Slider[Style1]

PSKQ dalam Liputan

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5

Style6

Style7

Style8

Style9

Assyri gombal mukiyo, 2013

Gelar Nabi Ismail AS adalah dzabihullah. Sembelihan Allah. Saya ingin sekali menggunakannya untuk judul suatu tulisan ini, namun dengan perasaan was-was. Apakah Allah tukang sembelih? Apakah Allah itu Maha Jagal, sebagaimana dalam konteks lain saya juga takut mengumumkan idiom wallohu khoirul makirin, Allah itu Maha Pemakar? Allah memang maha jagal? tentu ini adalah bahasa yang tepat bagi para tukang jagal kemanusiaan di negeri ini yang harus terjegal dan terjagal dengan menghisap darah bagi kesejahteraan warga negaranya dengan memeras kemewahan untuk kepentingannya sendiri. Allah itu "tui'zzu man tasyaa' watudzillu man tasyaa "( Allah maha memuliakan dan Allah juga maha mnghinakan bagi yang dikehendakiNya).

Allah bisa saja menelanjangi para koruptor dan memuliakan siapapun yang dikehendakiNya entah para TKI yang terancam hukuman mati, guru TK yang digaji seratus ribu dalam sebulan tanpa tunjangan apapun, atau 8 ribuan sarjana S.Pdi yang antri tes PNS dikudus padahal kuota kursi yang dibutuhkan hanya 4 orang itupun sudah dalam wacana kong kalikong, kuli bangunan yang memeras keringat hanya sekadar makan dan jutaan manusia yang tidak lagi dimanusiakan.Kita sudah teramat bodoh untuk dibodoh -bodohi dan dipecundangi. 
Sedangkan di balik baju kebesaran dan jan jabatan basah mereka tersimpan ratusan dolar dan tranfusi dana yang digunakan untuk memompa -mompa kemewahan pribadi dan kelompoknya semata.
Mungkin sudah ratusan kali kita mengkomunikasikan bahwa untuk urusan tertentu peradaban kita ini pra-Ibrahim. Kalau Ibrahim AS. hidup pada zaman SBY, tentu ketika pada suatu pagi Ibrahim yang merencanakan menyembelih anaknya, maka para tetangga segera akan melaporkannya ke Polsek, atau mungkin langsung memukuli Ibrahim sampai babak belur benjot dan akhirnya meregang nyawa. Di zaman ini kita tidak memiliki perangkat ilmu pengetahuan dan tingkat legalitas hukum yang sanggup mengakomodasikan fenomena (vertikal) Ibrahim dan Ismail. Atau Ibrahim akan diganjar dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup, meskipun perampokan yang bertopeng korupsi itu adalah pembunuhan yang substansinya lebih kejam daripada pembunuhan fisik. Jika wilayah pembunuhan itu di negara Republik ini, bersiap-siaplah Ibrahim dicongok dengan hukuman mati atau akan terbebas jika bisa nyogok Hakim atau membayar pengacara.

Hal ini berdasarkan pada pasal 340 KUHP, yang menyatakan:
“Barang siapa yang sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, karena pembunuhan dengan rencana (moord), diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.

Jangankan fenomena perencanaan penyembelihan Ismail oleh Ibrahim yang disalah fahami yang jelas -jelas itu perintah Tuhan. Sedangkan kita suatu hari nongkrong di dekat kandang kambing saja orang lantas menyimpulkan kita adalah kambing. Saya berpapasan dengan waria pada suatu siang dan omong-omong sejenak, orang di sekitar saya langsung menyangka saya sedang melakukan transaksi seksual dengan waria padahal saya harus berbuat baik dengan siapa saja meskipun menurut kita orang tersebut tidak termasuk dalam kriteria baik menurut anda misalnya.Lantas menuduh saya sebagai penyuka sesama jenis (Homo seks).

Kebanyakan orang menjadi terobsesi dengan sebuah kata "modus" yang lagi ngetrenisasi, sebagai sebuah cara yang digunakan seseorang untuk menipu orang lain dengan tujuan atau maksud tertentu. Biasanya diakal-akalin supaya tidak kelihatan kalau mau menipu.
contoh kecil saja:
cwo     : aku capek nih, mau rebahan sebentar, kerumah aku dulu yuk sebentar aja....(merayu).
Atau    : say ke puncak yuk kita liat liat pemandangan.
(padahal maksud dan tujuannya bukan untuk rebahan atau liat pemandangan tapi karena ingin melihat pemandangan yang lain).

Tapi janganlah kita selalu berburuk sangka, dengan mengatakan orang yang memang betul-betul ingin menolong atau meminta uluran tangan kita dan berbuat baik lantas kita teriaki dengan sebutan "modus". Ada suami tetangga yang istrinya mau melahirkan dan meminta istri anda untuk membantu padahal memang pekerjaan istri anda adalah seorang Dukun Bayi (Bidan).Lantas anda tega mengatakan ini adalah modus biar istri anda bisa diapa-apain oleh suami tersebut. Kita hidup ditengah -tengah pergulatan prasangka dan dugaan -dugaan.Padahal dugaan dan sebagian dari prasangka itu dosa(inna ba'dha adzonni itsmun).
Kalau saya jalan menunduk di sepanjang jalan, bersamaan dengan itu ada perempuan cuantik yang kebetulan sedang nongkrong diseberang jalan, dan saya akhirnya menyapanya lantas ramai-ramai orang menuding saya bahwa saya "mata keranjang".Atau kebetulan perempuan itu saya kasih buku -buku kaligrafi karena ternyata penggila virus kaligrafi saya kemudian Jumhur Ibu- ibu dikampung saya mengatakan itu modus.
Bahkan terakhir saya mendengar gosip tentang modus baru bahwa saya adalah Ustazd karena suka bergaul dengan Kiyai dan Ustazd, yang sebagian dari mereka adalah memang Kiyai dan Ustazd dan saya hanya gelandangan dan pengangguran yang menyamar jadi Ustazd biar disangka Ustazd.

Demikianlah saya senantiasa bersetia mendengarkan orang lain. Dan itulah sumber pengetahuan hidup saya. Tapi susahnya, orang sering tak bisa diduga apa maunya. Pernyataan orang juga tidak selalu mencerminkan sikap dan kemauannya. Kalau seseorang bilang Assiry "kamu sekarang bukan suamiku lagi”, lantas saya percaya, saya terapkan, sehingga saya tidak perlu bertemu agar kemesraan itu tetap selalu bersemayam dan menghalau segala bentuk kebencian jika dia melihat muka dan bentuk badan saya.Lantas dia mengatakan bahwa saya pengecut dan sebagainya.

Saya melihat itu semua adalah peristiwa cinta.
Kalau kita tidak menimba sumur misalnya kalau mau mandi, orang yang kita cintai dan mencintai kita marah: “Kok nggak mau nimba sih?”. Kalau kemudian kita menimba, ia tuding: “Terpaksa ya nimbanya!”. Lantas kita hentikan menimba, ia bersungut-sungut: “Memang aslinya tidak mau menimba!”.
Cinta itu terkadang over-sensitif. Kalau yang terlibat dalam percintaan adalah orang besar, lebih susah lagi. Kalau bersikap biasa-biasa saja, ia naik pitam: “Nggak tahu siapa saya ya! Belajar menghormati dikit kek!” Kalau kemudian kita membungkuk menghormatinya, ia tuduh: “Nyindir ya! Karena kebetulan badannya pendek. Saya tidak mau kau menghina dengan pura-pura menghormatiku!”. Kemudian kita kembali bersikap biasa, dan ia serbu kita: “Dasar tak tahu diri!”
Lama-lama saya “curiga”, dengan diri saya sendiri kayaknya doa saya kepada Tuhan juga di sebut "modus"..

About Elsya Vera Indraswari

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Post a Comment

Terimakasih telah berkunjung di Pesantren Seni Kaligrafi Al Quran, silahkan meninggalkan pesan, terima kasih


Top