Slider[Style1]

PSKQ dalam Liputan

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5

Style6

Style7

Style8

Style9



Assiry gombal mukiyo, 28 September 2014

Untuk menilai apakah suatu kelompok atau gerakan tergolong khawarij (sesat) ataukah tidak, baik itu ISIS atau kelompok-kelompok yang sejenisnya, membutuhkan tabayyun dalam mensikapi tiap gejolak aliran yang muncul.

Dahulu ada kelompok Khawarij yang memfatwakan harus dibunuh 3 orang, yaitu Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Amru bin 'Ash dan Mu'awiyah bin Abi Sufyan, berkaitan dengan masalah tahkim.
Saat ini memang tidak ada yang mengatakan dirinya (mengaku) sebagai khawarij, tetapi pemikiran khawarij itu ada. Cirinya khawarij itu mudah sekali mengkafirkan orang lain, menyesat -nyesatkan saudara seaqidahnya sendiri, bahkan menghalalkan darah sesamanya yang tidak sefaham dengan dia.
Ciri lainnya itu, mereka sangat dekat dengan al-Qur'an tapi tidak pernah melewati kerongkongannya meskipun membaca sampai berderai air mata dan jenggotnya basah. Bahkan Ibnu Muljam, sering sekali berderai air matanya tatkala membaca al-Qur'an tetapi dialah pembunuh Sayyidina Ali karena dianggap" KAFIR".

Tanpa sadar atau tidak lambat laun agama memonopoli jalan menuju Tuhan, berjumpa dengan Tuhan. ini bukan salah agama, bagaimana pun juga agama sekedar alat (obyek) yang memaknai dan merubah tetaplah pemeluknya.

Akibat pemonopolian tersebut jika ada orang yang ingin berjumpa dengan Tuhan harus, rela atau terpaksa, masuk ke dalam salah satu agama. Bahkan “lakon” masuknya ke dalam salah satu agama belumlah cukup untuk “membenarkan” jalannya yang ingin berjumpa dengan Tuhan. Masih terjadi klaim, rebutan bahwa yang berhak dan paling sohih menjadi “pemandu” adalah hanya Agama “A”, Agama “B”. Sungguh, manusia tidak memiliki kebebasan hanya sekedar untuk memilih jalannya menuju Tuhan.

Parahnya jika ada “orang” yang berada di luar agama, belum atau memang tidak mau memeluk agama, maka tangan-tangan orang-orang beragama tadi akan segera menuding “orang” ini kafir, ingkar atau apalah bahasanya sesuai idiom masing-masing agama hanya sekedar menunjuk “The Other”, itu. Celakanya lagi, orang kafir itu halal darahnya untuk dilenyapkan. Untuk ditumpahkan agar tidak menjadi ‘rereget” dunia. Inilah akibat tatkala Tuhan telah dimonopoli agama. Belum lagi antar satu agama dengan agama lainnya juga terkesan saling curiga, tidak ada kemesraan. Jika ada Pak Sudiro Yasir yang Muslim sering blusukan ke gereja atau sering boncengan bareng dengan Mbak Margaretha yang Nasrani, maka seribu pertanyaan di benak masing-masing pemeluk agama segera berkeliaran: jangan-jangan Pak Sudiro..., jangan-jangan Mbak Margaretha.., kita benar-benar terkekang dengan “jangan-jangan”, terhimpit oleh prasangka 2 yang menggunung. 

Sebenarnya siapa yang berhak memberikan predikat “KAFIR” pada manusia lain? Agamakah? Manusiakah? Jawabannya: ya si empunya manusia itu sendiri. Tuhan yang Maha Esa, Yang Maha Kuasa lah yang tahu desiran hati manusia, yang tahu keingkaran-keingkaran manusia yang paling lembut dan tersembunyi sekalipun. Tuhanlah yang memegang hak ciptanya, bukan yang lain. “Bila engkau tidak mau disebut menyekutukan Dia, maka jangan sekali-sekali menggusur hak Dia, kecuali kalau kamu memang berniat mau menyaingi Tuhan semesta Alam...”. kewajiban kita adalah terus-menerus belajar memahami berbagai macam hal dari ciptaan-Nya, termasuk memahami ciptaan-Nya juga banyak yang saling bebeda, bahkan lebih ekstrem saling bertentangan sifatnya, bertentangan jenisnya, bertentangan posisinya, bertentangan perannya dan sebagainya.

Sayidina Ali bin Abi Thalib menyatakan bahwasanya dia mendengar Rasulullah saw bersabda: ”Pada akhir zaman nanti akn muncul kaum berusia muda (ahdasul asnan) berpikiran pendek (sufahaul ahlam), mereka memperkatakan sebaik-baik ucapan kebaikan, mereka membaca Al-Quran tetapi bacaan mereka itu tidak melebihi (melampui) kerongkongan mereka, mereka memecah agama sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya maka dimanapun kamu menjumpainya maka perangilah mereka sebab dalam memerangi mereka terdapat pahala disisi Allah pada hari kiamat kelak. ” 

Referensi: (Sahih Bukhari/6930, Sahih Muslim/2462, Sunan Abu Daud/4767, Sunan Nasai/4107 Sunan Ibnu Majah/168, Sunan Ahmad/616 ).

About Elsya Vera Indraswari

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Post a Comment

Terimakasih telah berkunjung di Pesantren Seni Kaligrafi Al Quran, silahkan meninggalkan pesan, terima kasih


Top