Assiry gombal mukiyo, 29 Juni 2015
Masih ingatkah temen -temen sekalian tentang kisah tragis Mbah Samidi, 60 tahun, tukang becak di kota lama Semarang ini. Meskipun sudah lewat beberapa tahun lalu tapi kepedihannya begitu menyayat -nyayat hati dan fikiran saya sampai puasa berganti. Dia didapati meninggal akibat keracunan nasi basi. Dia nekad menyantap nasib tak layak konsumsi itu karena tidak punya uang untuk beli makan.
Sungguh ironi dan menyedihkan di negeri yang kaya ini masih ada raktatnya yang kelaparan. Puasa menumbuhkan dan menyuburkan kepedulian sosial. Puasa itu cuma latihan bagaimana merasakan laparnya si miskin dan papa, tentu banyak hikmah yang kita dapatkan atas perintah dan syareat puasa tersebut bukan sekadar merasakan lapar dan haus berjamaah. Dengan begitu kita menjadi terpanggil untuk membantu dan berbagi dengan yang kekurangan diatas kelebihan -kelebihan yang kita miliki.
Jika puasamu hanya latihan lapar dan dahaga dan tidak ada sedikitpun atsar/ efek yang ditimbulkan dari hikmah kita puasa yang lebih kepada potensi bermuamalah atau menumbuhkan kepedulian sosial atau "kesalehan sosial" di masyarakat maka sama saja yang kita dapati bukan essensi puasa itu sendiri melainkan hanya sia -sia.
Mbah Samidi meregang nyawa di dekat becak yang jadi washilah untuk menyambung hidup bagi keluarga kecilnya. jasadnya berkalang tanah, tepat di bawah spanduk Seorang caleg perlente yang berjanji pro rakyat kecil yang bertuliskan " Bantu Kami melayani anda".
Saya ndak habis fikir, apa yang hendak dibantu selain hanya "ndobol" dan omong kosong belaka. Slogan -slogan itu hanya tulisan persuasif yang bertujuan hanya semata-mata meraup suara dengan topeng-topeng kepedulian sosial.
Meskipun papa, Mbah Samidi tidak pernah terbersit sedikit pun niat untuk mencuri uang receh, sekadar untuk beli nasi murahan di warung kucing agar perut kempisnya bisa terisi. Keteguhan sikap rakyat jelata yang harus ditebusnya dengan nyawa yang melayang. Betapa mulia dia dibanding pejabat, anggota DPR, kepala daerah, para penguasa lainnya yang kaya raya, duduk di kursi empuk, makan enak, berdasi mahal, pelesir ke mana-mana, setiap saat menghitung laba, memiliki wanita simpanan dimana-mana, bisa umroh dan haji berkali-kali, dan mengaku mendapat amanah dari rakyat jadi pemimpin, tapi rakusnya tak terkira saat menggarong duit rakyat.
Saya semakin meraung-raung menyaksikan semua ini. Iblis dan beberapa setan belang di teras rumah saya beberapa hari lalu mengeluh kepada saya mereka berceloteh " Sekarang kami ikatan Iblis dan setan belang lebih banyak nganggur karena tugas -tugas kami sekarang sudah banyak digantikan oleh manusia, lha bagaimana kami tidak nganggur, kami juga tidak pernah menduga sebelumnya, diera globalisasi ini ternyata manusia jauh yang lebih canggih daya tipu dan muslihatnya daripada kami para iblis dan setan belang, tugas-tugas kami sebagai iblis sudah banyak digantikan manusia. Kalau ini dibiarkan berkepanjangan jelas bisa mengancam eksistensi dan kapasitas kami sebagai iblis".
Salah satu Setan bangsat bahkan ada yang sampai menangis dan terguncang -guncang karena kehilangan pekerjaannya itu. Saya sebagai manusia sangat terpukul mendengar pernyataan perwakilan ikatan iblis dan setan itu, tapi inilah yang terjadi di negeri ini.
Mbah Samidi adalah salah satu potret dari jutaan anak -anak bangsa lainnya yang hidup nestapa tapi teguh dengan pendirian dan jujur meski harus mengorbankan nyawa. Saya yakin meskipun Mbah Samidi tidak mendapat tempat yang layak di dunia Insya Allah dia akan mendapat tempat yang layak dan mulia disisiNya. Inilah "jihad" yang sesungguhnya ketika dia harus mencari nafkah untuk anak istrinya. Dan sebaik-baiknya tempat adalah Syurga.
Masih ingatkah temen -temen sekalian tentang kisah tragis Mbah Samidi, 60 tahun, tukang becak di kota lama Semarang ini. Meskipun sudah lewat beberapa tahun lalu tapi kepedihannya begitu menyayat -nyayat hati dan fikiran saya sampai puasa berganti. Dia didapati meninggal akibat keracunan nasi basi. Dia nekad menyantap nasib tak layak konsumsi itu karena tidak punya uang untuk beli makan.
Sungguh ironi dan menyedihkan di negeri yang kaya ini masih ada raktatnya yang kelaparan. Puasa menumbuhkan dan menyuburkan kepedulian sosial. Puasa itu cuma latihan bagaimana merasakan laparnya si miskin dan papa, tentu banyak hikmah yang kita dapatkan atas perintah dan syareat puasa tersebut bukan sekadar merasakan lapar dan haus berjamaah. Dengan begitu kita menjadi terpanggil untuk membantu dan berbagi dengan yang kekurangan diatas kelebihan -kelebihan yang kita miliki.
Jika puasamu hanya latihan lapar dan dahaga dan tidak ada sedikitpun atsar/ efek yang ditimbulkan dari hikmah kita puasa yang lebih kepada potensi bermuamalah atau menumbuhkan kepedulian sosial atau "kesalehan sosial" di masyarakat maka sama saja yang kita dapati bukan essensi puasa itu sendiri melainkan hanya sia -sia.
Mbah Samidi meregang nyawa di dekat becak yang jadi washilah untuk menyambung hidup bagi keluarga kecilnya. jasadnya berkalang tanah, tepat di bawah spanduk Seorang caleg perlente yang berjanji pro rakyat kecil yang bertuliskan " Bantu Kami melayani anda".
Saya ndak habis fikir, apa yang hendak dibantu selain hanya "ndobol" dan omong kosong belaka. Slogan -slogan itu hanya tulisan persuasif yang bertujuan hanya semata-mata meraup suara dengan topeng-topeng kepedulian sosial.
Meskipun papa, Mbah Samidi tidak pernah terbersit sedikit pun niat untuk mencuri uang receh, sekadar untuk beli nasi murahan di warung kucing agar perut kempisnya bisa terisi. Keteguhan sikap rakyat jelata yang harus ditebusnya dengan nyawa yang melayang. Betapa mulia dia dibanding pejabat, anggota DPR, kepala daerah, para penguasa lainnya yang kaya raya, duduk di kursi empuk, makan enak, berdasi mahal, pelesir ke mana-mana, setiap saat menghitung laba, memiliki wanita simpanan dimana-mana, bisa umroh dan haji berkali-kali, dan mengaku mendapat amanah dari rakyat jadi pemimpin, tapi rakusnya tak terkira saat menggarong duit rakyat.
Saya semakin meraung-raung menyaksikan semua ini. Iblis dan beberapa setan belang di teras rumah saya beberapa hari lalu mengeluh kepada saya mereka berceloteh " Sekarang kami ikatan Iblis dan setan belang lebih banyak nganggur karena tugas -tugas kami sekarang sudah banyak digantikan oleh manusia, lha bagaimana kami tidak nganggur, kami juga tidak pernah menduga sebelumnya, diera globalisasi ini ternyata manusia jauh yang lebih canggih daya tipu dan muslihatnya daripada kami para iblis dan setan belang, tugas-tugas kami sebagai iblis sudah banyak digantikan manusia. Kalau ini dibiarkan berkepanjangan jelas bisa mengancam eksistensi dan kapasitas kami sebagai iblis".
Salah satu Setan bangsat bahkan ada yang sampai menangis dan terguncang -guncang karena kehilangan pekerjaannya itu. Saya sebagai manusia sangat terpukul mendengar pernyataan perwakilan ikatan iblis dan setan itu, tapi inilah yang terjadi di negeri ini.
Mbah Samidi adalah salah satu potret dari jutaan anak -anak bangsa lainnya yang hidup nestapa tapi teguh dengan pendirian dan jujur meski harus mengorbankan nyawa. Saya yakin meskipun Mbah Samidi tidak mendapat tempat yang layak di dunia Insya Allah dia akan mendapat tempat yang layak dan mulia disisiNya. Inilah "jihad" yang sesungguhnya ketika dia harus mencari nafkah untuk anak istrinya. Dan sebaik-baiknya tempat adalah Syurga.
No comments: