PSKQ Modern, 25 Mei 2015
Sejak
sebelum SD, Didin sudah melukis, biasanya dengan mencoreti apa saja
termasuk dinding rumah dengan arang dapur. Ia juga memanfaatkan arang
kuali dan blendok lampu untuk menulis halus dengan pena kodok yang
ditancap ke gagang kalam. Menurut guru SD-nya, E. Sarip, bakat melukis
Didin menurun dari ibunya yang juga sealumni dengan Sarip di SD yang
sama tahun 1940-an. Kakek Didin dari ibunya, yaitu Ahmad Sadili yang
dipanggil Mbah Pio karena kecilnya Ahmad Supio, adalah tukang kayu
kreatif yang pandai mengukir pintu dan jendela rumah.
Yang
lebih aneh lagi, sembilan saudaranya bisa menggambar walaupun mereka
tidak diajari oleh Didin. Ia juga tidak mengajari mereka menulis khat
(kaligrafi). Tetapi agaknya sebagian adik-adiknya itu mengikuti saja apa
yang dilakukan kakaknya dalam melukis dan menulis kaligrafi.
Lazimnya
orang mabuk, hari-hari selama di SD (sebelumnya Sekolah Rakyat/SR)
Didin disibukkan oleh kerja menggambar. Padahal sore hari harus belajar
di Madrasah Diniyah. Usai sholat Maghrib mengaji al-Qur’an dan kitab
kuning kepada ayahnya yang guru ngaji di kampungnya. Pada malam-malam
tertentu, ikut pendalaman kitab di Kyai Muhyiddin, Lengkong. Setiap
Ahad, bersama beberapa kawannya belajar tilawah (lagu al-Qur’an) di Kyai
Jemod di desa Ciporang, edngan berjalan kaki sepanjang 6 km.
Gambar
manusia dipelajarinya juga dari komik-komik. Ia terkesan buku komik
Gibraltar karya Alyson SR dari Surabaya dan komik-komik tentang
kebiadaban orang-orang PKI di tahun 1960-an. Komik-komik wayang karya R.
Kosasih sudah dibacanya juga waktu itu. Semuanya ditiru habis dengan
menggunakan pena kodok dan tinta hitam dari arang kuali. Tapi
gurunya di bidang gambar manusia ini, seperti diakuinya adalah Empud
Mahfud, guru agamanya, dan Fuad Fauzi, kawannya dari Bogor saat nyantri
di Pondok Modern Gontor. Kemahirannya menggambar peta dipelajarinya dari
sebuah peta tua susunan R. Boss yang ditemukan ayahnya si selipan
kitab-kitab kuning di lemari bukunya.
Didin
tidak terlalu prestisius. Ia hanya pernah dapat hadiah uang untuk
beberapa gambar orang sholat di sekolahnya yang dibelikannya seekor
kambing. Hobinya yang susah dibendung ini hanya menyisakan rasa senang
pada mata pelajaran sejarah dan mengarang, dan setengah benci pelajaran
berhitung. Bahkan ketika menyangkut angka-angka perhitungan hasil usaha
pun, ia tidak tertarik karena katanya:“Cuma ngitung uang siluman.” Didin
juga berterus terang: “Dari 20 soal berhitung, kadang-kadang dua yang
betul. Sisanya yang salah, tolonglah dijumlahkan ada berapa?” Saat
nyantri di Gontor, ia juga sering dapat nilai satu untuk pelajaran ilmu
hisab (aritmatika). Rupanya angka itu dianggapnya “angka juara” karena
Didin selalu ingin menjadi pelopor di bidang yang digelutinya. Di desa
Karangtawang tahun 1960-an, mungkin hanya ada tiga anak muda yang pandai
menggambar. Selain Didin sendiri, dua lainnya adalah Uung masyhuri dan
Yano Suharyono anak kepala SD Karangtawang Ehon Sahar. Tapi Didin sangat
dikenal sebagai pelukis di kalangan guru-guru dan kawan-kawannya saat
itu. Hanya soal tulisan Arab, meskipun goresannya bagus, Didin belum
tahu sama sekali prinsip-prinsip kaligrafi yang benar yang saat itu
memang belum populer.
***
Didin
seharusnya termasuk murid angkatan pertama di Madrasah Tsanawiyah yang
dirintis ayahnya. Ayahnya justru berkampanye masuk sekolah itu, tapi
anaknya malah diarahkan untuk nyantri ke Pondok Modern Gontor, Jawa
Timur tahun 1969. Tetapi di pesantren modern pimpinan KH. Ahmad Sahal
dan KH. Imam Zarkasyi saat itu, Didin benar-benar menemukan dunianya.
Pesantren yang menerapkan disiplin ketat ini sarat aneka kegiatan seni
san pelajaran khat termasuk kurikulum wajib di kelas. Segera saja
bakatnya tumbuh. Buku-bukunya penuh coretan gambar dan kaligrafi. Kesan
pertama yang dirasakannya adalah ketika tahun 1972 saat duduk di kelas
tiga (setingkat Tsanawiyah), ia termasuk tim penulis siswa dengan
menggunakan angka-angka Arab. Suatu kehormatan tiada tara. Suatu hari
KH. Imam Zarkasyi muncul dan mendekati Didin. “Sirojuddin, la, la, la.
Labud an yakuna hakkaza.” Pak Zar memberi isyarat sambil membetulkan
posisi tangan Didin.”Itu adalah do’a dan kelak saya merasakan hasilnya,”
kata Didin. Melukis dan menulis kaligrafi. Hanya itu yang jadi kegiatan
idola Didin di pesantren, membuat para guru dan kawan-kawan
mengenalnya. Seorang kawan dari Jakarta bernama Fajar Prana meledeknya:
“Hadza huwa brufisur khat.” Itu juga do’a kata Didin.
Tidak
puas dengan yang ada, Didin mulai terlibat kegiatan-kegiatan
kepanitiaan, pasti kebagian seksi dekorasi. Pernah menangani lima
majalah dinding Bahasa Arab dan Bahasa Inggris sekaligus. Warung dapur
dan kafetaria pesantren pun dicoretinya dengan lukisan dan kaligrafinya.
Puncaknya tahun 1974, ketika ia mendirikan Sakisda (Sanggar Pelukis
Darussalam) dan majalah dinding pertama berbahasa Indonesia bernama
Inspirasi Budaya. Karena komik madingnya “Kecelakaan di Dapur Kita” yang
mengeritik kekumuhan dapur santri, ia sempat diadili oleh ustadz Zaini
Muhayat. Dalam nota pembebasannya disebutkan : Itu adalah karya seni.
Empat
tahun belajar khat Naskhi dan Riq’ah di Gontor. Dua tahun sisanya untuk
pendalaman yang dirasanya tidak memuaskan, karena saat itu hanya ada
satu buku panduan kaligrafi karya Abdul Karim Husain dari Kendal
berjudul “Khat, Seni Kaligrafi: Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab.” Buku
lainnya adalah tulisan Indah karangan N. Abdul Razaq Muhili yang ditulisnya tahun 1961, itu pun sudah tidak terbit lagi.
Sentimen
ketidakpuasan Didin tambah tersulut. Ini yang mendorongnya, di tahun
1975 menjelang akhir studinya di Gontor, bermimpi sekiranya suatu saat
mengarang buku-buku kaligrafi dan mendirikan suatu wadah untuk
mengembangkan kaligrafi di Tanah Air. Namun, cita-cita itu barulah
terwujud 10 tahun kemudian dengan didirikannya Lemka.
Dua
tahun menjelang tahun 1975, Didin semakin mengintensifkan kreasinya.
Melengkapi kepiawaiannya menggambar pemandangan, luksian anatomi manusia
diperdalamnya dari Fuad Fauzi, kawannya dari Bogor. Sedangkan Abdul
Kholiq La-Vera dari Surabaya mengajarinya ilmu dekorasi, vignette dan
seni letter.
Teknik rupa diperdalamnya sendiri secara seadanya dari poster-poster film lukisan Harry yang ngetrend
waktu itu dan cover majalah. Poster raksasanya “Tears of a Criminal”
digunakan iklan dalam bahasa Inggris kelas enam hasil sutradara Ya’kub
Bukhari dari Jakarta. Poster itu dibuat Didin dengan water colour.
Selain
menghabiskan banyak kertas untuk latihan huruf dan lukisan, telunjuknya
digores-goreskan ke atas sajadah saat menanti adzan maghrib di masjid
pesantren. Didin membayangkan seakan sedang latihan menulis. Ternyata,
ulahnya itu adalah teori pendalaman huruf dengan cara membayangkan
huruf-huruf itu sendiri seperti dikemukakan oleh pembina kaligrafi Mesir
Fauzi Salim Afifi, yang baru dikenal Didin dari bukunya Silsilatu Ta’lim al-Khat al-‘Arabi”Dalil al-Mua’allim
yang dibacanya tahun 1995, dua puluh tahun sesudah peristiwa
corat-coret fiktif tersebut. Khattat besar Hasyim Muhammad yang populer
dengan bukunya Qawaid al-Khat al-‘Arabi pun pernah berlatih
menulis ribuan basmalah di pasir pantai dengan telunjuknya. Bila tersapu
air, diulang lagi tulisaanya itu, sampai hilang kembali diterpa ombak
pantai.
Mungkin
sudah suratan takdir, ketika Didin tidak dikabulkan ayahnya masuk ASRI
(Akademi Seni Rupa Indonesia) di Yogyakarta. Mungkin ayah takut saya
jadi murtad,” komentar Didin tentang ayahnya yang selalu berhati-hati
itu. Tapi lagi-lagi kegagalannya itu menjadi gerbang keberuntungannya di
kemudian hari.
Ketika tahun 1976 akhir masuk kuliah jurusan Bahasa dan
Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, lagi-lagi
Didin menemukan yang dicarinya. Di luar jadwal kuliah, ia bergabung
dengan Sanggar Garajas di Bulungan, Jakarta Selatan, selama setahun
setengah (1976-1978), untuk memperdalam lukisan. Di sanggar itu
dijumpainya ilustrator terkenal Si Jon dan Dimazprass, dan dilihatnya
kegiatan-kegiatan seni yang lain seperti seni akting, tari dan baca
puisi.
“Jakarta
adalah guru. Di Jakarta juga ada segalanya,” kata Didin. Ia sering
berlama-lama nongkrong di loakan buku Senen, Rivoli, Tanah Abang atau
Pasar Rumput dan Taman Ismail Marzuki dan mendatangi tempat-tempat
pameran seperti Balai Budaya, Mitra Budaya, Erasmus Huis, dan Pasar seni
ancol. Pameran di hotel-hotel pun diburunya. Diikutinya pula
acara-acara baca puisi dan pergelaran drama. Bahkan film-film kolosal
bernuansa sejarah di layar-layar tancap misbar alias gerimis bubar dan
bioskop-bioskop seputar Ciputat pun ditontonnya. Kebiasaannya membaca
komik kumat lagi setelah berada di Jakarta. Sebab, selama 6 tahun di
Gontor kesmepatan itu sangat langka kecuali dengan mencuri-curi atau
hanya membaca komik-komik petualangan Garth atau detektif John Prentice
yang dipampang berseri di koran berlangganan pesantren. Komik-komik
silat karya Ganes TH, Jiar, Yan Mintaraga, Teguh Santosa dan Man
dibongkarnya kembali dari Pasar Senen. Hasil bacaannya jadi bekal
pembuatan serial komik keagamaan dan ilustrasi cerpen majalah Panji
Masyarakat pimpinan Hamka. Sejak kuliah tahun 1976, Didin bekerja
sebagai ilustrator majalah itu, lalu beralih menjadi editor Pustaka
Panjimas sampai tahun 1982.
Hobi
mengarang dan baca-baca buku cerita, petualangan dan humor di samping
buku-buku keagamaan menghasilkan cerpen-cerpen dan karangan ilmiah dan
laporan peliputan selama menjadi wartawan Panji Masyarakat (1982-1989).
Ia sangat gembira ketika cerpen pertamanya Memilih Raja dan Air Telaga
Phrigia yang diterjemahkannya dari Baucis and Philemon dalam buku
History of the Greek dimuat majalah anak-anak Kawanku tahun 1977 dan
1981, bahkan yang disebut kedua ini jadi judul utama yang dipampang di
sampul mukanya. Artikel tentang kaligrafi sendiri baru ditulisnya di
Panji Masyarakat tahun 1983 dengan judul Dari Al-Aqlam Al-Sittah Hingga Lukisan Kaligrafi. Sejak itu meluncur artikel-artikel kaligrafi yang lain.
Selama
menjadi mahasiswa (1976-1982), Didin hanya memendam keinginan yang
dicita-citakannya. Di Jakarta hanya ada beberapa khattat. Selain sulit
dihubungi, mereka juga tidak mudah diajak berserikat membentuk
organisasi. Namun saat tersebut adalah masa-masa subur bagi Didin untuk
menulis kaligrafi buku di beberapa penerbit di Jakarta. Ia memperoleh
cukup uang sehingga berkesempatan membeli banyak buku. Uang juga banyak
diperoleh dari menulis kaligrafi di masjid, membuat ilustrasi dan komik,
selain cerpen dan artikel. Didin hampir-hampir bekerja sebagai khattat
di Penerbit Bulan Bintang, Jakarta dan PT. Al-Maarif, Bandung. Namun
keduanya urung diambil, karena masih aktif kuliah. Masih pingin bebas.
Didin
juga sempat menikmati kegagalan dalam Sayembara Kaligrafi di MTQ
Nasional XII tahun 1981 di Banda Aceh. Namun ia menebusnya dengan untuk
pertama kalinya menjadi Dewan Hakim Sayembara Kaligrafi MTq Nasional
XIII tahun 1983 di Padang. Di sini ia lebih jauh berkenalan dengan
K.H.M. Abdul Razaq Muhili, penulis kaligrafi buku profesional, dan Prof.
H.M. Salim Fachry penulis Al-Qur’an Pusaka Indonesia atas titah
Presiden Soekarno, yang bertugas sebagai Dewan Hakim dan diakuinya
sebagai guru. Saat itulah semenjak di pesawat menuju Padang hingga arena
MTQ, Didin tidak henti-hentinya menyampaikan gagasannya untuk membentuk
wadah pengembangan kaligrafi. Menanggapi gagasannya itu, Salim Fachry
menyambut agak kaget: “Itu sebenarnya yang sejak dulu saya cita-citakan,
sejak saya belajar kaligrafi di Mesir. Namun saya tidak punya kader.”
Didin dianggapnya sebagai kader yang selama ini dicari-cari.
Dewan
Hakim lainnya di MTq tersebut adalah C. Israr, seorang penulis seni
Islam, dan H.M. Bachtiar, dosen IAIN Padang yang turut mendorong rencana
Didin.
***
Selesai
kuliah tahun 1982, Didin sampai ke puncak kegelisahannya. Setahun
kemudian (1983), ia diminta mengajar kaligrafi di Fakultas Adab eks
almamaternya. Kehormatan itu dilihatnya sebagai peluang, tapi masih
kesulitan harus memulai dari mana. Akhirnya, Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an
(Lemka) diproklamirkan 20 Juli 1985 dan komponen pengurusnya diambil
langsung dari para mahasiswa semester II yang diasuhnya. “Semuanya serba
baru dan darurat. Tidak ada referensi apapun,” kata Didin. Saat itu
pembinaan kaligrafi di Indonesia berjalan alamiah, kecuali di beberapa
pesantren seperti Gontor dan cabang-cabangnya yang menyangkut kaligrafi
ke dalam kurikulum. Belum ada sanggar yang aktif mengajarkan kaligrafi
secara intensif. Sebaliknya seni lukis kaligrafi yang dimunculkan para
perupa sejak akhir tahun 1970-an mulai menggeliat. Para khattat di
pesantren-pesantren terus saja berkutat dengan goresan hitam putihnya
seakan dikalahkan oleh para pelukis yang lebih piawai dan kreatif
menyulap kaligrafi jadi ladang usaha. Para khattat murni yang
ketinggalan ini memprihatinkan Didin. Ia ingin mengajak mereka melangkah
lebih maju. Menurut bayangannya, jika para khattat ini digerakkan,
potensi mereka yang dahsyat akan muncul. “Saya ingin mereka ikut makmur.
Merekalah yang punya tulisan bagus, tapi mereka tidak dapat apa-apa
dari karya mereka yang kurang diolah secara artistik,“ komentar pria
pelukis kaligrafi yang berulang-ulang jadi jui kaligrafi MTQ Nasional
dan Peraduan Menulis Khat ASEAN ini.
Di
awal tahun 1980-an, asap perseteruan antara kubu kaligrafer murni dan
pelukis kaligrafi masih mengepul. Ada kalanya, ketegangan itu sampai ke
tingkat siaga I. Didin yang saat itu punya pergaulan luas dengan para
khattat dan pelukis sekaligus tidak memilih pro para kaligrafer murni
tempat dia bertolak yang sering kelewat reaktif terhadap para pelukis
yang mereka tuding banyak menyalahi kaedah huruf. Ia bahkan berkampanye
agar para khattat belajar kepada para pelukis yang lebih menguasai
teknik rupa. Kampanyenya yang pertama ia kumandangkan dalam ceramah
seninya tahun 1985 di Gedung Seni Sono Yogyakarta dan Masjid Agung
Semarang tahun 1986.
Program
pertama Lemka yang didirikannya adalah pembukaan kursus kaligrafi
intensif akhir tahun 1985 di IAIN Jakarta dengan tahap-tahap kelas Basic
(Naskhi), Secondary (Tsulus dan Riq’ah), Intermediate (Diwani dan
Farisi), Post Intermediate (Tatawarna) dan kelas Advance yang
direncanakan untuk tingkat profesional. Kursus ini oleh Didin dijadikan
garda terdepan pembinaan kaligrafi di Lemka. Dengan mengambil metode
demonstratif pelajaran diberikan dari dasar sesuai dengan slogan lembaga
ini yaitu Lemka Membina dari Alif.
Selain
mendorong pembukaan kursus kaligrafi di beberapa tempat di Jakarta,
Didin juga berkeliling memberikan training di Bandung, Jambi, Bandar
Lampung, Padang, Pekanbaru, Banda Aceh, Yogyakarta, Surabaya, Palu,
Palangkaraya. Tahun 2000 ia diundang Pemerintah Brunei Darussalam untuk
memberikan briefing tiga hari terhadap para penulis kaligrafi negara
petro dollat tersebut.
Jalan
yang ditempuh untuk mempercepat sosialisasi gagasannya adalah dengan
menulis buku-buku kaligrafi, dimulai dengan buku Seni Kaligrafi Islam
(1985) dilanjutkan dengan puluhan buku pelajaran dan diktat kursus
lainnya yang dibaca anak-anak TK sampai para mahasiswa perguruan tinggi.
Melalui buku-buku dan tulisan-tulisannya di media, pemenang Juara I
Peraduan Menulis Khat ASEAN tahun 1987 ini berhasil
mendorong didirikannya puluhan sanggar kaligrafi di pelbagai wilayah
Indonesia. Didin menawarkan konsep pengembangan kaligrafi via sanggar
yang dibagi kepada departemen-departemen dengan kegiatan-kegiatan kursus
atau pelatihan skill, pameran, apresiasi, diskusi wawasan budaya seni
dan kewirausahaan untuk membuka akses pasar peserta sanggar.
Hasratnya
yang menggebu untuk memasyarakatkan kaligrafi lebih cepat nampak pada
ajakannya untuk menyelenggarakan dialog pada momen-momen penting seperti
lomba kaligrafi yang melibatkan tenaganya. Dalam setiap MTQ, Didin
selalu spontan selalu membuat acara dialog dengan peserta lomba, pelatih
dan official kaligrafi. Ia memancing keluhan dan berbagai usul peserta
dialog lalu menunjukkan jalan keluarnya. “Dialog merupakan kesempatan
untuk menampung segala aspirasi dan menyumbangkan pemikiran, cara dan
teknik pembinaan,” katanya.
Mengapa
dialog? Didin mengakui dirinya terpengaruh oleh filosuf besar Socrates
yang mengembangkan metode dialog untuk menambah ilmu dan meningkatkan
kebijaksaannya. Selain, tentu saja untuk meningkatkan ilmu pengetahuan
masyarakat di sekitarnya. Dengan setiap hari berkeling di alun-alun kota
Athena, Socrates menanyai siapa saja orang yang dijumpainya. Ia bahkan
serng bertanya dengan berlagak bodoh untuk mendorong orang berbicara.
Menurut Didin, menanyai orang dengan cara berkelakar akan menghasilkan
sesuatu tanpa menegangkan.
Kemanapun
pergi dan ketemu siapapun, Didin berbicara soal kaligrafi. Kepada para
khattat ditanyakannya tentang kemajuan hasil latihannya. Para pelukis
kawan-kawannyajuga ditanya seputar hasil usaha dari penjualan karya
mereka. Ia juga membalas ratusan surat yangbersonsultasi kaligrafi
kepadanya. Baginya cara-cara itu adalah bagian dari metode pengembangan.
Tiada hari tanpa diskusi. Karena diskusi akan memberikan
pengertian-pengertian dan kesadaran untuk maju,” kilahnya. Maka saat
melawat ke beberapa daerah untuk melatih, ia mendiskusikan program
pembinaan di daerah itu lalu diproklamirkannya sebuah sanggar kaligrafi
yang baru.
Segala
usahanya diarahkan kepada obsesinya untuk menjadikan Indonesia sebagai
ladang pengembangan seni kaligrafi Islam, menyusul negara-negara seperti
Iran, Irak, Turki dan Mesir yang sudah berjalan duluan. Potensi ke arah
sana, menurut pengamatan pria penulis Al-qur’an Berwajah
Puisi bersama H.B. Jassin yang menghebohkan ini sangat mungkin, karena
SDM Indonesia luar biasa besar. Minat generasi muda
terhadap kaligrafi di Indonesia dengan sense of art nya yang tinggi
telah melebihi kesemarakan negara-negara yang jadi mbahnya kaligrafi
tersebut. Saat melawat le Iran untuk mengikuti The 9th
International Exhibition of The Holy Qur’an di bulan Ramadhan 2001,
Didin yang menjadi ketua delegasi Indonesia bersama Ilham Khoiri dari
ITB melihat respon publik Iran terhadap kaligrafi terutama Ta’liq,
Nasta’liq dan Shikasteh luar biasa. “Namun kekayaan art seniman kita lebih unggul dari mereka,” katanya.
Model
pembinaan ditempuh pula dengan membangkitkan rasa senang terhadap
kaligrafi. Maka seni kaligrafi harus bernuansa rekreatif dan metode
pengajarannya harus mengandung faktor novelty. Untuk itu Didin membuka
program yang dinamakannya safari seni untuk kegiatan-kegiatan yang
dibinanya edngan kurikulum melukis kaligrafi untuk anak-anak dan
kegiatan demonstrasi massal kaligrafi di tempat-tempat rekerasi yang terbuka, temu tokoh seni dan kunjungan ke tempat-tempat pameran dan galeri seni rupa.
Hasil-hasil
pencapaiannya tetap saja tidak memuaskannya. Seakan kehausan, Didin
terus mencari jalan lain utnuk meluluskan pemikirannya yang menurut
pengakuannya sudah bertumpuk. Ia menginginkan suatu laboratorium untuk
pembinaan dan pusat studi kaligrafi di Indonesia. Ia juga mempikan
sebuah Akademi Seni Islam.
Maka
pada tanggal 9 Agustus 1998 didirikannya Pesantren Kaligrafi Al-Qur’an
(Lemka) di Sukabumi yang merupakan tempat ketujuh setelah enam kali
bersama kader-kader binaannya gagal mencari lokasi yang tepat di kawasan
Jabodetabek. Pesantren seni model baru yang pertama di Indonesia ini
membina para kader daerah yang diplot untuk menjadi pelopor-pelopor
pengembangan kaligrafi di seluruh nusantara.
Tentu
saja Didin yang memimpin pesantren ini dan kader-kadernya cukup repot,
karena harus bolak-balik1 50 km Jakarta-Sukabumi untuk mengontrol
pesantrennya. “Lebih meletihkan daripada jalan kaki 4 km untuk mengaji di Kyai Jemod dulu,” kenang Didin tentang masa kanak-kanaknya.
Dalam
jepitan kesibukannya mengurus danmenjadi imam masjid As-Salam di
kawasan Ciputat, Didin yang aktif menjadi perumus lomba kaligrafi di MTQ
menyempatkan berkarya. Ia berhasil menulis 4 mushaf Al-Qur’an dan
dengan mushaf terakhirnya Al-Qur’an berwajah puisi ia bersama istri dan
ibunya naik haji tahun 1994. Ratusan lukisan dihasilkannya mencakup
puluhan set kalender kaligrafi yang paling banyak menyevar di Indonesia.
Namun, lagi-lagi semuanya dihubungkan dengan perjuangannya, seperti
dikatakannya: “Saya sebarkan karya-karya itu untuk dijadikan contoh dan
sebagai bukti kreativitas saya. Saya tidak mau hanya mengecap. Saya
mengajak anak-anak muda melukis kaligrafi bersama-sama dengan saya. Saya
senang jika mereka senang.”
Yang
perlu dicermati adalah tentang sosok karyanya. Ia tidak hanya
menampilkan gaya-gaya murni yang ditekuninya, tetapi dengan
keberaniannya terus bereksperimen mengolah huruf. Bertentangan dengan
pendapat umumnya para khattat agar gaya kaligrafi harus murni. Didin
mengatakan tidak. Menurutnya, pencarian mazhab belum selesai. Perlu
dicari gaya-gaya baru. Sebab sejarah kaligrafi sendiri adalah sejarah
perburuan mazhab-mazhab. Baginya soal gaya adalah soal ijtihadiyah.
Karenanya, kita juga harus punya gaya khas Indonesia. Didin memelopori
penamaan gaya-gaya kaligrafi dengan sebutan Syaifulu, Amani, Akrami,
Hendrawi, Yetmoni, Hattai dan Pirousi untuk karya-karya khas
pelukis-pelukis seperti Syaiful Adnan, Amang Rahman, Said Akram, Hendra
Buana, Yetmon Amier, Hatta Hambali dan A.D. Pirous.
Didin
mengarang banyak buku dan diktat kaligrafi mengaku terkesan oleh sikap
kaligrafer Tunisia Naja Al-Mahdawi yang beruji coba huruf 13 jam
perhari. Al-Mahdawi yang sering melukis bersama dengan perupa Jerman
Hwifinkel sangat menguasai kaligrafi murni, namun juga piawai mengolah
gaya-gaya kontemporer melalui uji cobanya yang oleh Charbal Dagir
disebut “Al-la’bah al-majnunah” (permainan gila). Yang lebih menarik
Didin adalah prinsip Al-Mahdawi bahwa huruf baginya adalah materi hidup
yang memebri kebebasan sepenuhnya untuk diolah setiap saat. Untuk itu
Didin berprinsip bahwa seniman kaligrafi harus menguasai gaya-gaya
kaligrafi murrni seperti Naskhi, Tsulus, Farisi, Diwani, Kufi dan
Riq’ah, tetapi harus mengembangkan pula gaya-gaya kontemporer yang
diolah dari huruf-huruf yang telah dikuasainya. Cara itu pula yang
diajarkan “sang guru kaligrafi seumur hidup ini” kepada kader-kader
asuhannya dan ia juga berhasil mengumpulkan karya-karya uji cobanya dalam buku Kaligrafi Hitam Putih D. Sirojuddin AR.
Karya
dan gagasan besar Didin ini tetap saja diakuinya terlalu kecil. Ia
mengingatkan sabda Nabi Muhammas saw bahwa Jika terjadi kiamat dan kamu
masih sempat menanam sebutir benih, maka tanam saja, karena itu pun ada
pahalanya.” Atau seperti kisah seseorang yang melempar-lemparkan
binatang-binatang laut ke air sepanjang pesisir pantai di malam hari. Ketika
ditanya, Apakah itu? Orang itu menjawab bahwa binatang-binatang itu
akan mati manakala fajar menyingsing. Jadi ia berusaha menyelamatkan
mereka. Saat ditanya lagi, Bagaimana mungkin, sebab pantai ini terlalu
panjang, sedangkan binatang-binantang laut yang terdampar jumlahnya
ribuan?”. Ia menjawab tenang: “Itu betul, saya hanya berjuang semaksimal
yang bisa saya lakukan. Jika saya berhasil menyelamatkan beberapa ekor
saja, itu pun sudah Alhamdulillah.” Didin merasakan bahwa usahanya masih
jauh dari cukup, mungkin perlu dilipatgandakan seribu kali lagi. Ia
hanya bergembira karena telah memulai.
Tetapi
dari mana ia dapat memobilisasi komunitas kaligrafer ini? Didin hanya
menjawab bahwa modalnya itu pun dari ayahnya. Ia melihat bagaimana
ayahnya mengajar ngaji dengan tekun, menjadi imam di surau, dan
bagaimana ia harus ronda setiap malam rakyatnya saat jadi kepala desa.
Tetapi kesukaannya membaca lelakon para petualang, pelopor, dan penemu
memberinya pengaruh sangat mendalam. Nabi Muhammad saw adalah yang patut
dijadikan contoh dengan menghimpun pengikutnya dari satu orang, tiga,
ratusan, hingga ribuan orang.
Ini
adalah kisah perjalanan Didin yang dituturkan kepada kawan-kawannya
sepenggal demi sepenggal. Banyak pula yang dilansir media massa. Ia
ingin terus bergerak dan menempuh perjalanan yang jauh, seakan belum
tahu ujungnya.
***
Adapun biar lebih sistematis, rincian tentang riwayat perjalanannya terkait kaligrafi dapat dilihat sebagai berikut :
Nama lengkap : Drs. H. Didin Sirojuddin Abdul Razaq, M.Ag.
Tempat/tgl lahir : Kuningan, 15 Juli 1957.
Pekerjaan utama : Dosen Fak. Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Alamat : 1. Kantor
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir. H. Juanda 95, Ciputat, Jakarta Selatan 15412
Telp.(021) 7443329, Fax (021) 7402982.
2. Rumah :
Jl. Semanggi I/26, Cempaka Putih, Ciputat, Jakarta Selatan
15412. Telp./Fax. (021) 7496279 Hp. 08128414001.
KIPRAH DI BIDANG KALIGRAFI
1. Pendidikan
Belajar kaligrafi di Pondok Modern Gontor, Jawa Timur (1969-1975), dengan dukungan bakat melukis sejak sebelum masuk sekolah.
2. Jabatan
- Pendiri dan Ketua Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (Lemka), 1985 sampai sekarang di Ciputat.
- Pendiri dan Pimpinan Pesantren Kaligrafi Al-Qur’an (Lemka), 1998 sampai sekarang di Sukabumi, Jawa Barat.
3. Kejuaraan
Juara I Peraduan Menulis Khat ASEAN di Brunei Darussalam, 1987.
4. Penjurian
Hampir
dalam setiap event penting lomba kaligrafi mulai tingkat
kota/kabupaten, propinsi, nasional dan ASEAN selalu terlibat dalam
penjurian. Diantaranya :
a. Dewan Hakim Kaligrafi MTQ Nasional ke-13, 1983 di Padang.
b. Dewan Hakim Kaligrafi MTQ Nasional ke-15, 1988 di Bandar Lampung.
c. Dewan Hakim Kaligrafi MTQ Nasional ke-16, 1991 di Yogyakarta.
d. Dewan Hakim Kaligrafi MTQ Nasional ke-17, 1994 di Pekan Baru.
e. Dewan Hakim Kaligrafi MTQ Nasional ke-18, 1997 di Jambi.
f. Dewan Hakim Kaligrafi MTQ Nasional ke-19, 2000 di Palu.
g. Dewan Hakim Kaligrafi MTQ Nasional ke-20, 2003 di Palangkaraya.
h. Dewan Hakim Kaligrafi MTQ Nasional ke-21, 2006 di Kendari.
i. Dewan Hakim Kaligrafi MTQ Nasional ke-22, 2008 di Banten.
j. Dewan Hakim Kaligrafi MTQ Nasional ke-23, 2010 di Bengkulu.
k. Dewan Hakim Kaligrafi MTQ Mahasiswa Nasional ke-8, 2003 di Bandung.
l. Dewan Hakim Kaligrafi MTQ Mahasiswa Nasional ke-9. 2005 di Pontianak.
m. Dewan Hakim Kaligrafi MTQ Mahasiswa Nasional ke-10, 2007 di Palembang
n. Dewan Hakim Kaligrafi MTQ Mahasiswa Nasional ke-12, 2010 di Meulaboh.
o. Dewan Hakim Kaligrafi Pospenas di Medan Sumatera Utara, 2004.
p. Dewan Hakim Kaligrafi Pospenas di Samarinda Kalimantan Timur, 2007.
q. Koordinator Juri Sayembara Kaligrafi Festival Istiqlal ke-1, 1991, Jakarta.
r. Koordinator Juri Sayembara Kaligrafi Festival Istiqlal ke-2, 1995, Jakarta.
s. Koordinator Juri Sayembara Kaligrafi Hari Anak Nasional, 1990-1998, Jakarta
t. Dewan Hakim Kaligrafi MTQ Propinsi DKU Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jambi, Riau dan beberapa kabupaten di Jawa Barat dan Banten.
u. Koordinator Juri Sayembara Melukis Kaligrafi SCTV, 1995 Jakarta.
v. Dewan Hakim Lomba Kaligrafi Festival Anak Saleh II, 1994 dan IV, 1999, Jakarta.
w. Koordinator Juri Lomba Desain Cover Mushaf Al-Qur’an Departemen agama RI, Jakarta.
x. Koordinator Juri Lomba Kaligrafi Festival Seni dan Budaya Nusantara di Baitul Qur’an TMII, 2003 Jakarta.
y. Dewan Hakim Peraduan Menulis Khat ASEAN, 1998 Brunei Darussalam.
z. Dewan Hakim Peraduan Khat ASEAn 2002 Brunei Darussalam.
5. Pembinaan
Beberapa
kali memberikan pembinaan kaligrafi di Propinsi DKI Jakarta, Jawa
Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Jambi, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Sumateran Utara, Riau, Yogyakarta, Sulawesi Tengah,
Nangroe Aceh Darussalam, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat. Tahun
1999 memberikan pembinaan dalam program pengembangan kaligrafi di Brunei
Darussalam.
6. Pameran
Mengikuti
pameran lukisan Islami di Yogyakarta, Aceh, Pekanbaru, Jambi, Kudus,
Cirebon, Sukabumi, dan di Ibukota Jakarta (antara lain di Hotel
Mandarin, Hotel Hilton, Hotel Gran Mulia, Taman Ismail Marzuki, Gedung
Seni Rupa Depdikbud/Galeri Nasional Indonesia, gedung World Trade
Center, Menara Kebon sirih, Taman Mini Indonesia Indah, Pasar seni Jaya
Ancol, Masjid Istiqlal dan beberapa kampus perguruan tinggi di Jakarta),
dan Teheran Iran.
7. Buku dan Diktat Karangan
a. Seni Kaligrafi Islam, 1985.
b. Pelajaran Kaligrafi Islam (2 Jilid), 1985.
c. Belajar Kaligrafi (7 Jilid), 1991.
d. Dinamika Kaligrafi Islam (terjemahan), 1992.
e. Belajar Cepat Menulis Al-Qur’an (4 Jilid), 1993.
f. Mewarnai Kaligrafi (8 Jilid), 1993.
g. Ketrampilan Menulis Kaligrafi bagi Dantri Pondok Pesantren, 2001.
h. Cara Mengajar Kaligrafi (terjemahan), 2002.
i. Kaligrafi Hitam Putih D. Sirojuddin AR, 2001.
j. Pak Didin Menabur Ombak Kaligrafi, 2002.
k. Nuansa Kaligrafi Islam: Kumpulan Karangan, 2002.
l. Latihan Melukis Kaligrafi dari Hitam Putih ke Warna-warna, 2002.
m. Desain Pelajaran Kursus Kaligrafi (4 Jilid), 1986.
n. Tentang Lemka dan Desain Pengembangan Kaligrafi Islam di Indonesia, 1991
o. Corat-Coret Bukan Asal Coret, 1993.
p. Gores Kalam: Butir-butir Pemikiran Sekitar Pengembangan Sei Kaligrafi Islam di Indonesia (artikel koran dan majalah 1984-1994).
q. Desain Latihan Mewarnai Kursus Kaligrafi Terpadu Lemka, 1996.
r. Asah-asuh Huruf: Himpunan Karya Master Bahan Latihan Pengajar Lemka, 1996.
s. Kaligrafi Arab: Peralihan dari Kufi ke Naskhi, 1996.
t. Membina Kaligrafi Gaya Lemka, 1996.
u. Persiapan Menuju MTQ: Kiat Latihan Para Khattat Peserta MTQ, 1996.
v. Khat Naskhi Untuk Kebutuhan Primer Baca Tulis, 1997.
w. Seni Kaligrafi Islamdi Indonesia Angkatan Perangkatan, 1998.
x. Tafsir Al-Qalam, 1999.
y. Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam (Ensiklopesi Kaligrafi Islam), 2007.
Selain itu juga menulis di beberapa jurnal dan media massa, antara lain :
Tahun 1985-1990
- “Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an Terbentuk” dalam Majalah Panji Masyarakat no. 466, Jakarta 1985.
- "D. Sirojuddin AR Seniman Kaligrafi” dalam Jurnal Institut, Jakarta: Semester Genap 1985.
- “Pameran, Musabaqah dan Sarasehan Kaligrafi Islam” dalam Harian Kompas, Jakarta: Selasa, 10 Februari 1987.
- “Perlu Intervensi Lebih Keras” dalam Majalah Amanah no. 15, Jakarta: 30 Januari-12 Februari 1987.
- “200 Karya Seni Kaligrafi Dipamerkan di Istiqlal” dalam Harian Bisnis Indonesia, Jakarta: Sabtu, 7 Februari 1987.
- 6. “Mengenal Lemka” dalam Jurnal Institut, Jakarta: Juli 1987.
- “Kaligrafi Sekali Lagi: Mampukah Melahirkan Corak yang Benar Khas Indonesia” dalam Mingguan Minggu Pagi, Yogyakarta: 6-12 September 1987.
- “Pameran Kaligrafi Maulid 1408” dalam Majalah Panji Masyarakat no 559, Jakarta: 10-19 Rabiul Akhir 1408/1-10 Desember 1987.
Tahun 1991-1995
- “Agama: Alquran Berbaju Indonesia” dalam Majalah Editor no. 25, Jakarta: 2 Maret 1991“Jasa Ibnu Muqlah dan Bawwab” dalam Majalah Editor no. 25, Jakarta: 2 Maret 1991.
- “Indonesia Masih Miskin Lembaga Pengembangan Kaligrafi Arab” dalam Harian Terbit, Jakarta: Sabtu, 4 Mei 1991.
- “Sirajudin, Kaligrafi Masuk Kurikulum” dalam Harian Terbit, Jakarta: Selasa, 7 Mei 1991.
- “Tanpa Aturan, Kaligrafi Berkembang” dalam Harian Pelita, Jakarta: Jumat, 18 Oktober 1991/9 Rabiul Akhir 1412 H.
- “Kaligrafi Amatiran Diminati Pengunjung” dalam Harian Pelita, Jakarta: Rabu, 23 Oktober 1991/14 Rabiul Akhir 1412 H.
- “Dipamerkan, 12 Unggulan Kaligrafi” dalam Harian Pelita, Jakarta: Jumat, 25 Oktober 1991/16 Rabiul Akhir 1412 H.
- “Sayembara Kaligrafi Rangsang Minat Baca-tulis Alquran” dalam Harian Berita Buana, Jakarta: Jumat, 25 Oktober 1991.
- “Tua Muda Adu Kreasi Lomba Kaligrafi, Wanita Belum Berani Kalahkan Pria” dalam Harian Terbit, Jakarta: Selasa, 29 Oktober 1991.
- “D. Sirojuddin AR, Seniman Kaligrafi, Merasa Lebih Dikenal Lewat Festival Istiqlal” dalam Harian Pos Kota, Jakarta: Minggu, 17 Nopember 1991.
- “Menurut Sirojuddin AR, Dosen IAIN Jakarta: Penulisan Kaligrafi Murni Kekurangan Peminat” dalam Harian Pos Kota, Jakarta: 13 Desember 1991.
- “D. Sirojuddin AR, Ahli Kaligrafi Arab: Bentuk Puitisasi Alquran HB Jassin tak Menyalahi Kaedah Mushaf Utsmani” dalam Harian Terbit, Jakarta: Jumat, 22 Januari 1993.
- “Lemka Mempercepat Pemasyarakatan Kaligrafi” dalam Harian Pelita, Jakarta: Selasa, 6 April 1993/13 Syawal 1413.
- “Kontroversi Al-Quran Berwajah Puisi” dalam Harian Media Indonesia, Jakarta: Minggu, 29 Agustus 1993.
- “Sosok Didin Sirojuddin AR Kaligrafer Pendidik yang Rendah Hati” dalam Harian Media Indonesia, Jakarta: Minggu, 12 September 1993.
- “Siradjuddin AR Mengasah Pena Surga” dalam Jurnal Hikmah, Jakarta: Minggu, I Desember 1993 M.
- “Bidang Khatil Quran Utamakan Kaedah Tulisan” dalam Harian Riau Pos, Pekanbaru: 3 Pebruari 1994.
- “Gelar Kaligrafi di Hilton: Mencipta Jagat Raya dari Bulu Ayam” dalam Harian Republika, Jakarta: Rabu, 23 Pebruari 1994.
- “Lemka IAIN Jakarta Adakan Lomba Kaligrafi TK se-Riau” dalam Harian Riau Pos, Pekanbaru: Rabu, 20 Juli 1994.
- “Dari Lomba Mewarnai Kaligrafi Anak-anak TK, TKA, dan TPA se-Riau: Perangsang Agar Pembinaan Dimulai dari Dasar” dalam Harian Riau Pos, Pekanbaru: Jumat, 22 Juli 1994.
- “Wajah Seni Lukis Islami: Melukis Manusia, Mengapa Tidak?” dalam Harian Republika, Jakarta: Kamis, 11 Agustus 1994.
- “Pendiri Lembaga Kaligrafi Indonesia Drs. D. Sirojuddin AR: Memberi Huruf Alif Saja, Kemenangan Bagi Dakwah Islam” dalam Majalah Pembina no. 172, Jakarta: September 1994.
- “Lembaga Kaligrafi Alquran Menumbuhkan Kecintaan Masyarakat Terhadap Seni Kaligrafi” dalam Harian Republika, Jakarta: Jumat, 4 November 1994.
- “Menghidupkan Tradisi Suci” dalam Majalah Panji Masyarakat no. 818, Jakarta: 11-20 Pebruari 1995.
- “Minat pada Lukis Kaligrafi Meningkat” dalam Harian Kompas, Jakarta: Jumat, 19 Mei 1995.
- “A.D. Pirous: Seni Kaligrafi Kian Diminati” dalam Harian Republika, Jakarta: Jumat, 19 Mei 1995.
- “Bocah dari Surabaya Menangkan Lomba Kaligrafi Islami SCTV” dalam Harian Merdeka, Jakarta: Jumat Pon, 19 Mei 1995/19 Dzulhijjah 1415 H.
- “Ragam: Potensi Kaligrafi” dalam Majalah Gatra, Jakarta: 3 Juni 1995.
- “Menyimak Pesan Islam Lewat Kaligrafi” dalam Harian Republika, Jakarta: Jumat, 30 Juni 1995.
- "Lukisan-lukisan Islami yang Memberontak” dalam Harian Republika, Jakarta: Minggu, 2 Juli 1995.
- “Menyambut Festival Istiqlal ke-II: Kaligrafi Itu Indah” dalam Harian Republika, Jakarta: Jumat, 14 Juli 1995.
- “Kaligrafi dan Mushaf Alquran Ibarat Dua Sisi Mata Uang” dalam Harian Republika, Jakarta: 14 Juli 1995.
- “Sirajuddin AR Menangguk Rizki dari Kaligrafi” dalam Harian Republika, Jakarta: Jumat, 14 Juli 1995.
- “Sastrawan HB Jassin Luncurkan Buku Kontroversi Al-Qur’an Berwajah puisi” dalam Harian Kompas, Jakarta: Selasa 1 Agustus 1995.
- “Ditandai Peluncuran Buku Terbaru, Bukan Tokoh-tokoh Sastra Hadiri Ulang Tahun Jassin” dalam Harian Merdeka, Jakarta: Selasa Pahing, 1 Agustus 1995/4 Rabiulawal 1414 H.
- “HB Jassin Menunggu Rekomendasi Depag” dalam Harian Republika, Jakarta: Selasa, 1 Agustus 1995.
- “Merayakan HUT-nya Yang Ke-78 HB Jassin Meluncurkan Buku” dalam Harian Suara Karya, Jakarta: Selasa, 1 Agustus 1995.
- “Diluncurkan, Kontroversi Al-Quran Berwajah Puisi” dalam Harian Media Indonesia, Jakarta: Selasa, 1 Agustus 1995.
- “Pena Mas Untuk Seniman Kaligrafi” dalam Tabloid Hikmah, Jakarta: Minggu V September 1995/4 Jumadil Awal.
- “Studium General HMI KOMFAKSYA Bersama HB Yassin dan D. Sirojuddin AR: Salah Paham Terhadap Al-Qur’an Berwajah Puisi” dalam Tabloid Dialogia, Jakarta: Vol.I/X/95.
- “Hari Minggu Besok, Demo Akbar Para Penulis Indah-Kaligrafi” dalam Harian Pelita, Jakarta: Sabtu-Minggu, 14-15 Oktober 1995/19-20 Jumadil Awal 1416 H.
- “Demonstrasi Kaligrafi Akbar” dalam Harian Republika, Jakarta: Senin, 16 Oktober 1995.
- “Al-Quran Gagasan HB Jassin Tetap Berdasarkan Kaidah Mushaf Ustmani” dalam Harian Pelita, Jakarta: Senin, 16 Oktober 1995/21 Jumadil Awal 1416 H.
- “Alquran Mushaf Istiqlal, Mushaf Berwajah Indonesia” dalam Majalah Ummat no. 8, Jakarta: 16 Oktober 1995/21 Jumadil Awal 1416 H.
- “Pemenang Sayembara Kaligrafi Terima Hadiah, Ketua Umum FI-II Mar’ie Muhammad Resmikan Sanggar Kaligrafi se-Indonesia” dalam Harian Pelita, Jakarta: 17 Oktober 1995.
- “Lemka dan Dunianya” dalam Majalah Estafet, Jakarta: Oktober 1995.
- “Kaligrafi Islam Indonesia Di Bawah Bayang-bayang Pendahulu” dalam Harian Kompas, Jakarta: 19 Oktober 1995.
- “Al-Qur’an Karya HB Jassin Tidak Ikut Dipamerkan” dalam Harian Pelita, Jakarta: 21 Oktober 1995.
- “Seni Lukis dalam Puisi Kaligrafi” dalam Harian Republika, Jakarta: Minggu, 29 Oktober 1995.
- “27 Kaligrafer Muda Profesional Berdemonstrasi, Al-Qur’anul Karim Berwajah Puisi Diluncurkan” dalam Harian Pelita, Jakarta: 30 Oktober 1995.
- “Membina Potensi Dunia” dalam Buletin Gores Kalam no. 9, Jakarta: Maret 1996.
Tahun 1996-2000
- “Tawaran Nilai Baru Seni Lukis Islami” dalam Harian Republika, Jakarta: Sabtu, 12 Oktober 1996.
- “Pesantren Kaligrafi Alquran: Sebuah Kado Ulang Tahun” dalam Buletin Gores Kalam no. 10, Jakarta: Nopember 1996.
- “Melacak Seni Kaligrafi di Indonesia” dalam Harian Suara Merdeka, Semarang: Jumat, 24 Januari 1997.
- “Syaiful Adnan: Saya Dianggap Pemberontak” dalam Harian Suara Merdeka, Semarang: Jumat, 24 Januari 1997.
- “Pesantren Kaligrafi Alquran Tonggak Pembinaan Seni Kaligrafi”dalam Harian Republika, Jakarta: Jumat, 14 Februari 1997.
- “Lemka Jakarta Adakan Dialog Seni Kaligrafi” dalam Harian Independent, Jambi: Sabtu, 12 Juli 1997.
- “Lomba Khat Dekorasi Makin Seru” dalam Harian Pikiran Rakyat, Bandung: 13 Juli 1997.
- “Sirojuddin: Lemka Harapkan RI Ikut Lomba Kaligrafi di Turki” dalam Harian Sriwijaya Pos, Jambi: Senin, 14 Juli 1997.
- “Indonesia Siapkan Kafilah Ikuti MKQ di Turki” dalam Harian Independent, Jambi: Senin, 14 Juli 1997.
- “Mutu Kaligrafi di MTQ Kian Meningkat” dalam Harian Republika, Jakarta: Senin, 14 Juli 1997.
- “Jambi Agreement Diharapkan Memacu Perkembangan Kaligrafi” dalam Harian Independent, Jambi: Senin, 14 Juli 1997.
- “Kaligrafi Diusulkan Jadi Pelajaran Sekolah Formal” dalam Harian Sumatera Ekspres, Jambi: Senin, 14 Juli 1997.
- “Diusulkan Kaligrafi Masuk Kurikulum Sekolah” dalam Harian Kompas, Jakarta: 14 Juli 1997.
- “Disiapkan Kafilah Khattil Alquran Berlomba di Turki” dalam Harian Sumatera Ekspres, Jambi: 15 Juli 1997.
- “D. Sirojuddin AR Di Depan Kesempurnaan Wahyu” dalam Lembar Khas Panji Masyarakat no. 39, Jakarta: 13 Januari 1999.
- “Bintang Zaman: Dialah Nabinya Kaligrafi” dalam Lembaran Khas Panji Masyarakat no. 49, Jakarta: 24 Maret 1999.
- “Seni Kaligrafi, Keindahan Goresan Huruf” dalam Tabloid Media Ka’bah ed. 9, Jakarta: 20 Juli 1999 (7 Rabiul tsani 1420 H).
- “Kalau Seniman Bikin Pesantren” dalam Majalah Panji Masyarakat no. 19, Jakarta: 25 Agustus 1999.
- “Lemka Akan Segera Pamerkan Lukisan Kaligrafi” dalam Jurnal Progresif ed. 5, Jakarta: 24 Juli-4 Agustus 2000.
- “Lemka: Bukan Sekedar Mencetak Juru Tulis” dalam Majalah Mimbar no. 03, Jakarta: Mei-Juni 2000.
- “Sirojuddin AR Seperti Arus Air” dalam Majalah Mimbar no. 03, Jakarta: Mei-Juni 2000.
- “Pesantren Kaligrafi Al-Qur’an LEMKA Mencetak Kader Pelukis dan Penulis Handal” dalam Jurnal Progresif no. 06, Jakarta: 8-18 Agustus 2000.
Tahun 2001-2005
- “Banyak Kolektor Kaligrafi dari Non Muslim” dalam Tabloid Jurnal Islam no. 29, Jakarta: 8-14 Dzulqa’dah 1421 H/2-8 Februari 2001.
- “Kaligrafi: Wawancara Dengan Drs. H.D. Sirojuddin AR, MAg, Ketua Dewan Hakim Kaligrafi” dalam Tabloid Pers Santri, Ma’had Al-Zaytun Indramayu: Oktober 2001.
- “Dari Arena Pospenas I: Pesantren Tak Cuma Mencetak Ulama” dalam Harian Republika, Jakarta: 2 November 2001.
- “Pesantren Kaligrafi, Sukabumi: Mendedah Kalamullah, Mengasah Akidah” dalam Majalah Forum Keadilan no. 37, Jakarta: 30 Desember 2001.
- “Pondok Pesantren Kaligrafi Al-Qur’an Lemka” dalam Majalah Hidayah ed. 6, Jakarta: Syawal 1422/Januari 2002.
- “Catatan Perjalanan: Menengok Pameran Internasional ke-IX Holly Qur’an di Teheran Iran Seri 1” dalam Majalah Hidayah ed. 7, Jakarta: Zulqaidah 1422/Februari 2002.
- “Pesantren Kaligrafi Al-Qur’an Lemka: Mencetak Santri Seniman” dalam Majalah Suara Hidayatullah no. 11, Jakarta: Maret 2002.
- “Catatan Perjalanan: Menengok Pameran Internasional ke-IX Holly Qur’an di Teheran Iran Seri 2” dalam Majalah Hidayah ed. 8, Jakarta: Dzulhijjah 1422/Maret 2002.
- “Membumikan Pesan Ilahi Melalui Kaligrafi” dalam Harian Republika, Jakarta: Minggu, 17 Maret 2002.
- “D Sirojuddin AR, Direktur Lembaga Kaligrafi Al Quran (LEMKA): Kita Siap Jihad Melawan Mereka…” dalam Tabloid Jurnal Islam no. 105, Jakarta: 14-20 Jumadil tsaniyah 1423 H/23-29 Agustus 2002.
- “Nuansa Ramadhan: Al-Qur’an dan Hadis Beri Isyarat” dalam Harian Radar Bogor, Bogor: Jumat, 29 November 2002/24 Ramadhan 1423 H.
- “Dinas Pendidikan Belum Optimal Kembangkan Seni Kaligrafi” dalam Harian Pakuan, Bogor: Sabtu-Senin, 30 Nopember-1 Desember 2002.
- “Kaligrafi Indah Sirojuddin” dalam Harian Republika, Jakarta: Rabu, 7 Mei 2003.
- “Lembaga Kaligrafi Al Quran Mencetak Seniman Kaligrafi Al Quran” dalam Majalah Hikmah ed. 03, Jakarta: Jumadil Akhir 1424 H/Agustus 2003.
- “Drs. H. Didin Sirojuddin AR, MAg Mengembangkan Kaligrafi untuk Dakwah dan Hiburan” dalam Profil Tokoh, Pengusaha & Profesional Muslim Indonesia, Jakarta: Pusat Profil Muslim Indonesia, 2003.
- “Didin Sirojuddin AR Rezeki Goresan Kaligrafi” dalam Majalah Gontor ed. 05, Jakarta: Rajab 1424 H/September 2003 M.
- “Penulis Kaligrafi Masjid: Indahnya Mengukir Kalam Tuhan” dalam Majalah Hidayah ed. 27, Jakarta: Rajab/Sya’ban 1424 H/Oktober 2003.
- “D. Sirojuddin AR: Menulis Quran Membuat Saya Takut” dalam Tabloid Fikri ed. 08, Jakarta: 29 Oktober-04 November 2003.
- “D. Sirojuddin AR Menaklukkan Kaligrafer Timteng” dalam Tabloid Fikri ed. 08, Jakarta: 29 Oktober-04 November 2003.
- “Perkembangan Seni Kaligrafi Menggembirakan” dalam Harian Pakuan, Bogor: Sabtu-Senin, 6-8 Maret 2004.
- “Seniman Usulkan Partai Kaligrafi” dalam Harian Radar Bogor, Bogor: Senin, 8 Maret 2004.
- “Seni Kaligrafi Cukup Diminati” dalam Harian Radar Bogor, Bogor: Senin, 8 Maret 2004.
- “PP. Kaligrafi Al-Quran Lemka Sukabumi, Jawa Barat, Pesantren Artistik Pencetak Seniman Muslim” dalam Majalah Hikayah ed. 09, Jakarta: Rabiul Awal 1425/Mei 2004.
- “Drs. H. Didin Sirajuddin MAg Dakwah bil Kuas Kaisar Kaligrafi” dalam Majalah Hikayah ed. 09, Jakarta: Agustus 2004.
- “Sirojuddin Abdul Rojak, Surat Pengantar Haji” dalam Harian Republika, Jakarta: Sabtu, 7 Agustus 2004.
- “Daur Didin Sirojuddin AR fi Tanmiyah Al-Khat Al-‘Arabi fi Indunisia” (Skripsi Nurhaeni), Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Bahasa dan Sastra Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 10 Agustus 2004.
- “Penulis Kaligrafi Menguasai Huruf Arab, Berkeinginan Kuat, dan Berbakat Seni yang Baik” dalam Harian Republika, Jakarta: Rabu: 29 September 2004.
- “Lembaga Kaligrafi Al Quran Berdakwah Lewat Huruf” dalam Majalah Wanita Ummi no. 5, Jakarta: September-Oktober 2004/1425 H.
- “Belajar Kaligrafi di Lemka” dalam Majalah Bobo, Jakarta: 28 Oktober 2004.
- “D. Siradjudin AR Berdakwah Lewat Kaligrafi” dalam Tabloid Dialog Jumat Republika, Jakarta: Jumat, 5 November 2004.
- “Laskar Cinta Sensasi Kebablasan Dewa” dalam Harian Republika, Jakarta: Ahad, 17 April 2005.
- “Drs. Didin Sirojuddin, MA Pakar Kaligrafi Indonesia: Membumikan Fiqih Seni” dalam Majalah Forum Keadilan No. 03, Jakarta: 15 Mei 2005.
Tahun 2006-2008
- 114. “Mengunjungi Pesantren Kaligrafi di Sukabumi (1): Mendalami Ilmu di Tengah Lingkungan yang Masih Alami” dalam Harian Seputar Indonesia Edisi Jawa Barat, Bandung: Senin, 6 Maret 2006.
- “Mengunjungi Pesantren Kaligrafi di Sukabumi (2): Pelajaran Banyak Juga Diikuti Para Santri Kalong” dalam Harian Seputar Indonesia Edisi Jawa Barat, Bandung: Selasa, 7 Maret 2006.
- “Menyelami Lebih Dalam Kaligrafi Islam” dalam Majalah Peduli Ummat, Bazis Provinsi DKI Jakarta: 21 Juni-20 Juli 2006.
- “Empat Kafilah DKI Lolos Final Pada Lomba Kaligrafi” dalam Harian Umum Media Sultra, Kendari: Kamis, 3 Agustus 2006.
- ”D. Sirojuddin AR Pakar Kaligrafi dari Kuningan: Bakat Berkat” dalam Majalah Nebula No. 23/Thn.II/2006, Jakarta.
- “Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (Lemka) Jakarta Lembaga Para Juara” dalam Majalah Nebula No.23/Thn.II/2006, Jakarta.
- “Pesantren Kaligrafi Lemka Tempat Berkarya Seniman Muslim” dalam Tabloid Haji & Umrah Edisi ke-40 Tahun IV, Jakarta: November 2006.
- “KH. Didin Sirojuddin Akrab Dengan Keajaiban Huruf Al Quran” dalam Tabloid Khalifah Edisi 48/Th. II/2006, Jakarta: 9-22 November/17 Syawal-1 Dzulqa’dah 1427 H.
- “Peran D. Sirojuddin AR, MA dalam Dakwah Melalui Seni Kaligrafi Islam” (Skripsi Enny Nuur Fajriyah), Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Pebruari 2007.
- “Tadris Kitabah al-Khat fi Majma’ al-Khat al-‘Arabi al-Qur’ani LEMKA fi Ciputat: Al-Dirasah al-Wasfiyah al-Kaifiyah”, (Skripsi Dedi Rusmiadi), Fakultas Bahasa dan Seni Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Universitas Negeri Jakarta: 2007.
- “The Faculty of Adab and Humanities of UIN Jakarta holds an Islamic Art Fair” dalam UIN News 17th Edition, Jakarta: September 2007/Sha’ban 1428 H.
- “Menata Kaligrafi, Menggali Sumber Rezeki” dalam Majalah Seni Rupa Visual Arts Vol. 21, Jakarta: 21 Oktober-November 2007.
- “H. Didin Sirojuddin AR Makin Variatif” dalam Harian Fajar Banten, Serang: Sabtu, 21 Juni 2008.
- “Sebanyak 180 Peserta Kaligrafi Bersaing Ketat” dalam Harian Fajar Banten, Serang: Sabtu, 21 Juni 2008.
- “Berkunjung ke Pesantren Kaligrafi Alquran Lemka, Kampus Pencetak Seniman Muslim” dalam Majalah Tarbawi ed. 180 th. 9, Jakarta: Jumadats Tsaniyah 1429 H/5 Juni 2008 M.
- “Sirojuddin AR: Kaligrafi Kini Makin Berkembang”, dalam Majalah Seni Dwi Mingguan ARTI ed. 007, Jakarta: 04-17 September 2008.
- “Menghidupkan Huruf Menuai Makna” dalam Majalah Seni Dwi Mingguan ARTI ed. 007, Jakarta: 04-17 September 2008.
1. Mendirikan Gedung PUSTAKA (Pusat Studi Kaligrafi dan Perpustakaan) untuk memenuhi harapan masyarakat pecinta kaligrafi dan untuk mengakses referensi kaligrafi bertempat di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
2. Memasukkan golongan "Kaligrafi Lukis" sebagai bagian dari cabang Musabaqah Khattil Qur'an (MKQ) yang dilombakan dalam Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) setiap dua tahun sekali.
(dari berbagai sumber)
No comments: