Slider[Style1]

PSKQ dalam Liputan

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5

Style6

Style7

Style8

Style9

Assiry gombal mukiyo, 20 Desember 2014

  


Paus Francis dalam siaran radio rutin Vatikan mengatakan bahwa atheis pun berhak mendapatkan kasih Yesus, dan ketika atheis berbuat baik, dia akan bertemu jalan dengan orang Kristen yang baik. Kata-kata Paus Francis ini termasuk sangat mencengangkan diucapkan oleh pemimpin tertinggi umat Katolik yang membawahi 1200 juta manusia. Paus sebelumnya Benediktus sangatlah chauvinis terhadap agama lain apalagi terhadap atheis, walaupun Paus Yohanes telah memulai langkah bagus dengan Konsili Vatikan II yang menyatakan bahwa ada keselamatan di luar gereja. Paus Francis begitu Islami artinya justru dia seolah -olah menerapkan ajaran -ajaran islam yang toleran.

Paus Francis datang dari ordo Katolik Yesuit yang terkenal sebagai pembaharu dan progresif, yang tujuan awal didirikannya adalah mengkounter penyebaran Protestan dengan charm offensive ala Katolik. Adalah suatu keputusan besar bagi umat Katolik memilih seorang Yesuit sebagai Paus, dalam kerangka Islam mungkin mirip dengan memilih seorang Mu'tazilah.

Kaitannya dengan Islam dalam tulisan saya ini adalah bahwa orang Islam sekarang masih jauh dari kesadaran peradaban ala Katolik yang mulai membuka diri dan memperbaiki kesalahan masa lalunya. Jangankan dengan atheis, dengan sesama Islam pun bertengkar, bunuh -bunuhan dan menebar kebencian. Islam Ahmadiyah , Syiah, serta Islam liberal dijadikan paria oleh Islam garis keras, bahkan dari mereka banyak yang diintimidasi bahkan dibunuh. Dialog peradaban banyak ditutup, bahkan dalam kasus Ahmadiyah disuruh keluar dari Islam, para pengikut Ahmadiyyah juga diusir dan tidak dimanusiakan.

Coba lihatlah sejarah bagaimana para wali songo berdakwah dan menebarkan risalah islam ditanah jawa. Di Kudus, ditempat kelahiran saya, pernah hidup seorang Ulama dan Waliyyullah yang Masyhur. Sebut saja Sunan Kudus atau sayyid Ja'far Shodiq yang diperkirakan wafat 1550 m, adalah tokoh pluralisme yang betul -betul telah menerapkan ajaran islam yang toleran ( nguwongke) atau memanusiakan manusia. Bagaimana tidak, orang hindu-budha menganggap sapi adalah Dewa dan untuk dipuja ( disembah).

Oleh Sunan Kudus warga kudus dilarang untuk menyembelih sapi bukannya dilarang karena orang kudus itu alergi makan sapi, padahal Sapi itu kan halal, tapi karena sebab lain.Alasan Sunan Kudus melarang menyembelih sapi adalah untuk menghormati dan menjunjung tinggi "kesesatan" orang -orang Budha, yang menyembah sapi dan menganggap sapi sebagai Tuhan. Ini jelas sesatnya lha wong Sapi ko disembah, tapi Sunan Kudus tidak lantas mengkafir -kafirkan orang Budha apalagi mengeluarkan fatwa sesat seperti hobby MUI sekarang, tapi justru merangkul dan sangat menyayangi pemeluk Hindu- Budha. Sehingga lambat laun justru mereka masuk Islam tanpa paksaan. Konon, bahkan menara Kudus adalah bekas tempat peribadatan( pura) ummat Budha yang sekarang berubah menjadi Masjid. Subhanallah.

Inilah yang disebut dengan Ruh Adda'wah dan maaf, Ustaz atau kiyai sekarang jarang sekali yang meneladankan hal ini.Karena yang paling penting dalam konsep da'wah itu adalah seperti ungkapan Nabi "yassiruu wala tu'assiruu bassiruu wala tunaffiru.Jika kita adalah "tunaffiru" istilahnya dengan cara -cara anarkhi atau yang oleh Al Qur an disebut Ghalidza al Qalbu ( keras hati) jangan harap mereka yang sesat dan mungkin kafir mau masuk Islam.

Bahkan hingga saat ini mana ada orang kudus yang nyembelih sapi entah untuk acara hajatan dan semacamnya tapi menyembelih kerbau sebagsi gantinya.Barangkali orang islam sekarang perlu banyak belajar dari Sunan Kudus dan Paus Francis, tentu bukan belajar kasus homoseksualitas yang banyak terjadi karena puritanisme seks ala Katolik, karena kasus homoseksualitas yang sama juga banyak terjadi di Saudi Arabia, tapi belajar bagaimana menyesuaikan diri dengan jaman. Menjadi agama yang menambah dan mengikuti alur jaman, bukan melawan dan akhirnya tergilas.

Agama bukan turun di ruang hampa, tapi dia turun di ruang dialektika. Agama adalah salah satu alat koreksi sosial, tapi bukan satu-satunya, oleh karena itu dia perlu membuka diri terhadap dinamika-dinamika baru peradaban. Islam telah lama menutup ruang dialektika itu, dan kini saatnya mencermati dan meniru keagungan Sunan Kudus dengan ajaran keislsmannya yang toleran dan menghormati orang -orang Budha. Juga tidak ada salahnya jika kita bercermin dari Paus Francis yang bukan hanya rela mencium kaki seorang Muslim dan paria, tapi juga memberikan berkahnya kepada manusia atheis alias tak beragama.
Inilah ajaran Islam yang sesungguhnya seperti yang diteladankan oleh Nabi agung Muhammad SAW.

About Elsya Vera Indraswari

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Post a Comment

Terimakasih telah berkunjung di Pesantren Seni Kaligrafi Al Quran, silahkan meninggalkan pesan, terima kasih


Top