Kamboja, 04 April 2019
Saya sangat bersyukur kepada Allah telah diperkenankan bisa bertemu dengan salah satu Maestro besar Lukis Kaligrafi Kontemporer Indonesia pada tahun 1996 tepatnya pada Tgl.17 Juli 1996 Saat ikut Kursus Kaligrafi rutin mingguan pada Hari Jumat pukul 13.00 sampai selesai di Sanggar Kaligrafi Annur Kudus Jawa Tengah, pimpinan KH.Nur Aufa Shiddiq Almarhum.
Adalah KH.Purwanto Zain M.Pd ini dari awal pertemuan itu hingga saat ini akhirnya saya berkarib, beriringan dan berguru dalam proses berkaligrafi dan belajar apa saja tentang kehidupan kepadanya. Jika H.Purwanto itu Khidir maka saya bahksn saya jauh dari Musa bahkan cuma cecunguk yang tidak lulus alias Drop out dan tidak mampu menerima ilmu-ilmu yang dimiliki oleh H.Purwanto Zain ysng juga adalah pengamal Tarekat Naqsabandi Qadiriyyah Arwaniyyah.
Sampai saat ini saya tidak tahu kenapa ketika melihat lukisan kaligrafi terbarunya pada foto ini, tiba -tiba saya menangis sesenggukan dan teringat saat -saat bersama siang dan malam hingga fajar menyongsong menerima setiap tetes dan kucuran ilmu dari ayah dan guru tercinta kami KH.Nur Aufa Shiddiq. Karya-karya kaligrafi dan lukisan kaligrafi kontemporer sentuhannya sangat berkarakter dan berbeda dari kebanyakan Maestro lukis kaligrafi yang ada di Indonesia. Kurang afdhal kirsnya jika teman-teman sekalian belum melihat ratusan lukisan hasil karyanya. Anda bisa akses di Google dengan klik: www.kaligrafiku.com
Di mata Guru Kami, Kang Haji Purwanto begitu saya memanggilnya diberikan kepercayaan penuh untuk membuat backgrouud lukisan sedangkan tugas saya waktu itu membuat desain dan menggores kaligrafinya. Tanggup jawab dan diskjob ini tidak bisa dirubah.
Ia sama sekali tidak pernah membantah perintah KH.Nur Aufa Shiddiq selau Sam'an watha'atan. Tidak seperti saya yang kadang mangkir dari perintah Guru. Pernah suatu ketika saya gantian yang membuat background lukisan pada Stereofoam, anehnya KH.Nur Aufa tahu padahal beliau tidak melihatnya langsung. Menurut Beliau ternyata background yang saya kerjakan kurang halus alias kasar jauh kualitasnya dari apa yang sudah dikerjakan Kang H.Purwanto.
Saya tetap disuruh fokus untuk mbuat sket/mal tulisan kaligrafi saja. Akhirnya mau tidak mau Kang H.Purwantolah yang ujung-ujungnya diperintahkan kembali untuk merubah background lukisan yang sudah saya kerjakan itu. Setelah kejadian tersebut saya tidak berani lagi melukis background.
Dari proses demi proses belajar dan berkarya yang berjalan kurang lebih 4 tahun di Sanggar Annur itu saya meyakini bahwa karya-karya Kang H.Purwanto mengandung aura berkah, yang tidak semua orang memilikinya bahkan murid-murid KH.Nur Aufa yang lainnya pun sepertinya hanya dia yang beruntung kecipratan "kemajduban" dan ditiupkan dzauq atau ruh kaligrafi yang tak terkira lagi kepadanya. Perhatikan saja karya-karyanya, sispspun yang melihatnya saya jamin jatuh cinta. Karya-karya lukisan kaligrafi H.Purwanto itu layaknya prawan yang sedang semlohay dan lagi matang-matangnya. Pokonya terasa ingin cepat dipinang alias dibeli dan dihalalkan. Masya Allah.
Inilah yang disebut maunah atau "Ziyadatu Al Khair yang telah diperoleh Kang H.Purwanto Zain. Inilah yang membuat saya iri. Apalagi saat detik -detik terakhir KH.Nur Aufa Shiddiq berpulang ke rahmat Allah H.Purwanto yang dipanggil secara ghaib melaui "sentuhan Syauq" atau semacam bisiksn melalui suara qalbu agar ikut menemani dan menunggu di rumah Sakit kala itu.
Ya Allah saya malu, benar -benar saya malu. Saya menyaksikan betapa keberkahan dan anugerah kaligrafi yang dibawa oleh guru kami telah Engkau estafetkan kepada KH.Purwanto Zain. Bagaimana tidak, satu-satunya Kaligrafer Indonesia yang pernah juara Kaligrafi 8 kali berturut-turut di Jabar dan berhadiah ONH Plus 8 kali juga pada rentang waktu 2004 hingga 2013 ya siapa lagi kalau bukan H.Purwanto Zain. Ia juga seorang Da'i kondang, Akademisi Muslim yang berkarakter, Intelektual muda, Pemusik Sholawat, Qari', Sastrawan, Pendiri Sanggar Asta Qalam dan seabrek prestasi dan talenta lainnya yang saya kira saya pun tak mampu bisa mengejar ilmu dan keunggulannya.
Cerita ini hanya sebaga pondasi dasar bahwa kesuksesan yang Ia raih saat ini bukan semata-mata dari usaha dan kesungguhannya semata melainkan juga kepatuhan, tunduk dan menjunjung adab dan tata kerama yang sangat tinggi kepada para guru. Hal inilah yang sekarang mulai surut dan kurang diperhatikan oleh seorang Santri/Murid. Padahal kunci keberhasilan dan keberkahan ilmu itu Tadzim kepada guru. Guru kami KH.Nur Aufa setiap perintah apa saja kepada H.Purwanto Zain tidak pernah saya lihat ia membantahnya. Kalaupun dirasa kurang cocok paling ia hanya diam dan setelah itu dijalaninya dengan maksimal. Tidak pernah membantah sekalipun. Ini kesaksian saya.
Tercatat Ia pernah berguru ke LEMKA Sukabumi th. 2002 dan mendapat gemblengan langsung dari KH.Dr. Wahidin Lukman (Pendiri dan Pengasuh Pesantren Kaligrafi El Jabbar Bandung) dan Ustaz Hasanuddin Hasan sejak 2005.
23 tahun saya membersamai KH.Purwanto Zain M.Pd.I, berguru dan terus belajar kepadanya. Semoga ilmu-ilmunya senantiasa menghujani kita semuanya.
Bertaburan di mana-mana, sejuk dan mengendap di sanubari dan hati kita dan memberi manfaat kepada kita semuanya. Amiiin.
Sahabat dan Muridmu
Muhammad Assiry
_____________________
Ilustrasi:
Tampak H.Purwanto bersama saya mengisi Workshop Kaligrafi terapan dengan mengolah gerabah menjadi aksesoris motif dan kaligrafi pada episode bulan Februari 2019 di Kampus 3 UIN Walisongo Semarang.
No comments: