PSKQ Modern, 25 Mei 2015
Pada
suatu saat Ibnu Bawwab mengurus perpustakaan Baha’ Al-Daula di Syiraz
dan ia sendiri menceritakan sekelumit kisah berikut ini dari sana yang
dilaporkan oleh Yaqut: suatu hari dalam tumpukan buku-buku yang telah
disisihkan, ia menemukan sebuah buku bersampul hitam yang ternyata
merupakan bagian dari Al-Qur’an tiga puluh jilid yang ditulis oleh Ibnu
Muqlah. Buku ini menimbulkan kekaguman yang luar biasa. Di perpustakaan
tersebut berhasil ditemukan dua puluh sembilan jilid, tetapi satu jilid
masih belum ditemukan. Ketika ia menyampaikan berita ini kepada Baha’
Al-Daula yang disebut terakhir ini kemudian memerintahkan untuk
melengkapi karya tersebut. Ibnu Bawwab menawarkan diri untuk menuliskan
jilid yang hilang itu dengan syarat ia mendapatkan jubah kehormatan dan
uang seratus dinar jika jilid baru yang ditulisnya tidak dapat dibedakan
dengan jilid-jilid lain. Syarat itu diterima, lalu Ibnu Bawwab mencari
beberapa kertas tua yang diperkirakan sama dengan kertas jilid yang
hilang itu dengan baik dan dibuat agar tampak usang, kemudian dijilid
dengan sampul tua yang diambil dari buku lain.
Ketika
Baha’ Al-Daula menanyakan hal itu setahun kemudian, ia melihat tiga
puluh jilid dibawa kehadapannya dan menelitinya dengan cermat sebelum
mengambil satu jilid yang baru ditulis, kemudian ia menganggap bahwa
semuanya merupakan karya Ibnu Muqlah. Ibnu Bawwab tidak menerima bayaran
yang telah disetujui, tetapi permohonannya untuk memiliki seluruh
potongan kertas Cina yang ada di perpustakaan, yang cukup untuk
keperluan beberapa tahun dikabulkan. Konon ada dua jenis kertas di
perpustakaan itu yaitu kertas Samarkand dan kertas Cina.
Kisah
itu menyiratkan bahwa tulisan Ibnu Bawwab tidak jauh berbeda dengan
tulisan Ibnu Muqlah yang menjadi pedomannya dalam menulis. Kita tidak
mengetahui apa perbedaan yang ada diantara mereka, tetapi biografi
beberapa orang di abad kedua belas dan ketiga belas menyatakan bahwa
mereka mengikuti metode Ibnu Muqlah dan Ibnu Bawwab. Seseorang
mengatakan bahwa ia memakai metode Ibnu Muqlah untuk menulis buku-buku
dan metode Ibnu Bawwab untuk menulis surat-surat. Tulisan kedua ahli
kaligrafi tersebut sangat diminati oleh para kolektor dan mendapat harga
yang tinggi.
Yaqut
menceritakan sebuah surat yang terdiri dari sembilan puluh baris
berisikan hal-hal sepele yang ditulis oleh tangan Ibnu Bawwab telah
terjual dengan harga tujuh belas dinar dan kemudian dijual lagi dengan
harga dua puluh lima dinar. Semangat para kolektor itu menyebabkan
adanya pemalsuan. Kita telah melihat bahwa beberapa pabrik kertas juga
menginstruksikan untuk menciptakan kertas kuno buatan. Hal ini
berhubungan dengan kenyataan bahwa Ibnu Bawwab sendiri memalsu karya
seorang maestro yang terdahulu. Yaqut menceritakan tentang seorang
kaligrafi abad ketiga belas yang membeli selembar tulisan Ibnu Bawwab
dengan harga empat puluh dinar. Dia menyalinkannya diatas kertas usang
dan memberikan salinan tersebut kepada seorang penjual buku yang
menjualnya sebagai tulisan Ibnu Bawwab dengan harga enam puluh dinar.
Ibnu Bawwab adalah penulis
kaligrafi hafal al-Qur’an dan menulis 64 mushaf. Salah satunya, yang
ditulis dengan gay Raihani, disimpan di masjid Leleli di Istanbul. Ia
penemu dan pengembang gaya tulisan Raihani dan Muhaqqaq. Al-Bawwab yang
berhasil membentuk mazhab kaligrafi di Baghdad, meninggal tahun 1022 M
dan dimakamkan di dekat makam Imam Ahmad ibn Hanbal. Tidak diketahui
tanggal kelahirannya.
Pada
masa mudanya, Ibnu Bawwab belajar kaligrafi pada Muhammad ibn Asad,
kemudian Muhammad ibn al-Simsimani, murid Ibnu Muqlah. Dalam karir
kaligrafinya ia lebih dikenal sebagai penerus dan pengembang prestasi
Ibnu Muqlah. Dialah yang menambah makna pekerjaan yang telah dirintis
pendahulunya itu. Bentuk baru yang penuh keindahan ini kemudian dikenal
dengan al-Mansub al-Faiq (huruf standar yang indah). Meskipun al-Bawwab yang pada mulanya dikenal sebagai dekorator rumah (house painter) dan ilustrator buku, namun ia lebih menonjol dalam mengembangkan dan mempercantik keenam gaya tulisan yang ada saat itu (al-aqlam al-sittah).
Perhatiannya terutama dicurahkan pada gaya Naskhi dan Muhaqqaq yang
secara ideal selaras dengan kejeniusannya. Ibnu Bawwab mendirikan
sekolah kaligrafi yang dikenal sampai masa Yaqut al-Musta’shimi. Meskipun
ia banyak berkarya, namun kini hanya beberapa saja yang dapat
terdokumentasi. Dua halaman al-Qur’annya, berukuran 17,5 x 13,5 cm
bertahun 1001 M, kini tersimpan di perpustakaan Chester Beatty, Dublin
Irlandia.
(Dari berbagai sumber)
No comments: