Slider[Style1]

PSKQ dalam Liputan

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5

Style6

Style7

Style8

Style9

Assiry gombal mukiyo, 13 Juli 2015


Jangan kaget jika banyaknya ustaz -ustaz dadakan, kiyai-kiyai "karbitan" yang dengan mudahnya mengharam -haramkan sesuatu, mengkafirkan seseorang yang berbeda pendapat. Anda juga "ndak" usah resah dan gelisah. Inilah perlunya kita terus menggali, terus belajar hingga dalam sehingga tidak picik dan dangkal dalam mensikapi sesuatu. Jika kita bicara hukum tentu kita perlu mengetahui apa itu fiqih dan ushul fiqih.

Kalau ada ilmu fiqih maka ‘wajib’ ada ilmu Ushul Fiqih. Kalau ada masakan, tentu ada caranya memasak. Fiqih itu makanan hasil olahan dapur Ushul Fiqih. Maka yang menentukan sedap tidaknya masakan adalah caranya memasak. Metode masak hukum Imam Syafi’i dijlentrehkan dan dibeberkan didalam kitab ar-risalah, dan hasil masakannya dihidangkan nikmat didalam kitab al-umm.

Kalau anda punya dasar ilmu masak, maka tak mustahil anda bisa kreatif menghasilkan beberapa jenis masakan. Bahkan anda berpotensi bisa menemukan masakan baru. Tetapi kalau kita Cuma bisanya hanya menikmati masakan, maka sampai kapanpun kita akan jadi tukang cicip dan tukang makan saja. Tidak belajar bagaimana menemukan resep -resep baru bagaimana memasak agar menghasilkan masakan yang penuh varian cita rasa.

Maka sebenarnya yang patut dikuasai lebih dulu bagi para santri adalah ilmu ushul fiqih, daripada fiqih. Yang penting bukan tahu menyebutkan ini masakan padang, ini rica-rica, itu gule kepala ikan. Tetapi bisa tidak kita menguasai dasar metode memasaknya, sehingga kita bisa menilai bahwa kalau rasanya begini berarti kurang ini, seharusnya caranya begini dan seterusnya.

Seperti hukum memajang lukisan kaligrafi Al Quran, kita hanya disuguhi tulisan -tulisan entah dimedia sosial dan online atau media lainnya yang hampir semuanya mengharamkan tanpa tahu sebabny kenapa haram. Kita hanya disuruh makan tentang menu lukisan kaligrafi Al Quran itu haram hukumnya. Alasanya membuat saya geli dan kadang terpingkal -pingkal sendiri. Lha masak ada yang berpendapat memajang lukisan kaligrafi itu syirik, makanya haram, terus bidah karena dijaman Nabi tidak ada Nabi menggantungkan lukisan kaligrafi dirumahnya.

Allahu Akbar. Tidak bisa kita menghukumi sesuatu yang tidak ada dijaman nabi itu haram karena bid'ah. Lha Face book, twitter, email dijaman nabi juga tidak ada. Face book bisa jadi halal atau haram , itu tergantung bagaimana kita menggunakannya.

Halal-haram itu tidak pada benda, materi, tetapi pada manusia yang menggunakannya. Bagaimana cara mengkhalifahi materi itu: benar atau salah, manfaat atau madlarat. Pisau dapurpun bisa menjadi benda haram, kalau ia untuk membunuh orang, tanpa alasan yang benar. Sebaliknya ia menjadi halal kalau digunakan “ untuk masak.”

Kita seringkali terjebak pada pola fikir kita sendiri. Kita tergesa -gesa dan cenderung tidak betul -betul mengerti sesuatu tapi berani berbicara ini dan itu. Seolah -olah hanya kita yang paling tahu, yang lain bodoh semua. Kita merasa alim sendiri yang lain "oon" alias goblok semua.

Jika memang lukisan kaligrafi itu dipajang di dinding rumah kita dan kita menjadi tergugah rasa cinta kita terhadap Al Quran sebagai kalam suci Allah tentu itu sangat dianjurkan syareat agama. Jika kita tidak hanya bergetar hati kita ( wajilat qulubum) ketika mendengar dan melihat ayat -ayat suci dibaca dan ditorehkan dan kita semakin takut untuk melakukan dosa, semakin bersemangat beribadah kenapa tidak, justru wajib hukumnya jika demikian adanya.

Al Quran memang tidak dijadikan Allah hanya sebagai pajangan melainkan sebagai "Hudan linnasi" petunjuk manusia kepada jalan illahi.

Tapi sangat naif dan ceroboh jika kita menghukumi haram bagi seseorang yang sangat kagum dan cinta Al Quran sehingga memajang tulisan Al Quran di dinding rumahnya.

Apa bedanya kita bangga dan cinta kepada para pahlawan nasional kemudian memajang foto Pangeran Diponegoro, Sisingamangaraja dan lainnya padahal tujuan kita adalah dengan memajang foto para pahlawan itu kita menjadi semakin mencintai bangsa dan tanah air kita. Kita menjadi bangsa yang menjunjung dan menghargai jasa -jasa mereka merebut kemerdekaan.

===============================================================
Beberapa ulama’juga memperbolehkan menggantung lukisan kaligrafi Al Quran . Mereka berlasan bahwa dengan menggantungkan ayat-ayat al qur’an ditembok akan selalu mengingatkan kita kepada al qur’an dan membiasakan diri untuk melihat ayat- ayat Al Qur’an, hingga tak mengherankan jika terkadang orang yang melihatnya hatinya akan terenyuh dan tidak jadi melakukan larangan Alloh.

Para Ulama menegaskan hendaknya kita tempatkan ayat-ayat tersebut ditempat yang layak dan terhormat, dijauhkan dari tempat-tempat kemungkaran, dan hendaknya kita jaga agar tidak terjadi perlakuan yang buruk terhadap Al Quran.

( Referensi : Fatawi Asy Syabakah Al Islamiyyah, Fatwa No. 3071 )

About Assiry Art

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

6 comments:

  1. Betul mas aku sependapat dengan sampean,emang sekarang banyak ustad jadi-jadian.

    ReplyDelete
  2. Empat Madzhab Sepakat Melarang Memasang Kaligrafi al-Quran

    Memasang kaligrafi atau tulisan yang berisi ayat al-Quran atau pujian untuk Allah, dengan model apapun, bisa menjadi sebab penghinaan terhadap nama Allah atau ayat al-Quran. Karena itulah, para ulama dari berbagai madzhab, melarang memasang tulisan ayat al-Quran atau kalimat dzikir atau yang menyebutkan nama Allah, agar tidak dipajang di dinding.

    Berikut kita simak beberapa keterangan mereka,

    Pertama, keterangan para ulama madzhab hanafi

    Keterangan Imam Ibnu Nujaim (w. 970 H) mengatakan,

    Bukan tindakan yang baik, menuliskan ayat al-Quran di muhrab atau dinding, karena dikhawatirkan tulisannya jatuh dan diinjak. (al-Bahr ar-Raiq, 2/40)

    Keterangan Imam Ibnu Abidin (w. 1252 H) mengatakan,

    Dibenci menuliskan ayat al-Quran atau nama Allah di mata uang, mihrab, dinding, atau semua benda yang dibentangkan. Wallahu a’lam. (Hasyiyah Ibnu Abidin, 1/179).

    Kedua, Keterangan para ulama Malikiyah

    Keterangan al-Qurthubi (w. 631 H)

    Diantara kehormatan al-Quran, tidak boleh ditulis di tanah atau di atas tembok, sebagaimana yang terjadi pada masjid-masjid baru-baru ini.

    Kemudian al-Qurthubi menyebutkan riwayat dari Muhammad bin Zubair, bahwa beliau pernah melihat sikap Umar bin Abdul Aziz terhadap orang yang menulis kaligrafi al-Quran di dinding.

    Umar bin Abdul Aziz pernah melihat anaknya menulis ayat al-Quran di dinding, lalu beliaupun memukulnya. (Tafsir al-Qurthubi, 1/30).

    Keterangan Muhammad Ilyisy (w. 1299 H),

    Selayaknya dicegah semua bentuk seni tulisan al-Quran atau nama Allah, karena ini bisa menyebabkan disikapi tidak terhormat. Demikian pula, dilarang memahat di tembok. (Minah al-Jalil ‘ala Mukhtashar Khalil, 1/517).

    Ketiga, keterangan dalam Madzhab Syafiiyah

    Keterangan Imam an-Nawawi (w. 676 H) dalam kitabnya at-Tibyan,

    Madzhab kami (syafiiyah), dibenci menuliskan al-Quran atau nama Allah di tembok atau kain.

    Di tempat lain, beliau mengatakan,

    Tidak boleh menuliskan al-Quran dengan tinta najis. Dan dibenci menuliskan al-Quran di dinding, menurut madzhab kami. (at-Tibyan fi Adab Hamalah al-Quran, hlm. 89).

    Keterangan Muhammad as-Syirbini (w. 977 H),

    Dibenci menuliskan al-Quran di dinding, meskipun milik masjid, atau di baju atau makanan, atau semacamnya. (al-Iqna’ fi Halli Alfadz Abi Syuja’, 1/104).

    Keterangan as-Syarwani (w. 1301 H),

    Dibenci menuliskan al-Quran di dinding atau atap, meskipun milik masjid, atau di baju, atau semacamnya. (Hasyaiyah as-Syarwani, 1/156).

    Keterangan as-Suyuthi (w. 911),

    قال أصحابنا : وتكره كتابته على الحيطان , والجدران , وعلى السقوف أشدّ كراهة

    Para ulama madzhab kami mengatakan, dibenci menuliskan al-Quran di dinding dan lebih dilarang lagi menuliskannya di atap. (al-Itqan fi Ulum al-Quran, 2/454).

    Keempat, Keterangan dalam Madzhab Hambali,

    Keterangan Ibnu Taimiyah (w. 728 H),

    وأما كتابة القرآن عليها : فيُشبه كتابة القرآن على الدرهم , والدينار , ولكن يمتاز هذا بأنها تُعاد إلى النار بعد الكتابة , وهذا كلُّه مكروه , فإنه يُفضي إلى ابتذال القرآن , وامتهانه , ووقوعه في المواضع التي يُنزَّه القرآن عنها

    Hukum menuliskan al-Quran di lempeng perak sebagaimana hukum menuliskan al-Quran di mata uang dirham atau dinar, bedanya, tulisan di lempeng perak dibakar dulu setelah diukir. Dan ini semua dibenci, karena bisa menjadi sebab pelecehan al-Quran dan disikapi tidak terhormat, atau diletakkan di tempat yang tidak selayaknya.

    Keterangan Ibnu Muflih (w. 762 H),

    وقال أبو المعالي : يُكرهُ كتابَةُ القُرآنِ على الدَّراهمِ عندَ الضَّرْب

    Abul Ma’ali mengatakan, dibenci menuliskan al-Quran pada mata uang ketika proses pembuatan. (al-Furu’, 1/126).

    Keterangan al-Buhuti (w. 1051 H),

    وتُكره كتابةُ القرآن على الدرهم , والدينار , والحياصة

    “Dibenci menuliskan al-Quran di mata uang dirham atau dinar atau lembengan logam.” (Kasyaf al-Qana’, 3/272).

    Bagi muslim yang memuliakan firman Allah, Nama Allah, dan semua simbol-simbol islam, saatnya untuk mengamalkan saran para ulama di atas.

    Allahu a’lam.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menurut semua madzhab yang sudah dijelaskan memang semua tidak memperbolehkan,,tp bagaimana dengan tulisan allah & muhammad di mekkah,dan mungkin disana malah lebih banyak kaligrafi2 Al Quran yang terukir pada dinding,kayu,kain,ataupun media yang lainnya,,apakah yang seperti itu di mekkah berarti termasuk penghinaan terhadap Al Quran,,

      Delete
  3. Saya sangat menyukai keindahan seni ataupun semua keindahan yang Allah ciptakan,kaligrafi merupakan keindahan seni buatan manusia yang telah diberi kelebihan oleh Allah,karena tidak semua orang bisa membuat kaligrafi,,jadi bagi saya kaligrafi adalah seni karena kecintaan kita terhadap Allah S.W.T,bukan jimat ataupun yang lain,,

    ReplyDelete
  4. Alloh maha tahu tujuan kita memasang kaligrafi atau nama2 Alloh untuk lebih mendekatkan dan mengingat kepadaNya.
    bayangkan kalau yang dipajang di rumah kita gambar yang akan menjauhkan kepada Alloh....adanya tulisan kaligrafi menjadi identitas pemiliknya umat islam tidak mungkin non muslim memajangnya

    ReplyDelete

Terimakasih telah berkunjung di Pesantren Seni Kaligrafi Al Quran, silahkan meninggalkan pesan, terima kasih


Top