PSKQ Modern, 12 Juni 2015
Seni telah bersentuhan dengan jiwa bangsa Iran semenjak dahulu kala sebagai warisan dari nenek moyang mereka bangsa Saman yang sebelum Islam menulis dengan khat Pahlevi. Gaya ini merupakan nisbah ke Pahle, suatu kawasan antara Hamadan, Isfahan dan Azerbaijan. Saat Islam menaklukkan negeri Persia, masyarakat Iran pun memeluk Islam sebagai agama baru mereka. Melalui pergaulan dengan masyarakat Arab muslim, orang-orang Iran mengganti tulisan Pahlevi dengan tulisan Arab yang kemudian mereka namakan khat Ta’liq. Pada waktu-waktu selanjutnya lahir pula gaya-gaya khat yang lain seperti Nasta’liq dan Syikasteh. Terutama dua tulisan pertama, kerap disebut Farisi saja mengingat asalnya dari Persia. Diantara gaya khat Farisi yang populer dari Iran adalah :
a.
Khat Ta’liq atau Khat Farisi Ta’liq
Masyarakat Iran mengolah khat Ta’liq
dari khat yang digunakan untuk menyalin al-Qur’an waktu itu, yang disebut khat
Firamuz. Semula cara-cara menulisnya dicuplik dari kaedah khat Tahrir, khat
Riqa’, dan khat Tsulus. Keindahan khat Farisi Ta’liq adalah pada kelenturan
putarannya, huruf-huruf tegaknya yang agak condong ke kanan, sapuan-sapuan
memanjangnya yang tebal, dan gelombang gerigi yang tebal-tipis secara variatif.
b.
Khat Nasta’liq atau Khat Farisi Nasta’liq
Khat Nasta’liq adalah hasil kreasi
kaligrafer Iran Mir Ali al-Harawi, diolah dari khat Ta’liq yang dimasuki
sedikit unsur Naskhi sehingga menjadi gabungan Naskhi-Ta’liq atau Nasta’liq.
Nasta’liq yang sekarang sering disebut Farisis sebagaimana Ta’liq, dikembangkan
dan dipercantik oleh masyarakat Iran. Penggunaannya yang luas menjadi alat
tulis naskah harian menempatkannya sama dengan posisi khat Naskhi di
wilayah-wilayah lain. Karena itu, sangat mungkin pula gaya ini merupakan khat
Ta’liq yang difungsikan sebagai tulisan naskah yang meluas setelah dimodifikasi
oleh Mir Ali.
c.
Khat Syikasteh
Di samping khat Ta’liq, orang-orang
Iran juga menciptakan kaligrafi gaya baru yang mereka sebut khat Syikasteh,
diambil dari khat TA’liq dan khat Diwani. Syikasteh artinya berantakan, karena
gores-goresan akhir huruf yang diliarkan sehingga terkesan berantakan atau
semrawut. Khat ini digunakan hanya di wilayah Persia dan tidak menyebar ke
segenap pelososk wilayah Arab Islam sepeti gaya lain. Hal itu disebabkan karena
Syikasteh sulit dibaca.
d.
Khat Farisi Mutanazhir
Khat jenis ini dihubungkan dengan
penampilannya yang saling pantul secara indah dan seimbang. Unsur-unsur saling
pantul dalam khat Farisi Mutanazhir ini terletak pada sapuan-sapuan
horizontalnya atau pada huruf-huruf vertikalnya seperti alif dan lam yang
saling bangun secara harmonis.
e.
Khat Farisi Mukhtazal
Gaya ini lahir sebagai reaksi atas
adanya kemiripan bentuk huruf-huruf Farisi dan kemungkinan satu huruf memiliki
lebih dari satu fungsi. Dengan demikian, satu goresan dapat berfungsi sebagai
mukhtazal untuk meringkas beberapa huruf sehingga memiliki beberapa bacaan.
Gaya ini kerap menyulitkan khattat dan pembaca. Khattat kesulitan karena dalam
beberapa keadaan persilangan khat tidak mudah dibuat. Sedangkan bagi pembaca
kesulitannya adalah karena menderita kesusahan dalam membaca dan memahami
maksudnya, sehingga timbul dugaan bahwa khat semacam ini merupakan teka-teki.
Dari sini sebuah peribahasa mengatakan “Khairul khat ma quri’a (sebaik-baik
khat adalah yang bisa dibaca).
f.
Khat Farisi Mir’at
Mir’at atau cermin yang berfungsi
memantulkan gambar nampak dalam gaya kaligrafi ini saat sisi kanan memantul ke
sisi kiri (sama persisi denga khat Tsulus Mutanazhir), makanya sering juga
disebut khat Farisi Mutanazhir.
No comments: