Slider[Style1]

PSKQ dalam Liputan

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5

Style6

Style7

Style8

Style9

Assiry Gombal Mukiyo, 19 Juni 2016


Gereja Yakobus Zebedeus, Pudak Payung, yang mengundang Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid untuk berbuka puasa bersama dengan beberapa tokoh Katolik Semarang menjadi saksi bisu terkoyaknya hubungan kerukunan antar lintas agama.
Acara buka bersama istri Gus Dur ini digelar di halaman Gereja Yakobus Zebedeus Pudak Payung. Namun, belum juga bukber terlaksana, Front Pembela Islam (FPI) Jawa Tengah dan ormas-ormas lainnya sudah melayangkan protes dan demo berjamaah.

Saya melihat pelarangan buka puasa di Gereja itu menunjukkan betapa kerdilnya jiwa mereka. Jiwa kerdil seperti ini sesungguhnya membahayakan "akal publik". Pemerintah dan elemen masyarakat sipil tak perlu takut melawan jiwa-jiwa seperti itu, seperti halnya praktek perlawanan yang dilakukan oleh bu Sinta dalam acara tersebut.

Rasulullah SAW. bahkan memberi makan kepada seorang yahudi yang buta di Pasar yang kerjaannya bahkan setiap hari menganjingkan, mengumpat, memfitnah Rasulullah hingga beliau menjelang wafat. Setelah Rasulullah wafat, tak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi dan yang menyuapi orang Yahudi yang buta itu.
Setelah Rasulullah SAW.wafat Abu Bakar melanjutkan wasiat yang dipesankan oleh Putrinya Aisyah agar pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada yahudi itu.
Ketika Abu Bakar mulai menyuapinya, tiba-tiba yahudi itu marah sambil berteriak: “Siapa kamu!” Abu Bakar menjawab: “Aku orang yang biasa“. “Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku.” sahut yahudi buta itu.
Abu Bakar yang mendengar jawaban Si Yahudi buta itu kemudian menangis sambil berkata:
“Aku memang bukan yang biasa datang kepadamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad, Rasulullah saw. yang sering anda maki dan fitnah, anda anjing-anjingkan itu”
Setelah seorang yahudi itu mendengar cerita Abu Bakar, yahudi itu pun menangis dan kemudian berkata “Benarkah demikian?”, tanya yahudi, kepalanya tertunduk dan air matanya mulai menetes.
“Selama ini aku selalu menghinanya, menganjingkannya, dan memfitnahnya”, lanjutnya. Tetapi ia tidak pernah marah kepadaku, sedikitpun!”, ucap Yahudi sambil menangis terisak.
“Ia selalu mendatangiku, sambil menyuapiku dengan cara yang sangat lemah lembut…” sambil menahan kesedihan… namun akhirnya dia pun menangis dan bersyahadat memeluk islam.

Bukankah Rasulullah saja berperilaku, berakhlak sedemikian luhurnya, kita yang mengaku ummatnya justru pencilakan, mbalelo, mbandul ndas, kemlinthi, bahkan njancuki. Rasul mana yang ingin kita teladani kalau bukan Rasulullah Muhammad SAW. Urusan makan saja ribut. Untung saja Rasulnya itu Muhammad SAW.

Bukan saya atau anda. Bahkan Allah yang menciptakannya saja memuji akhlak dan budi pekertinya " Wainnaka la'ala khuluqin 'adhim" QS: Al Qalam ayat 4: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung.

Rasulullah Muhammad SAW. kalau makan itu selalu mengajak orang lain baik yang muslim maupun non Muslim. Belum pernah ada sejarah yang mencatat bahwa Rasul makan kenyang sendirian, atau nemikirkan perutnya sendiri. Sering kali Rasul mengganjal perutnya dengan batu ketika lapar karena lebih mendahulukan para shahabatnya agar kenyang lebih dahulu. Bahkan Orang -orang kafir yang memeranginya saja diberikan bantuan dan diajak makan bersama apalagi dengan para Shabatnya. Ya Allah Ya Kariiim....

Hal ini pula yang diteladankan oleh Ibu Sinta. Beliau merangkul siapa saja bukan memukul, Beliau mengajak bukan mengejek, untuk menggalang persatuan dan kerukunan antar ummat beragama.
Ibu Sinta keliling dari sudut -sudut desa di lorong-lorong kecil dan di kota-kota untuk mengajak menabur cinta dan kemesraan, Makan bersama, Buka bersama dengan kaum termajinalkan mulai pemulung, penderas gula, penambang pasir,  tukang becak, tukang ojek, tukang gorengan, petani kecil, dan dhuafa juga para tokoh berbagai agama.
Apa yang dilakukan oleh Ibu Sinta justru harus kita teladani karena Indonesia bukan negara Islam yang tidak hanya diisi oleh satu agama, melainkan berbagai macam agama mulai Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Khonghucu hingga agama baru yang ia sebut sebagai aliran Baha'i, Dharmo Gandul, samin, atau apa saja karena mereka juga manusia yang harus juga kita "uwongke" kita manusiakan.
Toleran, saling menjunjung tinggi dan tetap menjalin kerukunan agama dan antar ummat beragama adalah ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang disampaikan lewat piagam Madinah untuk mengajarkan umat manusia agar saling menolong juga selalu welas asih (berbelas kasih).

Sudah hampir 10 tahun terakhir Bu Sinta Nuriyyah Abdurrahman Wahid, menggelar sahur dan buka bersama dengan kalangan masyarakat bawah, yang dilaksanakan dengan kalangan non-muslim. Beliau, seperti sang suami, ingin menjadikan Ramadan sebagai momentum untuk menyapa kalangan bawah dan mereka yang dianggap berbeda. Beliau ingin menjadi “jembatan”. Beliau ingin menghadirkan Islam benar-benar sebagai “rahmat” bagi semua orang, bagi seluruh benua bagi segenap jagat. Tentu ada yang tidak sependapat dengan beliau. Bahkan mungkin di kalangan pesantren dan NU sendiri. Itu wajar, dan pasti akan beliau hormati, sejauh dikemukakan secara baik, sopan dan terhormat.
Ternyata tidak, sejumlah orang, mulai seorang mantan caleg gagal, pemuda pengangguran, hingga pemuda yang baru kenal agama, ikut -ikutan mbacot, menghardik dan menghina beliau dengan kasar dan benar-benar keluar dari semangat persaudaraan dan kemanusiaan. Mereka seolah beragama, merasa paling Islam, tapi cara mereka mengemukakan keberatan sangat jauh dari akhlak Islam.

Jadi saudara, silahkan berprihatin pada Ibu Sinta, tapi tak perlu kasihan. Ibu Sinta, Insya Allah kuat dan sabar. Sejak mendampingi sang suami, beliau sudah terbiasa menghadapi orang-orang yang keras dan kasar seperti itu. Justru kita harus kasihan pada mereka, karena hatinya penuh bara api, kemarahan, dan dendam. Kepicikan, dungu, guoblok nalar berfikirnya, telah menutupi nur yang ada di hati mereka. Sungguh merekalah yang harus kita kasihani.

Sementara itu saudara, nun jauh di Mesir sana, Universitas Al-Azhar baru-baru ini di laman fesbuk resminya memberikan penghormatan kepada mediang sang suami, Abdurrahman Wahid, sebagai Bapak Demokrasi Indonesia, dan menjadi salah dua orang Indonesia yang dihormati di sana, selain Sukarno.
Dengan kenyataan ini, bertambah-tambah kasihanlah kita pada mereka yang menghardik dan menghina Bu Sinta… karena pasti mereka bingung sendiri bagaimana menghardik dan menghina Universitas Al-Azhar. Bukankah bu Sinta sebenarnya meneruskan kiprah sang suami yang justru dipuji dan disanjung Al-Azhar.

About Assiry Art

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Post a Comment

Terimakasih telah berkunjung di Pesantren Seni Kaligrafi Al Quran, silahkan meninggalkan pesan, terima kasih


Top