pelukis Belanda, Jan Sluijter.
Tahun 1937 Sudjojono ikut dalam pameran bersama pelukis-pelukis di Jakarta, yang terdiri dari pelukis-pelukis Indonesia, Cina, dan Belanda, di Gedung Kunstkring Batavia. Karya-karyanya yang terkenal ketika itu: Anak-anak Sunter, Jungkatan, Orang Tua, Depan Kelambu Terbuka, Cap Gomeh. Kemudian ditunjuk sebagai pemimpin latihan melukis pada Pusat Kebudayaan Jepang Keimin Bunka Sidosho bagian Seni Rupa, yang diketuai Agus Djaya. Karya-karya seni lukis Sudjojono yang terkenal ketika itu antara lain: Sayang, Aku Bukan Anjing, Suasana, Jalan Lurus, Bermain Judi di Bawah Salib. Tahun 1946 pindah ke Yogyakarta dan mendirikan SIM (Seniman Indonesia Muda) dengan tujuan ikut menegakkan Indonesia Merdeka dalam menentang agresi tentara kolonial. Lukisan-lukisannya yang terkenal masa di Yogyakarta ialah: Prambanan, Mengungsi, Tetangga. Selama 1955-1962 ia juga giat mematung.


Salahsatu lukisan karya S. Sudjojono berjudul "Gerak Baru"
Lukisannya yang berjudul Mr. UNO and the Golden Princess (1,80 m x 2,50 m), dihadiahkan pemerintah RI kepada PBB (1970). Tahun 1970 menerima medali emas dari pemerintah atas jasa-jasanya di bidang seni lukis Indonesia. Lukisan raksasa Pertempuran Sultan Agung melawan Jan Pieterzoon Coen (3,00 m x 10,00 m), pesanan Gubernur DKI Jaya (1973), sekarang tergantung di Museum Fatahillah, Jakarta. Lukisannya Pasar Ikan dihadiahkan oleh Pemerintah DKI Jaya pada Ratu Elizabeth (1973). Ia juga banyak menulis tentang perkembangan seni lukis Indonesia dan dunia, di antaranya sebuah brosur Kami Tahu, Kemana Seni Lukis Indonesia Hendak Kami Bawa.
Selain itu Sudjojono juga aktif dalam politik. Ketika Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat, organisasi kebudayaan di bawah PKI) kuat berjaya, ia ikut di dalamnya. Di samping itu ia juga aktif di Partai Komunis Indonesia (PKI) dan menjadi salah seorang wakil partai itu di DPR(S). Kemudian ia keluar dari PKI dan Lekra, karena partai itu terlampau mengurusi urusan pribadi nya. Di sisi lain PKI sangat marah kepada Sudjojono, karena ia diketahui menghasut masyarakat untuk benci terhadap D.N. Aidit, pimpinan tertinggi PKI.
Pada bulan September 1997, biro lelang Christie’s Singapore, melelang lukisannya Pura Kembar, Sanur (1972) yang berukuran 102 x 82 cm dengan harga 124.750 dollar Singapura. Sebuah harga yang luar biasa untuk karyanya yang berukuran sedang. Sekadar bukti, betapa manifestasi seni Sudjojono dihargai dan diperebutkan dari waktu ke waktu. Sudjojono selalu menandatangani lukisannya dengan tulisan dan kode 101 (dalam kurung) dan tulisan SS. Angka 101 adalah nomor kode selimut ketika ia berdiam di barak, di daerah perkebunan Kisaran. SS adalah singkatan dari namanya, Sindudarsono Sudjojono.

About Assiry Art

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Post a Comment

Terimakasih telah berkunjung di Pesantren Seni Kaligrafi Al Quran, silahkan meninggalkan pesan, terima kasih


Top