Slider[Style1]

PSKQ dalam Liputan

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5

Style6

Style7

Style8

Style9

Assiry gombal mukiyo, 3 November 2014

Bukan soal mengajak orang peduli pada anak yatim, tapi soal pemberangusan mentalitas, sehingga sebagian anak Yatim masuk pada zona nyaman sebagai penerima santunan yang sesungguhnya. Kita harus menyelami hal ini dan bukan menjadikannya sebagai “kapital” untuk meraup profit.
  Kita sering keliru membedakan status perhatian kita kepada anak. Anak yatim lebih mulia ketimbang si miskin yg terpinggirkan. Ini perlu kredo yang jelas. Perhatian kita kepada anak -anak jangan disempitkan hanya pada sekedar label “yatim”, karena terminologi yatim sendiri merupakan kondisi perhatian dan pemberdayaan kepada seorang anak yang diyatimkan dalam konteks entah itu soal budaya, ekonomi, pendidikan ataupun terhadap perhatian kepada anak -anak jalanan dll.

Dalam Konteks agama, bukanlah si yatim itu yang tidak memiliki ayah. Yatim itu mereka yang tidak memiliki ilmu dan adab.

Ini bisa menjadi kredo yang lebih luas dalam perhatian kita yang lebih luas terhadap pendidikan anak-anak. Siapa yang harus bertanggung jawab kepada ratusan anak miskin dan atau dimiskinkan, anak yatim dan yang diyatimkan oleh keadaan? Sehingga mereka tidak mendapatkan perhatian yang layak, mulai dari pendidikan dan perkembangan karakter, serta mentalnya. Bukankah mereka adalh generasi penerus bangsa?

Kenapa juga kata "santunan yatim" harus dilembagakan dalam ceremoni baku yang tidak memberdayakan, bahkan cenderung memajang anak-anak dalam barisan penerima bingkisan di atas panggung kejumawaan sang penyumbang. Mereka sesungguhnya Nggak Butuh Amplop, Tapi.. Perlu kesadaran baru untuk merubah image buruk santunan ini.

Sebab, pada dasarnya, anak-anak itu tidak butuh belas kasihan dalam penampilan kesalehan berkedok santunan. Yang mereka butuhkan justru perhatian yang rutin bukan "acara tahunan" yang berdalih Santunan atau lebaran Yatim.

Lha wong menyantuni anak Yatim kok musti menunggu setahun sekali. Mereka perlu perhatian khusus setiap saat, mulai dari sekedar hak bermain, bercanda, ceria, bahagia, tertawa dan pembentukan mentalitas yang gagah dan mandiri tanpa menggantungkan diri kepada orang lain sejak dini. Inilah perlunya merubah mindset kita. Apa artinya menjamurnya Yayasan Yatim tapi essensinya justru anak-anak tersebut terberangus dalam bingkai hegemoni Yayasan yang membelenggu pertumbuhan kejiwaan mereka.

Saya ingin mengatakan bahwa mereka adalah anak-anak hebat, yang layak mendapat hadiah bukan santunan, itu karena mereka berprestasi, bukan karena “kondisi lemah” mereka. Mohon gagasan ini difahami dalam bingkai “penguatan” mereka. Karena saat Anda menyantuni, justru melemahkan kondisi psikis mereka. Sebab, secara tidak langsung tengah membentuk mentalitas “payah” yang senang menerima. Itu mengapa tgl 10 Muharram yang sering disebut lebaran anak yatim benar-benar menjadi momentum yang ditunggu-tunggu.

Tanpa kita sadari anak-anak Yatim menjadi ladang eksploitasi yang menguntungkan bagi pengasuh dari lembaga-lembaga tertentu yang berkedok Yayasan Yatim. Lihatlah di sudut -desa dan perkotaan, setiap tanggal 10 Muharram, mereka keliling dari pagi sampai malam karena undangan santunan yang tiada henti. Bahkan disepakati atau tidak, ibu-ibu mereka mengamini fenomena ini. Sudah terlalu sering, pada saat pembagian santunan, bila anak yatimnya tidak datang, pasti beberapa ibu datang mewakili anaknya.
Celakanya.......Saya juga pernah menerima panitia santunan yang keliling menggunakan mobil ke kampung-kampung untuk meminta santunan, saya berbincang panjang dengan panitia tersebut, dia menuturkan bahwa praktek ini dilakukan cukup lama dan berpenghasilan lumayan sekitar 500 ribuan per hari. Tapi ketika saya tanya ada berapa anak yang diasuh dan apakah mereka disekolahkan, dia menjawab ada 15 anak dan tak satupun yang sekolah, mereka hanya belajar ngaji. Berikutnya saya tanya lagi soal alamat, tapi ia enggan memberikannya, saat saya tanya nomor telepon pengasuhnya, ia bilang pengasuh tidak punya nomor telepon, saya menjanjikan akan memberikan beasiswa kepada anak-anak yatimnya, tapi ia menghindar terus dan segera mohon pamit. Dengan berbagai kedok dan alasan, yatim seringkali dieksploitasi dengan cara-cara mengenaskan.

About Elsya Vera Indraswari

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Post a Comment

Terimakasih telah berkunjung di Pesantren Seni Kaligrafi Al Quran, silahkan meninggalkan pesan, terima kasih


Top